Chapter 2

1.9K 227 25
                                    

Makoto gugup, berjalan berputar-putar setalah  Haruka tidak menjawab panggilannya. Jika biasanya sibuk dia pasti akan menyempatkan dirinya untuk menjawab panggilan.

Sekarang sudah sepuluh menit dan masih tidak dijawab. Membuat hati Makoto tidak senang. Dari tadi hatinya tidak tenang seperti biasa. Apa lagi setelah ia melihat berita diinternet pernikahan pacar sahabatnya dengan orang lain! 

" Sial, jika kau tidak menggangkatnya jangan salahkan aku jika menerobos rumahmu." 

Masih tidak ada jawaban. Makoto bergegas keluar menuju rumah Haruto. Hanya mengenakan kaos hitam dan celana olahraga, ia menerobos sejuknya malam. Salju-salju berjatuhan membuat orang biasa akan menggigil kedinginan.

Makoto mengabaikan semua demi melihat Haru-nya baik-baik saja. Benar, Makoto menyukai- tidak lebih tepatnya mencintai Haruka, sahabat masa kecilnya.

Menjaga perasaannya selama sepuluh tahun bukanlah hal yang mudah apalagi mendapati orang yang kau suka menjadi milik orang lain. Dan sekarang, orang bodoh itu menyia-nyiakan Haru-nya.

Idiot sialan itu!

Jika saja idiot itu berada di hadapannya tanpa ragu Makoto akan menghajarnya. Membuat wajah kebanggaan itu hancur.

Untungnya rumah Haruka tidak jauh dari rumahnya. Melihat lampu yang masih menyala sedikit melegakan hati Makoto. Mengetuk pintu dengan tidak sabaran dan menyadari pintu tidak terkunci membuat ia bertambah khawatir. 

Hal pertama yang menyapanya adalah pecahan piring dan jejak darah sepanjang jalan. Tidak membuang-buang waktu, Makoto mengelurkan telpon genggamnya, menghubungi kepala pelayan untuk menjemputnya kemari.

Setiap langkahnya terasa berat, dengan hati-hati memasuki kamar mandi.

" HARUKA! "

...

Lautan biru merndam tubuhnya yang terasa ringan. Sedikit-demi sedikit menarik tubuhnya kedasar laut. Rasa lega membuatnya senang. Meskipun sangat sunyi, entah kenapa membuat Haruka senang berada disini.

Merasa bebas inilah yang ia impikan selama ini. Tapi Haruka merasa seseorang menariknya dari kebebasan. Membawanya keatas daratan, tubuhnya lemah untuk memberontak.

'Tidak, jangan menarikku. Aku senang disini!'

' Sayangnya, ini bukan tempatmu.'

' Kenapa? '

' Ada seseorang yang membutuhkanmu.'

Seketika muncul ruangan yang begitu akrab baginya. Disana Tubuhnya dihuni oleh alat-alat medis, diantara alat medis kotak kecil disamping tempat tidurnya menunjukan garis lurus dan bunyi yang memekakan telinga. Dokter dan suster berkerja keras membangkitkannya lagi. Diantara orang-orang disana, terlihat Makoto yang berjuang dipegang pengawal berteriak. Air mata membasahi wajah tampan yang terlihat menyedihkan.

" BUKA MATAMU, HARU! KUMOHON, BERJUANGLAH. AKU-" Haruka yang melihat kejadian menyedihkan itu merasakan hatinya sedikit hangat. Makoto sangat khawatir padanya.

" mencintaimu.... jadi buka matamu, Haru-"

Deg!

Makoto... mencintainya. Sejak kapan-

' Lihat? jadi kembalilah-' Tangan yang menggenggamnya selama ini mendorong tubuh Haruka. Seketika, alat menunjukan garis normal. Membuat para medis yang berjuang menatap takjub akan keajaiban dihadapan mereka.

Makoto menjadi tenang, diam-diam menghapus airmatanya. 

.....

" Haru, jangan pilih-pilih makanan. Ayo dimakan sayurnya juga." 

Haruka tertawa pelan menyaksikan Makoto yang mengomel didepannya. Ini adalah hari kepulangannya setelah menginap dirumah sakit selama seminggu penuh. Sebenarnya tiga hari ia sudah bisa pulang namun beruang besar dihadapannya itu terus menerus menyuruhnya menetap di rumah sakit dengan alasan yang konyol.

Entahlah, bukannya risih akan kekonyolan Makoto, Haruka senang akan tingkah dan semua hal yang dimiliki Makoto. Hari-harinya, menjadi bewarna membantunya melupakan kenangan pahit.

"Baiklah, aku akan makan sayurannya juga asal setelah ini kita berenang bersama. Bagaimana?"

Makoto menatap tajam Haruka. " Kau baru akan keluar rumah sakit dan memikirkan berenang. Apakah kau mau membuatku jantungan, hah?!"

Awalnya Haruka ingin menggoda sedikit menjadi ciut karena amarah Makoto. Setelah ia sembuh bukan hanya Makoto berubah menjadi cepat marah, dia bahkan cemburu dengan  dokter yang memeriksa Haruka. Membuat ia sakit kepala.

Hubungan mereka sekarang tidaklah jelas. Kadang Haruka merasa Makoto terlalu  overprotektif kepadanya, kadang juga biasa saja seperti teman. Dan mimpi buruk tidak lagi datang, diganti dengan mimpi musim semi yang membuat Haruka bingung akan perasaannya sendiri.

...

Haruka berjemur ditaman rumah Makoto. Pria itu memaksanya untuk tinggal setelah kejadian mengerikan itu terjadi. Dengan terpaksa ia setuju jika tidak pria itu mengancam akan merobohkan rumahnya.

Setelah menemaninya dirumah setelah pulang dari rumah sakit, Makoto menempel kepadanya seperti anjing. Mengikutinya kemanapun ia pegi dan akan panik jika Haruka sedikit lama dikamar mandi. Menjauhkan benda tajam dirumahnya.Dan mogok kerja, membuat Rei dan Nagisa frustasi akan menumpuknya tugas, mengabaikan tugas sebagai direktus perusahaan bukanlah pria sejati.

Dengan lemah Makoto pergi berkerja dengan syarat Haruka menelpone selama lima belas menit sekali. Bukankan itu keterlaluan?

Baru saja Haruka menutup mata semua terganggu karena telpon disampingnya. Menahan emosi melihat siapa yang menelponnya membuat ia ragu.

Nomor tidak dikenal? Siapa?






Come alone with me and don't be scared [ MakoHaru ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang