Kalau nyokap masih ada, nama Elegi mungkin nama kesukaan gue. Tapi setelah dia nggak ada, nama Elegi jadi nama paling Elegi buat gue- Elegi Chalviller Arasya.
----Ara menatap Sang Ibu yang sedang menjahit badge nama atau nam tag baru miliknya. Mata bulatnya menatap tiap kali jarum itu menghujam, lalu keluar merekatkan antara dua komponen berbeda.
Sang Ibu, Dewi menawarkan untuk menjahit name tag anaknya. Awalnya Ara menolak, tapi Dewi memaksa, ia menyuruh putrinya untuk melihat ia menjahit, tangan seorang ibu yang rajin menjahit. Dewi bertanya kenapa nama tagnya tidak ada, Ara hanya menjawab jatuh, padahal ada bekas gaya tarik yang membuat beberapa lubang kecil bekas benang. Rasya menariknya.
Sementara di satu sisi Arka dan sang Ayah, Deva. sedang bermain PS di ruang keluarga. Beberapa kali kata umpatan kasar keluar dari mulut Arka, beberapa kali Arka mendapat pelototan tajam dari Deva.
Ya Arka, mahasiswa urakan yang dari embrio sudah urakan itu memang tidak bisa melepas bad boy dari namamya. Arka adalah lulusan dari SMA Ekadanta, dan siapa yang tau ia adalah ketua Helios dua tahun sebelumnya.
Ara menatap manik mata sang ibu, dapat Ara rasakan hatinya menghangat. Dewi menggunting benang tersebut saat selsai menjahit, ia tersenyum lebar dan menyerahkan kemeja itu pada Ara.
"Nanti Ara pakai kemeja yang satu lagi, udah ini cuci dulu kemejanya ya," ucap Dewi sambil mengelus puncak kepala anaknya itu.
Ara mengagguk mengiyakan, lalu menatap kembali sang ibu, "Mah," panggil Ara lembut.
Sang ibu yang sedang memasukan gulungan benang ke dalam kotak itu menoleh sambil berdehem.
"Kenapa mamah ngasih nama Ara itu Aksara?" Tanya Ara, entah kenapa perkataan Rasya itu mengiang di kepalanya, apa karena namanya Arasya, jadi nyambung dengan namanya? Tidak-tidak nama Ara kan Aksara, bukan Arasara.
"Kenapa? Kamu nggak suka?" Tanya sang ibu.
Ara menggeleng sambil tersenyum, "Bukan mah, tapi ada yang suka sama nama Ara,"
"Suka sama nama kamu, atau suka sama kamu?" Goda Dewi.
Ara tertegun, wajahnya mendadak panas, "ih...mamah...!"
"Dosa loh Ngomong ih sama orang tua,"
Anak selalu salah fiks.
"Mah jawab mah," rengek Ara pada Dewi yang kini tersenyum-senyum sendiri. Ara sudah besar rupanya. Ia sudah beranjak dewasa.
"Ya...nama Abang kamu kan Arsaka Sastra Sadeva, mamah pas hamil kamu tiba-tiba kepikiran mau ngasih nama Aksara Binar Sadeva, biar kelihatan adik kakak aja," jawab Dewi dengan santainya.
Alasannya biar keliatan adik kakak, Ara meniup poninya Frustasi. Ia kan pinginnya nama yang kebarat-baratan, bukan nama yang berhubungan dengan dunia sastra seperti ini.
"Ya udah..." Sang mamah mengelus rambut anaknya yang lembut, "Ara mandi sore gih! Anak cewek jarang mandi kaya kamu tuh nggak bagus,"
"Bagus mah...hemat air," jawab Ara sambil menyugihkan senyumnya.
"Mah.....! Kok di dapur bau gosong ya?" Tanya Deva pada sang istri.
Dewi menepuk jidatnya, "Ya ampun Ra! Kok kamu nggak ingetin mamah lagi masak ikan asin?" Dewi mendadak jadi emak-emak rusuh, ia segera menuju dapur yang sudah merebak bau gosong. Sementara Ara menatap mamahnya tidak percaya.
Ara melirik ponselnya yang bergetar di atas meja. Dahinya penuh gutaran saat seorang kakak kelasnya menelpon Ara. Untuk apa?
Diambilnya ponsel itu diatas meja, Ara menghembuskan nafas panjang. Semoga tidak ada hal-hal yang menakutkan atau hal-hal yang penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTUK ELEGI
Teen FictionBukan jenis puisi yang artinya nelangsa, bahkan makna yang ku temukan adalah sebuah romansa darinya. Ini hanya cerita biasa bagi pembaca, tapi cerita luar biasa bagi seorang perempuan yang mendapatkan memori-memori baru dari seorang laki-laki yang...