3 - Memalukan.

453 83 41
                                    

Kalau ada typo ingetin ya😁

Happy reading ....

Barta Alit Narendra.

Calla pikir hanya sekedar rumor bahwa cowok itu menakutkan. Tetapi, kali ini ia membuktikannya sendiri.

Tubuh mungilnya menggigil. Ia benar-benar terlihat seperti batu krikil yang sangat kecil jika dihadapkan dengan tubuh Barta yang menjulang tinggi bagai monster.

"Jadi lo yang namanya Calla Panthea?" Barta kembali bertanya.

Dari segi wajah, potongan rambut, gaya berpakaian dan suara. Barta Alit Narendra sepertinya memang pantas mendapat predikat 'Menakutkan'

Iris sehitam tinta itu terbingkai apik oleh sepasang alis yang tebal. Kulitnya putih pucat seperti vampire, wajahnya disanggah dengan rahang tegas. Rambutnya sedikit panjang nyaris menyentuh telinga dan warna pakaiannya serba hitam seperti orang ingin melayat. Ditatap Barta seperti tengah dikuliti hidup-hidup. Sungguh!

"Lo bisu?" Calla melotot nyaris menendang tulang kering cowok itu jika saja dia tidak ingat bahwa bermasalah pada Barta sama saja menyerahkan nyawanya secara cuma-cuma.

"E-enggak." Calla menjawab dengan kedua tangan yang saling bertaut.

"Jadi," Barta menjeda. Matanya menilik penampilan Calla dari atas sampai bawah membuat Calla menahan napas merasa ditelanjangi lewat tatapan.

"Lo cewek tadi pagi?" lanjutnya.

"BUKAN!" Calla menjawab cepat. Terlalu cepat sampai membuat salah satu alis cowok itu terangkat.

Menyadari kebodohannya, Calla kembali menjawab. Kali ini tentu dengan intonasi yang sedikit santai.

"M-maksudnya b-bukan gue."

"Oh, ya?" Barta melangkah maju.

"I-iya!"

"Kalo bukan kenapa harus gugup?" Barta menyeringai. Kakinya masih melangkah maju sementara Calla melangkah mundur.

"S-siapa yang gu-gugup?" Iris hitam itu melirik kanan-kiri. Sebisa mungkin menghindari mata Barta.

"Lo!"

"E-engg--STOPP!" Calla berteriak saat Barta terus melangkah maju. Ia mengacungkan telapak tangannya ke depan seperti Pak Polisi yang akan menilang pengendara di pinggir jalan.

Napas Calla terengah. Rasa-rasanya, ini kali pertama ia menyesal telah menemukan uang di jalan.

"Nama gue bukan Calla!" Calla tidak peduli jika setelah ini hidungnya akan panjang karena berbohong. Yang penting saat ini adalah; ia harus pergi dari sini.

"Hm, gitu?"

Gitu-gitu mulu! Calla bersumpah suatu saat nanti ia akan menjambak rambut Barta yang gondrong itu.

"I-iyalah!"

Tadi, setelah perdebatan panjang dengan kedua temannya, Barta berniat menghubungi Aziel. Tetapi, panggilannya tidak lekas dijawab. Akhirnya ia berjalan ke gedung belakang ke tempat anak fakultas Arsitektur berniat mencari Banyu--teman Aziel sejak masa putih abu-abu. Berharap cowok itu mengetahui keberadaan adiknya.

Di tengah perjalanan, ia baru menyadari bahwa uang berwarna hijau itu masih ia genggam. Karena kesal ia membuang asal. Barta benar-benar tidak menyangka saat akan berjalan pulang ia menemukan perempuan bertubuh mungil memungut uang tersebut dan meracau yang tidak bisa ia dengar.

"Kenapa uang itu di tangan lo?" Barta kembali bertanya.

Mendapat pertanya tersebut, Calla jadi kelabakan. Matanya menatap uang di tangannya dan wajah Barta bergantian. Detik berikutnya Calla mendengus. Selain berwajah galak, Barta cerewet sekali ternyata.

BARTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang