Tiap menit yang telah aku lalui terasa berat sebelumnya, namun saat ini tiap menit yang ada adalah kenangan berharga yang tidak akan pernah aku lupakan
-Rafela-****
Hari-hari mendekati ujian terasa berat bagi Adel. Meski ia sangat pintar menurut teman-teman dan kembarannya namun ia tidak merasa percaya diri untuk mencapai nilai sempurna agar bisa berkuliah di luar negeri. Adel takut mengecewakan mamahnya karena ia tidak menepati janjinya untuk pergi dari rumah ini.Adel hanya ingin mamahnya bahagia, tidak merasa sedih ketika melihatnya dan itu merupakan kebahagiaan untuknya. Meskipun nanti ia tidak di terima di universitas luar negeri sekalipun, ia memutuskan untuk tetap pergi. Meninggalkan semuanya, meninggalkan setiap rasa sakitnya di dalam rumah ini, dan meninggalkan setiap kenangan yang pernah dibuatnya di rumah ini.
Adel menutup bukunya kemudian menghela napasnya lelah.
"Lo pasti bisa jadi jangan khawatir"
Adel mengusap dadanya terkejut melihat Rafa berada dihadapannya dengan tersenyum."Sejak kapan kamu disitu?"
"Sejak lo sibuk belajar"
"Jam berapa sekarang? Apa bel pulang udah bunyi?" Tanya Adel membuat Rafa melihat jam yang berada di pergelangan tangannya.
"Jam 4 sore"
Adel membereskan buku-bukunya kemudian memasukannya kedalam tasnya. Memang tadi saat jam terakhir guru yang mengajar tidak masuk kedalam kelas dan tidak ada tugas yang diberikan guru piket, jadi dia memutuskan untuk pergi ke perpustakaan saja untuk mempersiapkan dirinya menghadapi ujian yang tinggal menghitung hari.
Pukul 4 sore, namun di perpustakaan masih terdapat beberapa orang yang sedang berkutat dengan buku bukunya. Mungkin beberapa orang juga merasa gelisah dengan ujian nasional yang akan di laksanakan beberapa hari kedepan sama sepertinya.
"Kenapa kamu ga pulang?" tanya Adel heran melihat sosok lelaki yang sangat ia kenal tidak menyukai perpustakaan.
"Nunggu lo"
"Kenapa? Aku udah biasa pulang sendiri, jadi ga perlu ditungguin" Adel merasa tidak enak telah membuat lelaki didepannya menunggunya. "Lagpula kamu juga perlu belajar-"
"Tanpa gue belajar pun gue bakalan lulus"
Adel memutar bola matanya jengah melihat rasa percaya diri lelaki dihadapannya. Tapi memang benar, Rafa adalah lelaki pintar bahkan tanpa belajar dan memperhatikan guru mengajar. Rafa memiliki otak yang cerdas dan Adel iri akan hal itu.
"Oh iya aku lupa, Rafa yang ada di depanku merupakan lelaki sempurna" Adel tersenyum kemudian bangkit dari duduknya, "ayo kita pulang" lanjut Adel membuat Rafa mengangguk dan mengikuti langkah gadis itu dibelakangnya.
"Jangan terlalu keras belajar"
"Kadang aku ngerasa capek, sampai-sampai aku ingin berhenti" Adel menghela napasnya berat, "tapi, ada janji yang gak bisa aku abaikan" Adel kembali tersenyum kemudian memejamkan matanya merasakan hembusan angin ketika mereka sampai di parkiran sekolahnya.
"Ayo kita berhenti sebentar, menghabiskan hari dengan senyum"
"Maksudnya?"
"Menghentikan segala rasa cemas lo, menghentikan waktu, ayo kita habiskan waktu dengan hal yang bisa buat lo berhenti sebentar"
Adel tersenyum kemudian menganggukan kepalanya, setidaknya ia butuh berhenti sejenak untuk beristirahat agar ia memiliki kekuatan sehingga sanggup untuk berlari kembali.
"Ayo kita berhenti ketika waktu terus berputar"
Rafa tersenyum kemudian melepaskan jaket denimnya. Ia kemudian menyerahkannya pada gadis di depannya untuk memakainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafela
Teen FictionPada akhirnya yang mencintai akan berusaha untuk berhenti berjuang ketika mereka tau perjuangan yang dilakukannya hanyalah sia-sia. Cerita ini dari hasil pemikiranku sendiri, bila ada kesamaan tokoh, tempat, ataupun lainnya mungkin itu hal yang tid...