04. Why?

32 7 10
                                    

Malam sebelumnya

Setelah anak-anak itu mengetahui keberadaan mereka berdua, Qei pergi. Vio hanya terdiam dibalik tempat sampah tinggi. Seperti kata Qei.

Dengan kegesitan Qei dalam hitungan menit beberapa anak nakal tadi dapat dilumpuhkan. Kini seluruh tubuhnya sibuk. Kakinya yang menginjak satu orang, tangannya mengunci tiga orang sekaligus.

"Ini gila, kukira kalian hanya tikus kota yang lewat. Kalian harus membayar tenagaku yang terbuang sia-sia," katanya lirih namun terdengar mengerikan.

Qei berhenti sejenak untuk sekedar mengambil napas. Ia lengah dan tidak menyadari seseorang di belakangnya dengan kayu besar dan,,

DUKK

Pukulan yang cukup keras. Tapi bukan pukulan untuk Qei. Anak yang membawa kayu tadi roboh tak sadarkan diri setelah pukulan di kepalanya. Qei yang melihat aksi Vio segera membereskan sisanya.

"Kamu benar-benar gila, " kata Qei sambil merapikan bajunya yang acak-acakan

"Tidak ada cara lain, kalau kamu tidak selamat bagaimana nasibku dan dia," kini pandangan Vio beralih. Yang tadinya menatap Qei kini menatap lurus anak tadi.

"Kamu tidak apa-apa? Sepertinya kakimu terluka cukup dalam," kata Vio dengan pandangan yang memperhatikan kaki yang dihiasi bercak darah.

"Harus kita apakan mereka? Polisi? Ambulan?" belum ia mendapat jawaban dari lawan bicaranya sebuah suara muncul. Suara asing yang belum pernah mereka dengar.

"Lihat, siapa yang bermain-main dengan anak buahku,"

Sekelompok anak muncul dari balik lorong lain. Bukan berdua, tiga, atau lima. Sekitar 7 hingga 10 orang.

"Bukankah saksi mata itu sangat berbahaya," kata seseorang di antara mereka. anak lainnya hanya tersenyum tak dapat diartikan.

"Lihat Vio, masih ada tikus lain yang harus kuurus,, akhh!!!! Seharusnya aku langsung pulang tadi," kata Qei. " Bantu aku sebisamu, ambil lagi kayunya!" kata Qei kini ditujukan pada Vio agak kesal.

"Qei! Tidak takut dengan kakakku!?"Vio terkejut mendengar perkataan Qei yang tiba-tiba.

"PULANG SETENGAH NYAWA ATAU PULANG TANPA NYAWA,"

Tanpa pikir panjang Vio mengambil kayu tadi. Mereka saling membelakangi berlawan arah. Tak butuh waktu lama pertikain terjadi.

Bugh,,
Brakk,,
Duak,,

Suara bising yang beragam silih berganti. Pukulan di kepala bahkan di perut. Sesekali juga ada yang terlempat dan menabarak barang-barang di sekitarnya. Sudah tak diragukan lagi kemampuan Qei. Dia berhasil melumpuhkan dalam beberapa kali pukulan saja.

Bagaimana dengan Vio?? Kalian pasti tidak akan percaya. Anak kalem seantero kompleks, dia bisa menyeimbangi kemampuan sang ketua klub Qei. Bahkan si ketua juga hampir tidak percaya dengan apa yang dilihat. Tangan Vio seolah ringan tanpa beban saat melempar anak-anak tadi.

Setelah beberapa menit mereka tersimpuh di tanah dengan berbagai keadaan. Tak terkecuali dua anak tak tau belas kasih yang kini menjadi lusuh.

"Huh,,huh,, sekarang-hh, apa ya-hh-ng harus ki-hh-ta lakukan," kata Qei dengan napas yang masih berantakan.

"Hh,, aku su-hh-dah menghu-hh-bungi ka-hh-kakku,, tunggu saja, hh,hh," balas Vio dengan keadaan yang tak jauh beda.

"Kamu-hh-hebat," Qei

"Eumm, hh,,hh," Vio

@@@

Laju mobil yang membelah angin. Hanya gelap dan kesunyian yang yang mengisi ruangan di dalam benda cepat itu. Seseorang duduk tertunduk sambil memainkan jarinya. Terlihat gelisah. Sesekali ia menengok orang di sampingnya yang siibuk akan kemudi.

Dedapan rumah bernuansa ungu mobil berhenti. Dua orang turun dan memasuki rumah bergantian dalam diam. Sendari tadi anak berambut hitam itu hanya menunduk. Di sebuah ruangan mereka duduk saling berhadapan.

"Sekarang apa pembelaanmu?" kata Kenzie menyandarkan dirinya di kursi dan menatap adiknya yang tetap menunduk.

"Aku hanya bertahan hidup," balas Vio lirih namun masih bisa didengar

"Lalu yang dikatakan Qei?"

"Aku tidak tau. Tanganku terasa ringan saat menghajar anak-anak tadi. Seolah ada yang mengendalikanku atau seolah aku sudah biasa melakukannya."

Kenzie hanya menghela napas saat mendengar perkataan anak di depannya.

"Lihatlah adik kakak ini, sekarang ada apa, hum?" Ayah mereka datang dan kini begabung dengan keduanya. Duduk di samping Vio.

"Sepertinya penyakitnya kambuh yah," Kenzie

"Oh Vio, ayah sudah bilang kan jangan terlalu sering melihat film," katanya pada anak perempuan yang masih menunduk di sampingnya.

Selagi ayahnya berbicara dengan Vio, Kenzi pergi entah kemana. Saat datang ia membawa sebuah kotak dan memberikannya pada Vio.

"Besok hari ulang tahunmu kan, pakai itu selama kamu ada di pelatihan dan jangan dilepas!"

"Cincin? Tapi kan yang aku pakai masih bagus," Vio

"Buang yang lama! Pakai yang ini saja. Setidaknya turuti kataku karena ulang tahunmu tidak dirayakan dirumah," katannya pada Vio namun kini dengan raut muka yang lebih hangat.

~~

Vio duduk di bawah pohon besar yang ada di depan sekolah. Pikirannya masih melayang tentang hal kemarin. Hingga beberapa saat kemudian Qei datang dan mengagetkannya. Setelah berkumpul dengan sesama peserta dan menerima arahan mereka berangkat ke lokasi tujuan. Tempat pelatihan yang tempatnya lumayan pelosok. Perjalanan yang melelahkan.

"Kalian tahu, katanya tempat pelatihan kita dekat dengan air terjun yang sangat indah," kata Qei yang berbicara dengan teman lainnya.

"Sungguhkan, setidaknya aku akan melupakan sejenak masalahku dengan kakak. Aku tahu dia tersenyum tapi dia juga marah," Vio

See U Next Chapter 🌿

🤔🤔 Menurut kalian ada yang aneh ngga??

Thanks for read it! 💜

If you like this story
You can support me with vote and comments ^^

Have a nice day
Keep healthy 🕊

KRISSTORIA || On Going 🚴三Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang