PROLOG

1K 89 60
                                    

Perempuan itu beringsut mundur bersikeras menjauh dari sosok pemilik tubuh kekar di depannya. Berkali-kali bibir ranumnya ia gigit sekuat tenaga mencoba mengembalikan sisa-sisa kewarasan yang ia punya.

"Lo pikir, setelah apa yang lo ambil dari gue. Lo bisa pergi gitu aja, eh?" Perempuan itu nyaris pingsan saat mendengar suara serak dan dalam itu mengalun di gendang telinganya. Suaranya memang selirih angin. Tetapi sanggup untuk membuat ia merinding.

Sial! Kenapa lelaki di depannya saat ini bisa terlihat begitu memesona dan mengintimidasi dalam satu masa?!

Saat jemari besar itu menyusup kesela rambutnya yang terurai, kepala perempuam itu dilanda pening hebat. Nafasnya tersengal. Padahal, ia tidak habis berlari. Tenggorokannya tercekat. Bahkan, untuk sekedar mengatakan sebuah penolakan pun, ia tak mampu.

"Gue gak suka punya hutang. Gue juga gak suka dihutangin," katanya yang sama sekali tidak dimengerti oleh si empunya.

Bagaimana bisa mengerti saat ibu jari lelaki itu tidak berhenti mengusap pipinya dengan gerakan memutar? Sial! Laki-laki itu pasti tengah berkonspirasi untuk membunuhnya. Lihatlah, jantungnya saat ini tengah melompat tak tentu arah. Seolah, ingin keluar dari tempatnya.

Duh, gusti gimana ini? Dia kan, cuma punya jantung satu! Kalau ini copot, masa ginjal yang berganti profesi memompa darah?!

Kurang ajar! Tidak bisa dibiarkan!

Setelah membasahi kerongkongan dengan salivanya sendiri, kedua tangannya yang tampak gemetar dan lemas mendorong dada lelaki itu. Tetapi, hasilnya nihil. Jangankan menjauh, bergeserpun tidak. "Le-lepas ... To-tolong lepas," cicitnya.

Alih-alih menurut, lelaki itu justru semakin membungkuk menempatkan wajahnya agar sejajar dengan perempuan itu. Kedua sudut bibirnya tertarik lalu tanpa aba-aba mengecup sekilas bibir ranum di depannya. "Itu untuk bayar hutangnya."

Mengabaikan kedua mata perempuan itu yang melotot, tangan kekarnya menekan bagian belakang kepala perempuan itu. "Sekarang, gue ambil bunganya."

Tanpa menunggu si empunya mengeluarkan penolakan, laki-laki itu kembali melahap bibir berwarna pink di depannya. Dengan kasar dan rakus. Seolah, benda kenyal itu sudah menjadi candu. Seolah, moment itu sudah lama ia tunggu.

-TBC-

Peraturan :

Anak Sd/SMP/MTS-Sederajat gak boleh baca yah!



BARTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang