serangan

1.3K 122 27
                                    

Naruto menoleh cepat kearah Hinata. Ada sesuatu semacam jarum chakra menembus dada Hinata. Naruto terbelalak. Dia berlari ke arah Hinata.

"Hinata, kau tak apa-apa?"

"Naruto kun, tubuhku.. lemas.." jawab Hinata terbata.

Naruto melihat ke arah jarum chakra yang menusuk Hinata. Tiba-tiba Naruto tersentak, melihat ujung jarum itu.

"Ini... alat pancing itu.." gumamnya ngeri.

Seketika itu, dari arah lain terdengar suara tawa yang menyebalkan.

"Hahahahaha... tak kusangka, kalian datang sendiri kesini. Hahahhaha. Cari mati heh?"

"Urashiki kau!!! Kau apakan Hinata??!" Geram Naruto.

"Hemm. Tadinya aku hanya berniat mendapatkan mata anak-anakmu. Tapi siapa sangka, aku dapat bonus chakra Hamura murni. Dan mungkin, chakra jinchuriki kyubi juga. Hahahaha"

Naruto mendelik. Licik sekali. Dia menyuruh boneka untuk menyerang, dan saat musuhnya kewalahan, dia menyerang titik vital sang musuh.

"Itu tidak akan terjadi. Hyaaaaah rasensurikeeeeen".

Kilatan rasengsuriken milik naruto begitu cepat dan tidak disangka oleh Urashiki. Hal itu membuatnya lengah dan melepaskan peganganya pada pancing cakra yang menusuk Hinata. Hinata pun berhasil terlepas dari pancing chakra tersebut. Dia sedikit terbatuk, lalu kembali bangkit dan mengeluarkan jurusnya.

"Shojishi Hogeki.." teriak Hinata. Dia melesat dengan dua kepala singa di telapak tanganya.

Urashiki terhuyung menerima serangan itu.

"Wooooo kalian berani sekali. Tapi menarik juga..hahahaha".
.
.
"Hokage sama.." Shikamaru menunduk menghadap kakashi.

Kakashi tidak pernah mau dipanggil dengan akhiran _sama_. Biasanya dia langsung memprotes . Tapi saat ini, Kakashi diam dengan alis mata yang mengkerut.

"Shikamaru, firasatku tidak enak." Ujarnya.

"Ino mengirim pesan padaku. Burung-burung nampak gelisah berterbangan di luar."

"Ya, aku melihatnya. Bagaimana Boruto dan Himawari?"

"Mereka sedang tidur. Temari bersamanya."

"Sasuke berdiri di atas monumen hokage. Dia mengamati seluruh desa dari atas. Dia pasti akan melihat bila ada sesuatu."
.
.
Sementara itu, di kediaman Nara, Shikadai nampak duduk bersandar dinding sambil memperhatikan 2 tamu nya yang kini tertidur di depanya. Temari memperhatikan tingkah anaknya.

"Shikadai, ada apa? Tidurlah. Ini sudah larut."

"Apa yang bisa kulakukan untuk mereka bu??"

Temari tertegun. Putranya ini sangat mirip dengan ayahnya. Termasuk dalam hal pertemanan.

"Kau cukup menjadi teman mereka." Jawab temari sambil tersenyum.

Tiba-tiba, Temari merasakan ada yang ganjil. Ada semacam aliran chakra yang tak dikenalnya datang mendekat. Temari memejamkan matanya, mencoba berkonsentrasi.

"Shikadai, dengarkan kata ibu."

Shikadai nampak bingung. Ekspresi wajah ibunya sangat serius.

"Ada sesuatu mendekat ke arah rumah kita. Masih cukup jauh tapi ibu merasakanya. Ibu berharap ayahmu juga merasakan chakra ini."

"Ibu, aku tidak merasakan apapun."

Temari terdiam. Shikadai memang masih kecil. Lagi pula, Temari memang terlahir dengan sensitivitas tinggi terhadap chakra asing. Begitulah istimewanya.

"Kau dengarkan ibu. Bangunkan Boruto dan Hima. Boruto harus bersiap untuk bertarung jika diperlukan. Kau pun begitu. Ibu harap kalian bersiap."

Shikadai tak jngin bertanya lagi. Sepertinya ibunya benar-benar serius. Temari menyuruh Shikadai melakukan instruksinya. Lalu setelah itu, Temari mengendap-ngendap ke depan, untuk meihat pergerakan.

Shikadai Segera membangunkan Boruto.

"Boruto, bangunlah."

"Ada apa? Hoooam." Jawabnya sambil menguap.

"Ada sesuatu yang terjadi. Ibu menyuruh kita bersiap jika terjadi pertarungan."

Boruto terbelalak. Pertarungan? Bahkan dia saja belum menguasai rasenggan.

"Kau menakutiku Shikadai.. jangan bercanda."

"Tidak Boruto. Kita harus bersiap. Ayo bangunkan Himawari."

Boruto mengangguk. Dia segera menggendong Hima dan seketika itu Hima langsung terbangun dan hampir menangis.

"Ssstt.. jangan menangis Hima. Dengar.. akan ada sesuatu yang terjadi. Kau harus menurut dengan kami ya.."

Hima nampak tidak mengerti. Wajahnya terlihat jengkel, tapi dia mengangguk. Boruto segera mengambil kain gendongan Hima dan menggendongnya di punggung. Mereka bertiga pun langsung menuju tempat Temari.

"Bagus kalian bertiga. Dengar, kita harus ke kantor Hokahe sekarang juga. Himawari biar ku gendong. Kalian berdua, berusahalah lari secepat mungkin. Tetap bersama. Oke?

Mereka bertiga pun mengangguk. Himawari takut sekarang. Dia pun segera digendong Temari. Temari mengikat kencang gendonganya. Dan mereka pun siap belari secepat mungkin. Temari membuka pintu perlahan. Dia mengamati sekeliling.

"Baiklah anak- anak, larilah... tunggu.. lari... SEKARANG!!!!"

saat mereka bertiga mulai lari, tiba-tiba

Duaaaarrrrrr !!!

PRECIOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang