Sebuah Rasa

16 10 0
                                    

Meskipun udah jadi laki bini, tapi kami enggak terlalu deket. Hanya sebatas saling membantu dalam melaksanakan tugas kami sebagai Paklur Buklur di angkatan kami. Selama menjabat sebagai Paklur Buklur, kami sering kali kesulitan untuk mengatur angkatan kami, terutama Adan. Adan paling banyak berperan dalam angkatan kami. Adan yang memarahi dan aku sebagai pencair suasana nya setelah dia marah-marah haha. Aku ga kebayang kalo misal Adan ga dateng latihan, pasti aku kesulitan ngatur angkatan kami. Angkatan kami itu susah banget dibilangin, susah buat di atur. Kalo misalnya ada angkatan kami yang bermasalah, yang pertama kali dimarahin itu pasti kami. Dan kami juga sebagai paklur buklur harus bisa menyelesaikan masalah di angkatan kami sebelum senior tau, jika tidak kami yang bakal jadi target senior. Mungkin karena hal itu, di saat rapat di bulan Oktober, Adan bilang dia ingin berhenti dari paskib, kami yang mendengarnya tentu saja kaget dan berusaha untuk menahannya. Sambil meneteskan air mata, kami satu persatu mengungkapkan apa yang ingin kami katakan kepada Adan agar dia bisa mengubah keputusannya tersebut. Meskipun hanya beberapa bulan, tapi sudah banyak kebersamaan yang sudah kami lakukan. Dan untunglah dia mengurungkan niatnya tersebut. Namun selang sebulan, tepatnya 28 November dia kembali ingin berhenti dari paskib, dan kali ini keputusannya sudah bulat. Kami tidak bisa menahannya lagi, dan kami pun menerima keputusannya untuk berhenti dari paskib. Setelah Adan berhenti, posisi paklur pun kosong.

Keesokan harinya, formatur pun dirombak kembali dan pada akhirnya posisi paklur digantikan oleh "Bagas". Aku tidak menyangka seorang yang sempat menarik perhatianku karena wajahnya yang tampan itu dipasangkan denganku. Aku sangat senang, namun disaat itu juga aku sadar jika angkatan ku yang lain tidak setuju dengan keputusan senior karena menjadikan Bagas sebagai paklur. Bagas yang juga sadar dengan hal itu jadi tidak berani mengatur mereka. Karena hal itu, aku pun harus turun tangan dan mengatur angkatan kami. Entah kenapa, tapi yang jelas aku merasa aku kehilangan sosok yang biasa aku andalkan. Adan yang biasa nya menghandle semuanya, kini sudah tidak ada. Meskipun posisi paklur sudah diisi, namun aku justru harus menggantikan pekerjaannya paklur. Semua terasa berbeda karena kepergian Adan.

Sepulangnya, kebetulan Adan ngechat aku. Dia bertanya bagaimana kabar paskib, apa yang kami lakukan hari ini, dll. Disaat itu juga aku mengeluh,

"Ah, ngga enak banget ngga ada elu. Anak-anak pada susah banget ngaturnya. Mana Bagas lagi yang dipilih jadi Paklur" keluhku kepadanya.

"Bagas ya jadi Paklur?" tanya Adan.

"Iya, Bagas yang dipilih jadi Paklur" jawabku.

Mendengar keluhan ku Adan hanya bisa membantuku dengan memberikan saran dan semangat. Dari ucapan adan sebenarnya dia juga tidak setuju jika posisi Paklur diisi oleh Bagas. Karena baginya Bagas tidak cocok berada di posisi itu, tapi apa boleh buat, senior sudah memilihnya dan Adan juga tidak bisa berbuat apa-apa.

Beberapa minggu pun berlalu, dan aku masih tetap membandingkan sosok Adan dan Bagas. Aku selalu curhat ke Adan tentang apa yang aku alami dan rasakan selama dia tidak ada. Hampir tiap hari aku mengeluh seperti itu hingga pada akhirnya kami pun menjadi dekat. Chat yang awalnya hanya membahas keluh kesah di paskib lama-lama berubah menjadi semakin hangat.

Tidak ada yang tahu mengenai kedekatan kami. Hanya beberapa teman dekat kami saja yang tahu. Dan juga mungkin karena kami sama-sama pemalu jadi setiap disekolah kami bersikap biasa-biasa saja, bahkan kami tidak pernah bicara secara langsung karena tidak ada situasi yang bisa mempertemukan kami. Kami hanya bisa saling memandang dan tersenyum dari kejauhan.

Lost in the Love MazeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang