Andromeda mengikuti langkah Bu Syafa. Dia memerhatikan sepatu hak tinggi mengetuk lantai yang menimbulkan alunan suara.
Di sekitar perjalanan, banyak siswa dari kelas lain memerhatikannya. Bahkan sampai ada yang berbicara, “itu kayaknya murid baru,” yang tertangkap nyaring oleh telinganya.
“Ini kelas, kamu. XI IPS 2,” ucap perempuan bersepatu hak tinggi.
Andromeda menatap sekilas ke dalam kelas yang terisi oleh manusia berseragam sama. Ada rasa canggung yang hinggap di benaknya. Membuat dirinya tak berani melangkah.
“Tidak apa-apa, masuklah. Nanti kamu akan mengenal mereka,” ucap Bu Syifa yang sudah tahu perasaan yang dialami oleh Andromeda saat ini.
Dia masih mematung, hingga guru yang berada di kelas itu, menyambut.
“Bu Syifa!” serunya.
“Nitip anakku ya, Pak Rajib!” ucapnya.
“Oh! Tentu saja, silakan masuk!” pinta guru berambut klimis itu pada Andromeda.
Bu Syafa, melepas Andromeda. Membiarkan anak bertubuh tinggi itu menjauh darinya. Dia melihat paras tampan itu seperti tak mau ditinggal olehnya.
Sebelum duduk di bangku kosong, dia dipersilakan untuk memperkenalkan diri di hadapan pasang mata asing yang menatapnya. Jantungnya seketika berdebar sulit diatur.
Kali ini, dia menjadi pusat perhatian. Kelas yang tadinya riuh, kini berubah menjadi hening. Dia menelan ludah, dan mencoba berbicara.
“Assalamualaikum!” dia awali dengan salam.
Semua orang, serentak membalasnya, “Waalaikumsalam!”.
Membuat jantungnya semakin berdebar. Dia malu. Jikalau diberi pilihan antara freestyle motor dan pengenalan diri seperti ini, dia lebih memilih yang pertama. Lebih mengasyikkan, walau membuat orang yang menyaksikan menjadi seperti copot jantung.
“Nama saya Andromeda. Kakakku, sering memanggilku dengan sebutan, Meda.” ucapnya perlahan.
“Nama lengkapku, Andromeda Adipati Yunus. Saya berasal dari SMA Kasih Bunda yang terletak di Jakarta.” Lanjutnya, lagi.
“Namamu bagus! Apa bisa kamu jelaskan mengenai namamu?” celetuk Pak Rajib yang duduk di ujung ruangan.
Andromeda menelan ludah, “namaku diberikan oleh Ayah yang beberapa tahun telah meninggal. Kata beliau, ketika saya lahir, dia tengah memerhatikan pamanku yang sedang belajar buku astronomi. Kebetulan saat itu keluarga tengah berkumpul karena kedatangan seorang bayi, itulah aku. Lalu tanpa sengaja Ayah mendengar kata Andromeda. Dan itu menarik perhatiannya. Ketika ditelusuri nama itu, dia merasa cocok dijadikan sebuah nama untuk bayinya yang baru lahir 1 Minggu. Hingga nama galaksi yang memiliki 1 triliun bintang dan mendekati bima sakti itu, menjadi namaku.” tuturnya membuat orang di hadapan melongo.
“Oke! Silakan kamu duduk di kursi sana!” Pak Rajib menunjukkan jari telunjuknya ke depan arah kiri.
Di sana terlihat bangku yang hanya diisi oleh 1 siswa.
Andromeda berjalan ke arah sana dan segera duduk.
Sadar, dia telah menjadi pusat perhatian. Semua orang memerhatikannya. Apalagi yang merasa dirinya perempuan, terus melihatnya tanpa berkedip.
Paras ganteng yang dimiliki mampu membius orang-orang di sekitarnya.
“Oke! Anak-anak, setelah menyimak perkenalan dari Andromeda, kita lanjut ke pelajaran, ya.”
Andromeda segera mengambil buku dan pulpen dari tasnya, setelah duduk di bangku yang tersedia. Begitu banyak barang yang tersimpan di tasnya. 4 buku, 1 pulpen, 1 pensil, ponsel canggih, charger, earphone, dan botol minum.
“Hay! Andromeda.” ucap lelaki berkacamata di samping, yang membuatnya menoleh.
Andromeda tersenyum.
“Kenalkan namaku Charlie, senang bisa duduk denganmu,” ucapnya memperkenalkan diri.
“Iya! Salam kenal juga,” ucapnya singkat. Tak ada perbincangan yang panjang, karena pelajaran sedang berlangsung.
Istirahat berlangsung. Andromeda masih terlihat asing di kelas. Walau riuh manusia begitu bising terdengar.
Orang-orang dari kelas sebelah yang mengetahui ada anak baru, saling curi pandang dan cari perhatian.Yang biasanya tak pernah berkunjung ke kelas XI IPS 2, kini malah ramai berbondong-bondong. Dengan alasan berfoto ria, makan bersama, dan ngobrol.
Andromeda tak menghiraukan orang-orang di depannya dengan tawa yang terpecah. Seakan menariknya untuk menoleh.
Dia merasa tubuhnya panas, segera untuk meninggalkan kelas. Duduk di kursi yang tertata di dekat jendela kelas.
Dia melihat Charlie yang terduduk seorang diri, di sana.
***
Beberapa hari berlalu, kini Andromeda lebih dekat dengan Charlie, teman sebangkunya. Dia merasa hanya dengan anak berkacamata itu rasa kenyamanan menyeruak.
Charlie pun memiliki perasaan seperti itu.
Kendati banyak orang-orang di kelasnya yang sekedar menyapa sederhana.
Hari ini, Charlie mengajak Andromeda pergi ke kantin. Namun dia menolak. Lalu, lelaki berkacamata itu menawarkan jasa titip.
“... Atau mau nitip?” tawarnya.
Untuk menghargai tawaran teman, dia menitip biskuit kemasan biru berwarna hitam, “ya udah, aku titip biskuit, saja.”
“Oke!” sigapnya dan segera meluncur ke kantin.
Di kantin, Charlie ditahan oleh sekelompok anak yang berasal dari kelas XII IPS 1. Alvian, Felix, dan Ibrahim. Anak itu terkenal berbeda di SMA, ini. Bisa dibilang anak geng yang populer.
“Anak baru yang duduk sama lo, siapa namanya?” tanya salah satu anak tersebut, bernama Alvian.
“An-An-Andromeda, namanya,” jawab Charlie gelagapan. Rasa takut menyergap benaknya setiap bertemu dengan kelompok anak berkelas itu.
Siswa yang katanya pintar, berada, dan mereka adalah artis aplikasi video yang kontennya berisi joget-joget.
“Oke!” ucap singkat Alvian, membiarkan Charlie untuk pergi.
“Sekarang banyak orang yang melirik dia. Apa jangan-jangan lo dapat saingan, nih!” celetuk Felix yang membuat Alvian memukul kepalanya.
“Sembarangan, lo! Sampai kapan pun gue yang tetap populer di sekolah, ini.” timpalnya.
“Tapi, followers dia banyak, loh.” ucapan yang keluar dari mulut Felix, membuat Alvian dan Ibrahim menatapnya penuh pertanyaan.
“Dari mana lo, tahu?” tanya Alvian yang sedikit tak terima.
“Gue kemarin, coba nge-stalk dia, pas dia lagi nge-freestyle motornya. Cuma sekedar ingin tahu, saja.”
“Jangan-jangan secara diam, lo fans dia?” selidik Alvian.
“Apaan, sih lo. Ya, bukanlah. Gue cuman mau tahu, saja. Lagian tujuan kita di sosial media, mengintip orang kan, supaya kita bisa niru strateginya, biar penggemar kita makin banyak dan suka sama konten kita?” tuturnya dengan nada hati-hati.
“Ah! Sudah.. Sudah.. kenapa kita jadi membicarakan anak baru itu, sih. Kita kan ke sini mau makan, buat mau gibah.l,” protes Ibrahim.
Tanpa tutur kata, ketiga anak itu berjalan menuju kantin, bagian penjualan makanan yang terbilang paling mahal di sekolah itu.
Pikiran Alvian terbang ke mana-mana. Dia tahu, saat ini Andromeda telah menjadi pusat perhatian orang-orang. Termasuk beberapa teman sekelasnya yang secara tiba-tiba sering berkunjung ke kelas Andromeda.
******
Duhh.... Jangan-jangan ada yang merasa tersaingi, nih. Kayaknya.
Kira-kira apa yang akan terjadi selanjutnya, ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan Juni Untuk Andromeda
Novela JuvenilAndini menyiapkan bulan Juni untuk adiknya, Andromeda. Tetapi ketika perjuangan itu akan mencapai garis finish, malah menimbulkan sebuah tangisan sakit hati. Andini marah dan tak terima terhadap tingkah laku adiknya. Akankah Juni yang disiapkannya s...