Tentu saja chie memiliki rasa penasaran," jawabku, "tapi, chie yakin Yang Mulia akan membebaskan rasa penasaran chie dalam waktu dekat." lanjutku, "lagi pula, jika pun chie melewatkan kabar ini, chie juga dapat menanyakannya pada Paduka, karena Paduka akan selalu ada untuk chie, seperti janji Yang Mulia." jawabku manja.
Ia mengulurkan tangannya padaku dan membantuku berdiri. Tak menunggu diriku melepaskan genggaman tangannya, Fu Chai telah menarikku menuju pangkuannya dan bertatap langsung denganku.
"Tahukah kau kenapa gu sangat menyukaimu?"
Aku menggeleng, ia tidak tertawa namun memandangku dengan lembut penuh cinta, "Karena kau satu-satunya yang memahamiku." Jawabnya menatapku.
#
Nyonya. . . ." Panggilan dayangku, Liu Li membuyarkan lamunanku.
Ku berbalik dari kursi malas yang dihadapkan ke halaman plum merah, lantas menatap Liu Li dari mata ke mata. Gadis itu terlihat ketakutan.
"Ada Apa?" Tanyaku dengan nada setenang mungkin.
Liu Li menyeka tangannya yang dikepal pada rok sewarna hijau. Bibir yang ia katupkan rapat-rapat akhirnya mengeluarkan nada gemetar.
"Ham-hamba dengar para dayang menggunjing rapat negara pagi ini..." gadis itu menelan ludah. "Perdana Menteri Wu membuat petisi agar Yang Mulia menarik kembali titahnya yang berisi pelepasan raja Gou Jian, dan . . ." Menyadari tatapan waspadanya, aku meraih tangan dingin gadis itu dan membimbingnya menuju ruangan inti.
Liu Li malah berlutut. "Menteri Wu menuduh anda telah membunuh Jeong guiping karena cemburu pada beliau lantaran mengandung," air mata membasahi wajah Liu Li, ucapannya berantakan.
"Hamba.... hamba dan Jia ..... dia dibawa.... orang-orang..."
Kupeluk tubuh rapuhnya yang gemetaran. Berkali-kali ku ucapkan omongan menenangkan agar Liu Li tenang. Melalui ucapannya kelihatannya Jia, dayangku telah dibawa entah siapa dan hal ini ada kaitannya dengan tuduhan Wu Zhe Si. Apakah Fu Chai juga akan memercayainya. Hatiku menyayat memikirkan kemungkinannya. Aku tak dapat membayangkan hari-hariku tanpa kehadirannya.
"Ada Apa dengan Jia?" Tanyaku khawatir.
"Jia disebut sebagai orang yang ditugaskan furen untuk membunuh almarhum nyonya Jeong. Ia dibawa ke penjara untuk diteliti lebih lanjut."
Aku seperti dihempaskan dari ketinggian. Kemarahan sekaligus kekecewaan mengisi hati. Betapa kejamnya fitnah orang-orang itu. Aku terpukul oleh kenyataan Fuchai lebih memilih memercayai 'kenyataan' yang dilapiskan mereka dalam penipuan.
Betapa remehnya harga sebuah kata percaya, dengan entengnya digerus fitnah. Jia yang malang telah dijadikan kambing hitam demi menjatuhkanku.
Jia pasti akan disiksa dengan kejam mengingat betapa besarnya permusuhan padaku selama ini. Aku tak dapat membiarkan hal ini terjadi, apapun itu. Ku tegapkan tubuh Liu Li yang masih lemas."Sampaikan pada dayang Kou Guo, aku ingin bertemu dengannya malam ini." Ujarku memantapkan hati.
#
Salju berjatuhan malam ini, setiap langkahku meninggalkan jejak di jalanan. Tidak ada suara apapun sekarang. Sangat sunyi hingga deru napasku dapat terdengar. Aku sengaja tidak melibatkan seorang dayang pun menemaniku, jika aku tertangkap biarlah aku seorang yang menjalani hukumannya. Aku tidak ingin melibatkan orang-orang tidak bersalah.
Kurapatkan jubah bulu rubah ditubuh berusaha menghalangi udara menusuk malam ini. Aku tersenyum ironi. Gazebo yang sama, tapi kini hanya aku seorang yang berada di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Concubine Tears [On-Going]
Historical FictionWarning : Intrik Tak Sehat! Jangan di tiru! PG13 Story by Jade Pearly Kecantikannya adalah racun Keberadaannya merupakan racun mematikan. Ia dikirim dalam sebuah permainan berbahaya. Sebagai sebuah pion catur, ia diharuskan tak memiliki perasaa...