28 | Tense

545 100 5
                                    

PERUBAHAN cuaca bisa menjadi penyebab utama perubahan kondisi hati seseorang. Entah karena udara yang terlalu panas atau udara yang dingin semriwing. Citra adalah satu dari sekian banyak orang yang merasa perubahan cuaca dapat memengaruhi suasana hatinya. Apalagi pikiran Citra juga yang sekarang-sekarang ini sedang penuh-penuhnya. Di penuhi dengan banyak hal yang kalau dipikirkan terus bisa-bisa kepalanya meledak.

Malam hari ini hujan turun dengan sangat deras, menyisakan kubangan air disetiap lubang jalanan yang belum dibenahi oleh pemerintah. Pantulan cahaya bisa terlihat dari keruh air dalam kubangan tersebut. Setelah berapa waktu berselang, hujan pun mulai memelan. Hanya bulir-bulir hujan yang terlihat di bawah penyinaran temaram lampu jalan. Citra memeluk lengannya erat, sejak tadi ia menghabiskan waktu istirahat ya memperhatikan hujan dengan menyandarkan tubuhnya ke tembok. Ia tidak kedinginan, setidaknya bukan tubuhnya yang kedinginan. Hanya saja ia merasakan hatinya kosong, dan ia lelah duduk jadilah ia berdiri di sudut pantry sambil fokus dengan rintik hujan, yang seharusnya sudah tidak jatuh lagi. Ini sudah masuk musim pancaroba.

“Jangan ngelamunin gua terus,” suara itu membuyarkan lamunan Citra. Ia menoleh dan melihat Sandy berdiri di dekatnya. Ruangan pantry ini kosong. Memang selalu kosong, karena para ticketer lebih suka makan di depan komputer mereka, atau ambil waktu untuk menghabiskan satu batang rokok atau bahkan satu bungkus rokok di Mang Blek. Tapi Citra suka duduk di sini selain karena tempatnya tersembunyi, Pantry juga adalah tempat yang nyaman untuk berpangku tangan, karena jarang ada orang lewat. Biasanya, hanya Citra yang gemar duduk di sini kalau shift sore.

Tapi kenapa ia justru kedatangan orang saat ini? Kenapa pula harus Sandy yang menginvansi tempat favoritnya? 

“Siapa yang mikirin Mas Sandy?” tanya Citra kesal. Sandy hanya menanggapi dengan tertawa dan ia kemudian menjukurkan tangan menunjukan telapak tangannya, “ini udah sembuh. Salepnya manjur ya, buat main gitar lagi boleh kan?” 

Citra menarik tangan Sandy, memeriksa dengan saksama setiap ujung jemari nya memastikan kalau setiap luka ya sudah kering dengan sempurna dan kemudian mengangguk, “boleh. Ini udah kering.” 

“Jadi gini ya rasanya diperhatiin sama orang spesial,” Citra langsung memutar kedua matanya dan melepaskan tangan Sandy begitu saja. Sandy dan seribu satu cara untuk menggoda dan membuat suasana yang baik jadi menyebalkan.

“Besok Sabtu elu jogging lagi?” tanya Sandy. Citra mengangguk, “pasti dong. Pasti jogging. Kecuali kalau ada acara kaya kemarin sama Tante Poppy.” 

“Bareng gua ya?” 

“Boleh.” 

“Gua yang jemput,” ujar Sandy. 

“Bisa berangkat sendiri,” ujar Citra. Sandy terkekeh, “oke. Ketemu di sana. Gak boleh pulang sebelum ketemu sama gua.” 

“Kenapa harus gitu?”

“Gua kan mau jogging juga Ra, lagian kan bukannya enak kalau jogging sama temen? Eh, kok temen sih? Kan harusnya sama calon tunangan. Ya, kan?” goda Sandy. 

Citra benar-benar kewalahan. Sandy ini benar-benar suka iseng, walaupun kadang bahan candaan Sandy sama sekali tidak bermutu, kadang—sangat jarang—candaanya dapat menghibur Citra. Hanya yang satu ini, Citra tidak terlalu merasa itu menghibur.

“Kalau ngomong nggak usah sembarangan deh,” ujar Citra. Sandy hanya tertawa sementara keheningan mulai kembali menyapa. Namun bukan keheningan yang canggung seperti biasanya. Keduanya memperhatikan keluar jendela. Menikmati bias gerimis di bawah temaram lampu. 

Selama hampir enam bulan Citra bekerja di bawah pengawasan Sandy, Citra menilai kalau dalam pekerjaan dan posisi yang diduduki, Sandy adalah sosok Senior Team Leader yang cara kerjanya berbeda dari senior team leader sebelumnya. Citra masih segan kepada Sandy, namun ada hal lain yang membuat Citra merasa salut kepada Sandy. Sandy itu sangat kompeten. Sandy juga berkharisma dan punya jiwa kepemimpinan yang tinggi, ia juga bisa merangkul semua orang yang ada di bawahnya dan bisa bikin orang mendengarkan pendapatnya. Di sisi lain juga, Sandy juga orang yang konyol. Oh, Sandy juga seorang pemimpin yang rendah hati. Dia bilang kalau dia juga masih belajar untuk kembali menyesuaikan diri dengan lingkungan Ticketing UK dan RSA, padahal dia sudah lama kerja di market Aussie. 

Sandy menyesuaikan diri dengan cukup cepat, walaupun market AU, RSA, UK dan NA bisa dibilang cukup sulit untuk dipetakan, tapi Sandy benar-benar bisa mengambil celahnya. Bahkan, Sandy bisa mengambil jalan tengah antara Jae dan Sukri yang kerap kali bertengkar soal SOP. 
Ini adalah pertama kalinya Citra mengagumi orang lain selain Yudhis. Pandangan Citra terhadap Sandy berubah semenjak … semenjak kejadian makan siang dan arisan keluarga di rumah Sandy. Somehow, Citra bisa melihat cerminan dirinya pada Sandy. Itu membuat Citra mengerti why is he doing what he’s doing

“Oh ya, kata Mama juga kita harus cari cincin,” ujar Sandy. Citra mengerutkan kening, “cincin untuk—” 

Sebelum Sandy menjawab, Citra langsung menyadari kalau pertanyaannya adalah bodoh. Tentu saja cincin tunangan, memangnya dengan apa Citra akan diikat selain dengan cincin? 

Mendadak jantung Citra berdebar kencang. Rasa panik menjalar ke dalam dadanya. Lalu Citra mendengar Sandy tiba-tiba berbisik, “kayanya salah bahas di sini. Mungkin Sabtu ini kecepeten. Elu maunya kapan?” 

Suara Sandy pelan, lembut, berusaha agar tidak terdengar orang walaupun tidak ada siapa-siapa di sini. Jantung Citra berdebar kencang lagi. Bukan, bukan karena suara Sandy, namun rasanya ini semakin cepat. Semakin dekat dengan acara. Citra tidak tahu apakah ia sudah cukup siap atau sama sekali belum. Sepertinya Sandy melihat perubahan sikap Citra ketika ia merasakan tangan Sandy yang kokoh mendadak memegang kepalanya lembut. Rasa hangat menjalari hati Citra, kemudian ia mendengar suara Sandy yang lembut terdengar, “elu tahu kan kalau elu nggak harus ngehadapin ini sendiri?” 

Citra diam. Memang keberadaan Sandy, diakui maupun tidak, sangat membantu. Apalagi Sandy sudah banyak menawarkan begitu banyak bantuan kepada Citra. Pria ini hampir melakukan semuanya, sementara Citra… Yahh, Citra adalah Citra. 

“Gua di sini dan gua nggak akan pergi kemana-mana. You can tell me everything, Citra,” ujar Sandy. Pria itu melanjutkan, “yang tunangan kita berdua. And I am willing to do the best to make this happen. You know, you don’t have to face this alone, and you can lean on me too. Because I will lean on you. I surely will do that.” 

Citra mengangguk, kemudian Sandy menurunkan tangannya dan menghela nafas panjang, “let’s discuss this later. Mendingan elu balik kerja sekarang. Biar fokus lagi.”
Citra mengangguk lalu kemudian ia menghela nafas panjang dan berbalik menuju ke meja kerjanya. Duduk di samping Dhanu dan mulai melanjutkan kerja. Dhanu menoleh ke arah Citra. Membuat Citra juga menoleh ke arahnya. 

Dhanu menghela nafas, “elu nonton gua kan minggu ini?” 

“Iyaa,” ujar Citra. 

Good, gua kangen main bareng elu sama Andrea anjir,” ujar Dhanu. Citra menganggukkan kepalanya dan kemudian kembali fokus kepada pekerjaan yang ada di depannya. Walaupun itu sama sekali tidak mengurangi rasa gundah di hatinya. 

“Eh Ra—” Dhanu tiba-tiba kembali memanggilnya. Citra menoleh dan cowok itu terlihat ragu sebelum kemudian Dhanu menghela nafas, “elu udah move on dari Yudhis?” 

“Maksudnya?” 

“Nggak papa. Gua tiba-tiba kepikiran aja, akhir-akhir ini elu beda aja. Masih ngomongin Yudhis sih, tapi frekuensinya jarang banget. Jadi gua make sure aja,” ujar Dhanu. 

***

****done revised****
Citra panik ngomongin cincin.
Uwu, nervous kali ya mau nikah sama cowok ganteng kaya Sandy hihihi.
Kira-kira si Dhanu kenapa ya? Kok tiba-tiba nanya soal Yudhis padahal Citra nggak lagi bahas.

Semoga Citra akhirnya buka hati deh!
Di tunggu tanggapan ceritanya ya~
Jangan lupa vote karena itu berarti banget buat aku.
Kalau mau ada kritik dan saran juga boleh ❤️

- Ale 🌻

A Beautiful Serenade - DAY6 Lokal! Alternate Universe • psjTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang