In your sleepless night,
do i come to your mind?
'Cause even in my saddest dream,
you're always there.❄❄❄
Sooyoung membuka mata, mengakhiri tidur pelepas penatnya. Hari ini kroma langit cukup cerah. Andai saja ia tak bergelut dalam dunia hiburan, mungkin ia akan berlari-lari kecil melatih otot-ototnya tanpa khawatir akan sorot mata dan kamera.
Terhitung sudah tiga hari sejak pertemuannya dengan Taehyung, selama itu pula mereka tak saling mengirim pesan maupun bertukar kabar. Sedari awal, relasi keduanya memang tak pasti. Penuh romansa, namun kembali berdistansi di kemudian hari. Lama-kelamaan, ketidakjelasan tersebut menjadi sebuah repetisi, saling menjadi sumber euforia, tetapi juga saling menyakiti.
Terkadang Sooyoung ingin kembali ke masa di mana eksistensi mereka belum mengglobal seperti sekarang. Andai. Sebuah nomina berisi eskapisme, harapan yang tak sanggup teraminkan.
Ia menghela napas, mengembalikan kesadarannya yang sempat terdistraksi kemudian menjejakkan kaki ke luar kamar. Seperti hari-hari lainnya, semua anggota grupnya sibuk dg rutinitas mereka, mulai dari memasak sarapan, menekan remote TV berulang-ulang, hingga memainkan deretan enam senar gitar.
Hari ini Sooyoung mendapat jatah libur. Drama yang ia mainkan telah menayangkan episode terakhir. Beban kerja yang ia pikul terangkat satu, pundaknya menjadi lebih ringan. Berbeda dengan beban pikirannya yang bertambah satu–atau mungkin lebih–ia tak tahu jumlah absolutnya.
Joy mendudukkan raganya di atas sofa berwarna khaki, membaur dalam perbincangan seru antara Wendy dan Yeri. Sesekali ia melepaskan tawa, kemudian kembali menjadi pendengar setia. Sejenak ia bisa lupa akan beban pikiran yang ia tanggung.
Sayangnya, paginya yang damai hanya temporer, berakhir ketika handphone nya berdengung keras dari dalam kamar, menandakan sebuah panggilan masuk. Joy berdiri, memikirkan probabilitas mengenai siapa yang menghubunginya pagi-pagi sembari membawa daksanya ke sumber bunyi.
Ia mengangkat handphonenya. Tertegun sesaat ketika membaca nama yang terpatri di layar. Paginya yang damai benar-benar berakhir. Joy menimbang, tak segera menggeser tombol hijau. Pagi ini, tombol reject berwarna merah entah mengapa terlihat lebih sensual.
"Ya, halo," ucap Joy pada akhirnya. Ia memilih untuk meredam ego, memilih untuk makin merusak paginya yang telah hancur.
"Halo. Apa aku mengganggumu?"
Jelas! Rasanya wanita itu ingin berteriak, menumpahkan kekesalannya pada orang yang merusak sinar mentari paginya itu.
"Tidak masalah," bohong Joy.
Tak ada yang berucap untuk durasi sepersekian sekon, menyisakan kebisuan dalam kecanggungan. Joy maupun lelaki yang menghubunginya itu–Sehun–sibuk bersenandika, terbuai dalam ilusi tak bermakna.
"Apa mungkin ada yang ingin kau katakan padaku, Sehun-ssi?" wanita itu membuka percakapan, tak mengharapkan panggilan yang bertele-tele, apalagi berlama-lama.
Sehun memeras otak, memilah diksi yang sesuai untuk diucapkan. "Bolehkah aku meminta waktu berhargamu hari ini? Beberapa hal perlu diluruskan dan aku tidak mau ada kesalahpahaman. Jika kau bersedia, aku akan menjemputmu di dorm sekarang."
Selanjutnya, yang terjadi adalah lelaki itu bangkit dari ranjang dengan sedikit tergesa, membuka walking closet nya, serta memadu-madankan setelan yang ia miliki.
Ia harus meluruskan semuanya. Ia harus meyakinkan wanitanya.
❄❄❄
KAMU SEDANG MEMBACA
Artificial Love
Fanfiction"Being in Kpop industry means faking everything, such as our love. What do you expect?" sehun x joy x v ©hayoxn