"Aku gak peduli pada luka lama Om tapi sebagai orang berumur banyak harusnya Om lebih tau gimana ngomong yang enak, bukan nuduh aku menjual diri, aku memang biasa Gonta ganti pacar tapi asal Om tahu mereka gak pernah nyentuh aku dan macem-macemin aku, mereka tau aku angin-anginan tapi mereka juga tau kalo aku nggak murahan, aku nyesel mau nurutin mama papa tinggal di sini, sejak awal Om kaya gak ikhlas nerima aku di sini, yang ada bukan jagain aku tapi Om mau ngikat aku kayak anjing penurut, mulai besok kita gak usah ngomong kalo gak perlu banget, gak ada hubungan darah dan persodaraan apapun antara Om dan mama papa jadi gak usah sok tanggung jawab ngawasin aku, meski Om anggap aku kaya anak kecil aku bisa jaga diri, Om yang harusnya jaga diri Om, jaga mulut Om biar gak selalu nyakitin orang kalo ngomong dan jaga otak Om agar gak selalu negative thinking ke orang,"Juni bergegas melewati Yunan yang masih mematung dengan wajah marah. Namun sesaat kemudian Yunan mengejar Juni, ia pegang lengan Juni dan Juni tengadah menatap wajah Yunan.
"Please jangan ngomong lagi, Juni pingin istirahat, Juni capek dan agak kedinginan, adik Ethan yang baru bisa renang tadi hampir tenggelam dan aku yang dideketnya yang cuman main-main aer langsung nyebur nyelametin dia, aku capek Om, aku capek ngadepin mulut Om, besok ijinin aku ke luar dari rumah ini, aku tadi dah nyari apartemen sama adik si Ethan dan dah Nemu,"
Juni menyentak tangannya dari genggaman Yunan, membuka pintu kamarnya dan menutupnya kembali.
Yunan mengeratkan gerahamnya memejamkan matanya, mengingat mata berkilat Juni yang penuh air mata. Salahkah dirinya yang mengkhawatirkan Juni? sejak tadi dia hanya berdiri di depan jendela menunggu gadis itu pulang, ia khawatir terjadi apa-apa pada gadis itu, namun yang ia temukan malah datang saat malam menjelang dengan baju yang berbeda dengan baju yang ia pakai tadi pagi.
Ada perasaan menyesal dalam diri Yunan saat pintu kamar Juni tertutup rapat, rasa khawatir Yunan yang berlebihan membuatnya lepas kontrol saat bicara. Yunan melangkahkan kakinya ke ruang kerja, duduk di kursinya dan meremas rambutnya dengan kasar. Ia jadi mengingat masa lalunya, apakah dirinya yang terlalu egois hingga wanita yang ia cintai pergi? Apakah dirinya yang terlalu posesif hingga Jenita merasa terkekang dan mencari kebebasan dengan cara lain? Ataukah dirinya yang tak pandai dalam pergaulan hingga lawan bicaranya selalu merasa tak nyaman? Pertanyaan seperti itu berulang datang dalam pikiran Yunan.
***
Keesokan harinya Yunan menunggu Juni dengan perasaan tak enak, apa yang akan ia katakan pada gadis belia itu muncul di hadapannya. Namun sampai waktu menjelang mereka harus berangkat Juni tak juga ke luar kamar, bahkan sarapan yang Yunan sediakan di meja makan masih utuh. Apakah Juni benar-benar marah padanya?
Yunan mengetuk pintu kamar Juni, satu kali, dua kali tak juga ada jawaban. Akhirnya Yunan memberanikan diri membuka pintu kamar Juni. Perlahan ia buka dan menemukan Juni yang masih bergelung dalam selimut dan Yunan mendengar lirih suara Juni bergumam tak jelas.
Yunan mempercepat langkahnya, ia duduk di dekat Juni dan memegang kening Juni yang ternyata sangat panas.
"Juni, Juni ....
"Mama ... Mamaaa ...
Yunan mendengar isak Juni, perlahan Yunan menurunkan tubuhnya dan memeluk Juni.
"Maafkan Om, maafkan Om ... ,"
***
"Gak papa cuman masuk angin, istri kamu? Wah selamat akhirnya ... ,"
"Sssttt bukan, anak sahabatku,"
"Hehe aku pikir kamu pedofil, punya istri abg,"
"Kamu jangan sembarangan, Marv, aku belum ...,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji untuk Juni (Sudah Terbit)
General FictionCover by @depacbs Ebook 2P Junilda Belfa Syakira sama sekali tak menyangka bahwa hidupnya akan berubah setelah mengenal Juniarka Yunantoro, gadis yang sangat membenci laki-laki sahabat papanya itu justru terjerat cinta laki-laki berusia matang, laki...