17 | No Trespasser Allowed

618 93 7
                                    

PENJUAL bubur ayam yang dimaksud oleh Sandy bukanlah penjual bubur tenda atau tukang bubur sepeda yang berada dikawasan Senayan. Lagi, Sandy memang memaksimalkan kesempatan yang ada, mengajak Citra untuk makan di tukang bubur ayam langganannya yang berada di kawasan Ruko dekat dengan Pondok Indah Mall. Bahkan Sandy sama sekali tidak bertanya apa gadis itu keberatan, karena faktanya jika gadis itu keberatan pasti Citra akan melakukan aksi protes dan sejak mobilnya melaju, gadis itu tidak berkomentar apa-apa.

"Lu nggak ada acara kan hari ini?" tanya Sandy pelan. Citra menggeleng, "enggak ada Mas."

Saat mobilnya sudah mencapai kawasan pertokoan dimana bubur di jual, mereka keluar dari mobil dan mencari kursi kosong yang kebetulan cukup untuk dua orang. Keduanya saling berhadapan.

"Mau pesan apa?"

"Bubur ayam biasa aja, Mas, makasih," ujar Citra.

"Pake daun bawang? Pake sambal atau kecap?"

"Polos aja ya," ujar Citra. Sandy menganggukkan kepala dan segera menyampaikan pesanan kepada sang penjual, setelah selesai, ia berjalan kembali ke tempat duduknya. Mendapati Citra sedang memperhatikan sekeliling.

"Baru pertama kali ke sini?" tanya Sandy. Citra mengangguk, "iya, aku baru pertama kali ke sini. Pasti Mas Sandy sering ya?"

"Udah lama enggak, terakhir kali gua ke sini sebelum Peter berpulang," ujar Sandy sambil menyeringai kecil. Gadis itu menatap Sandy dengan kedua matanya yang lebar—jujur saja Sandy tidak tahu dan tidak bisa menebak arti dari pandangan matanya tersebut, dan Citra bakan tidak bicara apapun terkait itu. Tidak berusaha mengucapkan belasungkawa layaknya kebanyakan orang. Ia hanya mengangguk mengerti.

Tidak ada atmosfer canggung, hanya keheningan nyaman yang tidak Sandy kenal sebelumnya.

"Elu sering jogging, Ra?" tanya Sandy. Citra mengangguk, "uhm kalau senggang aja sih."

"Udah pernah jogging dimana aja?" tanya Sandy

"Kalau sejak di Jakarta, satu-satunya tempat jogging yang bikin aku nyaman cuma GBK aja."

Logat medhok khas jawa Citra masih terasa kental di telinga Sandy. Bukannya Sandy mengeluh karena hal tersebut, namun karena itu cukup unik di dengar pada telinga Sandy. Karena saat gadis itu berbicara dalam bahasa Inggris, logat medhok tersebut sepenuhnya hilang.

"Kalau musik jazz, gimana? Lu sering nonton juga?"

Ini adalah waktu yang tepat untuk Sandy mewawancarai Citra.

"Nggak bisa bilang suka juga, aku sering diajak temenku buat keluar untuk nonton accoustic night, di café gitu, atau kadang di mall-mall,  itu karena temenku yang suka banget acara acoustic atau music live jadi kalau aku lagi nggak kerja atau ada acara di luar –walaupun jarang banget – ya pasti aku nemenin dia buat nonton." Itu adalah jawaban terpanjang yang pernah Sandy dengar dari gadis itu.

Entah kenapa itu membuatnya senang. Citra kemudian berdeham kecil, "uhm, kalau Mas Sandy sendiri gimana? Suka juga?"

Sandy kira, percakapan ini akan berjalan satu arah. Ia bertanya dan Citra akan sekedar menjawab, namun sepertinya suasana di antara mereka mulai mencair meskipun sedikit sekali. Sandy mengangkat bahu, "gua suka nonton acara musik, dan kadang gua juga suka ngisi."

"Oh?! Mas Sandy anak band?"

"Nggak bisa dibilang anak band juga kan my main job is being your Senior Team Leader," ujar Sandy sambil terkekeh. Citra tertawa pelan dan menganggukkan kepala, "okay, point taken. But seriously, though, Mas Sandy ngeband juga?"

"Iya. Dan please jangan bilang-bilang ya sama Kakung kalau gua ngeband, pasti gitar kesayangan gua di dalam kamar bakalan di hancurin," ujar Sandy. Wajah Citra nampak berubah, lagi, Sandy tidak nenahamengangguk, "ah, oke."

A Beautiful Serenade - DAY6 Lokal! Alternate Universe • psjTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang