Keesokan harinya, ketika bel pulang sekolah berbunyi, aku bergegas meninggalkan kelas setelah berpamitan dengan sahabatku. Aku berjalan dengan terburu-buru menuju tempat parkir seperti orang yang takut ditinggal kereta.
Dari jauh, aku bisa melihat keberadaan Zaky berserta dua orang temannya. Aku berjalan ragu kearahnya sambil terus menundukkan pandangan karena keadaan tempat parkir yang lumayan ramai mengingat bel pulang baru saja berbunyi beberapa saat lalu.
Ini tidak seperti diriku yang biasanya, aku tidak pernah merasa tidak percaya diri seperti ini. Saat kurasa langkahku semakin dekat, Zaky meneriakkan namaku dengan kencang, ternyata dia lebih berani dari yang kukira.
"Nadia? Sini!" Zaky melambaikan tangan menyuruhku untuk mendekat kearahnya.
Entah sejak kapan dia mulai berani memanggilku tanpa embel-embel kakak. Mungkin dia merasa ada jarak jika tetap memanggilku kak Nadia.
Semua orang yang ada di tempat parkir menatapku dengan sinis, mungkin karena melihatku dan Zaky yang terlihat bergitu akrab. Tapi sepertinya Zaky tidak menghiraukan tatapan dan bisikan-bisikan sinis tentang kami, dia terus saja memanggilku bahkan semakin kencang ketika dilihatnya aku belum juga melangkahkan kaki kearahnya.
Aku memang terdiam beberapa saat, jujur saja aku takut mereka akan menyebarkan gosip yang tidak-tidak tentang kedekatanku dengan Zaky si ponakan kepsek.
"Hei Nadia, ngapain masih bengong disini? Udah kaya patung pancoran aja kamu" Zaky akhirnya menyusulku yang masih diam mematung.
"Oh, eh apaansih kamu" aku tersadar dari lamunan dan memukul lengan Zaky karena gemas dengan ucapannya.
"Oh iya, aku kelupaan sesuatu Nad, kamu tunggu dikelas aku dulu gapapa kan? Ntar aku balik lagi, bentaran doang kok".
"Nunggu dikelas kamu? Yang bener aja? Aku kan gak kenal sama temen-temen kamu, yang ada aku malah jadi kambing congek disana" ucapku dengan sedikit merajuk.
"Ya enggaklah, mereka wellcome kok anak-anaknya, apalagi kalo sama senior kaya kamu, haha".
"Ish apa nih maksudnya? Karena aku galak gitu?" Kataku sambil bersedakep dan memanyunkan bibir.
"Haha candaa, baperan amat sih? Pms loe yak?".
"Hemm yaudah deh, jadi aku kekelas kamu nih? Sendiri? Tega banget ih".
"Haha bilang aja minta dianterin" Zaky mengusap kepalaku lembut, sambil tangan satunya meraih tanganku dan membawanya menuju kelas.
Aku benar-benar merasakan perasaan asing, seperti tersengat arus listik, ah bukan. Aku tidak tau seperti apa gambarannya. Apa aku mulai menyukainya? Tidak dosa kan menyukai adik kelas yang memiliki selisih setahun denganku?.
Aku bahkan sudah tidak merasa malu seperti awal-awal perkenalanku dengannya. Aku mulai terbiasa menghadapi tatapan-tatapan mengintimidasi saat berjalan berdua dengannya. Semuanya berganti dengan rasa senang dan bahagia apalagi saat menyadari Zaky juga tidak merasa malu menggandeng seniornya ini.
Tepat didepan pintu kelasnya, Zaky memanggil salah satu teman perempuannya.
"Lis!, titip kak Nadia bentar ya? Gue mau ngambil sepatu dulu dirumah" aku hanya tersenyum ramah ke arahnya.
"Oh hai kak, aku Lisa, yuk masuk aja,, lagi pada selfie nih didalem" Lisa mengulurkan tangan dan berusaha menarikku masuk ke kelasnya. Aku melirik kearah Zaky yang masih diam memperhatikan kami.
"Udah sana, cewe kan sukanya selfie, gausah jaim loe" kata Zaky yang dihadiahi pukulan oleh Lisa, teman sekelasnya.
Aku hanya tersenyum dan mengikuti Lisa masuk kekelas mereka. Sementara Zaky melanjutkan rencananya untuk mengambil sepatu futsalnya yang tertinggal setelah melambaikan tangannya padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titip Cintaku
Teen Fiction"Dan akhirnya selalu ada batas untuk setiap perjalanan, selalu ada kata selesai untuk setiap yang dimulai" "Hidup harus tetap berjalan. Dengan, atau tanpa dirinya" ~Nadia2020