Bagian SEBELAS

39 4 10
                                    

Hati-hati kalo ngelamunin orang, apalagi bukan makhromnya -Naza

🌾🌾🌾

Naza mengalihkan pandangannya dari bola yang ditangkapnya menuju dua lelaki yang sedang menatapnya.

“Bener kata lo bro. Ternyata Naza peka sama bola basket.” Alan  menepuk pundak Putra. “Kayaknya lo jago basket Za. Gimana kalo kita tanding basket.” Ucap Alan kepada Naza yang masih di ambang pintu.

“Semua orang bisa kali nangkap bola kayak tadi. Dan, gue lagi gaada waktu buat main basket. Mana kakak lo?” ucap Naza sambil melempar bola yang dipegangnya ke arah Alan dan Putra.

“Gue disini. Lo kangen banget sama gue? Sampe nanya-nanya gue dimana.” Coba tebak siapa empunya suara?

Naza menengokkan kepalanya ke kanan sambil melirik ke arah belakang kanannya. Siapa lagi kalau bukan Reykal.

“Kita mau belajar dimana?” Tanya Naza to the point. Untuk apa berlama-lama dengan para berang-berang ini, ups.

“Kita main basket dulu oke, baru belajar. Udah lama nih gue ga basket-an.” Reykal menyamakan kakinya dengan Naza. Sekarang mereka bersebelahan.

“Gaada basket-basketan. BE-LA-JAR atau mau saya aduin ke Pak Purnangga?!” Naza langsung melangkahkan kakinya menuju tempat duduk yang biasanya dipakai guru olahraga saat menilai siswanya yang berolahraga.

“Galak banget.” Reykal mengumpat sambil mengkuti langkah Naza dan duduk disebelahnya.

“Terus ini gajadi main basket nih?” Alan mengeraskan suaranya dan hanya dijawab oleh Putra dengan mengatakan “Yaudah kita aja. Biar chemistry kita nyampe ke hati penonton.”

“Matematika?” Tanya Naza saat Reykal mengeluarkan buku matematikanya. Selanjutnya Naza ikut mengeluarkan buku serupa dan mulai menjelaskan bab pertama dari bukunya.

“Nah, jadi kalo pake rumus ini tu kal-.” Naza menghentikan kalimatnya saat melihat orang disebelahnya ternyata malah asik dengan earphone yang menyumpal telinganya entah sejak kapan.

Naza mencopot paksa earphone di telinga kiri Reykal membuat Reykal mengangkat alisnya sebelah.

“Saya ga paham. Maksudnya apa sih. Tolong dong dihargain walaupun saya lebih muda dari anda.” Terlihat jelas rasa kecewa dari Naza.

“Dihargain berapa?” tanya Reykal yang semakin membuat Naza naik pitam. “Bwahahaha.” Tiba-tiba Reykal malah tertawa membuat Naza menyergit bingung sekarang.

“Liat nih.” Reykal menunjukkan pucuk kabel earphone-nya yang seharusnya menyambung dengan handphone atau MP3-nya. “Orang ga nyambung, gaada suaranya kok. Wekawekaweka.” Naza menarik nafasnya heran dengan kelakuan orang disebelahnya ini.

Gaada akhlak emang.

“Sorry ya, gue bercanda. Biar ga canggung-canggung amat. Gue dengerin penjelasan lo kok daritadi.” Naza masih tidak berkutik.

“Gue tu lagi pengen main basket.” Reykal membuat lingkaran dari telapak tangan kanannya dan ditempelkan ke mata kirinya sambil mata kanannya menutup seperti memakai teropong satu lensa.

“Anda kan serumah sama Alan. Bisa kan main di rumah pulang sekolah atau gak besok kan weekend.” Reykal menurunkan tangannya dan melihat gadis di sebelahnya.

“Gue pengennya main di sekolah.” Naza melirik Reykal yang masih menatapnya. “Oke!! Kita bikin kesepakatan. Kalo gue bisa ngerjain latihan bab pertama ini selama 30 menit, kita harus main basket bareng sama mereka.”

KORELASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang