Sooyoung mengendarai sedan putih berlogo bintang tiga sisi miliknya, membelah hiruk-pikuk metropolis Seoul pukul dua. Atensi gadis itu penuh pada lintasan, sedangkan jari lentik berkuku birunya mengetuk-ngetuk teratur roda kemudi mengikuti melodi.
Skedul hari ini nihil. Tak sering ia mendapat kesempatan emas seperti sekarang. Karena itulah ia memanfaatkan jackpotnya dengan bijak; berbelanja fashion item terbaru dari brand nondomestik high-end. Dibanding dengan ruah upah yang ia dapat, tumpukan paper bag di bangku sampingnya pun masih jauh lebih murah.
Ia menolehkan kepala, mencuri pandang pada kantong plastik putih bergambar emblem restoran ayam favoritnya. Bibirnya melengkung ke atas, tak sabar untuk tiba di lokasi tujuan.
Sooyoung kembali melihat rute yang ditempuh. Sedikit lagi, beberapa kilometer lagi. Ia akan sampai. Dengan helaan napas kasar dan cengkraman yang menguat pada kemudi, ia memperdalam injakan pedal gas hingga jarum speedometer menyentuh kepala 7.
❄❄❄
Taehyung membuka pintu apartemennya tepat saat bel akan berbunyi untuk kali ketiga. Pria itu tersenyum lebar, meneliti tiap inchi wanita berkaos putih dengan bawahan wide leg jeans nya. Yang ditatap pun balas tersenyum, memamerkan matanya yang menyipit seraya mengangkat kantong plastik ke jangkauan mata Kim Taehyung, "Aku membawa ayam kesukaanmu!"
Lelaki itu menggigit bibirnya menahan gemas. Ia menarik tangan sooyoung untuk memasuki apartemen, menutup pintu dengan keras, kemudian tanpa aba-aba lengannya mendekap erat daksa sang wanita.
"Kau kemana saja? Tega sekali menyiksaku dengan rindu."
Joy membalas pelukan 'selamat datang' tersebut, melampiaskan rasa rindunya yang sama besar dan meletup-letup. "Maaf karena baru bisa menemuimu."
Dekapan Taehyung melonggar, sengaja membuat jarak agar dapat menyaksikan ekspresi Sooyoung. "Sekarang kau sudah di sini, tidak perlu meminta maaf," runtutnya. Ia tersenyum lagi, mengacak pelan surai di depannya sebelum membawa langkah mereka menuju ruang utama.
Seperti biasa, tiap menit yang mereka habiskan bersama akan diisi dengan makan, berbincang sana-sini, menonton film komedi hingga thriller, bermain dengan yeontan—anjing pomeranian hitam Taehyung, atau hanya sekadar berguling-guling di atas karpet bulu domba. Tak perlu sky dinner diiringi live music, waktu luang dan kebersamaan merupakan suatu kemewahan bagi para korporat hiburan.
Sore itu, kerlap-kerlip kota Vienna serta rentetan kalimat magis Jesse dan Celine lah yang bertugas mengisi layar kaca. Bukanlah kali pertama film lawas "Before Sunrise" itu berputar untuk Taehyung maupun Joy. Namun, deskripsi bosan tak pernah sekali pun mengejawantah.
Mereka sepakat untuk memberi title "Favorit" pada film keluaran tahun 1995 tersebut. Jatuh cinta dengan cara paling sederhana, tema itulah yang membuat "Before Sunrise" melekat di hati penonton, tak terkecuali Sooyoung dan Taehyung. Jauh dalam lautan pengharapan, mereka pun mensemogakan untuk memiliki cinta yang sederhana: tak perlu risau akan sorot kamera serta atensi publik.
Joy menggerakkan jari kakinya yang terlindung selimut. Cemas hati ia menerawang dongeng cintanya yang rumit, tak sesederhana bertukar pikiran sambil menjelajah trotoar Vienna. Andai ia Celine. Andai Taehyung Jesse. Andai. Sebuah diksi utopis sarana eskapisme.
Gadis itu menghela napas, tak memberi hirauan pada dialog panjang Ethan Hawke—pemeran tokoh Jesse—yang sedang berputar di televisi 55 inchi. "Taehyung, aku punya pertanyaan."
Lelaki yang dipanggil menoleh, memindah fokusnya seraya mengangkat alis penasaran dan meminimalkan volume TV. "Tanyakan saja."
Joy menatap bola mata pekat jelaga Taehyung, terpesona pada mata yang sejernih kristal dan sedalam lautan. "Have you been in love?"
Taehyung memberengut, membentuk lipatan di dahi. Kenapa gadis di depannya ini menanyakan hal yang selalu ia tunjukkan secara terang?
"I mean, that kind of deep love, as simple as laughing at unmatched socks, as easy as tying the shoelaces, or as cozy as a warm embrace. Did you ever feel it?"
Sosok yang ditanya tersenyum beribu makna, kemudian menghindari tatapan penasaran Joy. Napasnya ia embuskan tenang, berusaha memilah jawaban paling pantas. "I have been feeling it.."
Jawabannya ia potong. Telapak tangannya ia gosokkan ke tengkuk, meminimalisasi hatinya yang mendadak gugup. "..for years."
Sooyoung meneguk salivanya susah payah, tak siap mendengar kisah asmara yang akan ia dengar. "i've been feeling? why did you choose that phrase? does it affect you that much?"
Senyum beribu makna kembali terpajang pada wajah Taehyung. Memorinya mencoba memutar rentetan kisah berkroma merah hati yang pernah ia lewati. "Yes, it does. I've been falling for her, i've been simping for her, i've been loving her very deep 'til it feels hurt, yet beautiful."
Ulas lengkung bibir tergambar pada Joy. Kakinya bergerak merasa tak nyaman, merasa telah bertanya sesuatu yang salah. "Then, how is it now? Do you blame your heart? Do you regret it?"
Pria Kim itu tak langsung menjawab. Sorot matanya menyendu, laksana halimun mengitari kepalanya.
"No matter how painful or tearjerker it is, I won't regret it. I'll carry the harms and give her the joys." Ia mengarahkan raganya agar sepenuhnya menghadap Joy. Kakinya ia silangkan di atas sofa, mencari posisi ternyaman yang bisa ia rasakan.
Pandangan Joy balas menatap dengan sama sendu. Perasaan cengeng mulai menggerogoti hatinya, terharu merasakan seberapa besar dan tulus afeksi yang selama ini Taehyung miliki. "Do you still love her?"
Taehyung mengangguk tanpa sedikit hesitasi. "I do". Jelaganya menerobos dan menelisik masuk ke dalam mata Sooyoung, menyalurkan segala rasa yang tumpah-ruah di hatinya.
"I love you, Park Sooyoung. And i will always do."
Hancur sudah bendungan yang Joy bangun susah payah. Mata Sooyoung mengabur simultan dengan tirta yang meluruh. Bibirnya bergetar menahan isak, wajahnya merah padam merasakan sesak hebat pada relung hatinya. Ia tak kuasa untuk meninggalkan bekas luka pada kasih yang Taehyung beri. Ia tak bisa menyakiti Taehyung lebih keras lagi.
Dengan berderainya air mata, dengan segala kalut marut yang memakan habis perasaannya, langit jingga sore itu menjadi saksi Joy yang mencium bibir Taehyung. Saksi betapa besar cinta mereka berdua. Saksi dari sumpah yang Joy katakan dalam hati, sekaligus saksi dari awal kisah kasih rumit yang menanti.
❄❄❄
Jadi, kalian tim siapa nih?
Vjoy?
atau
Hunjoy?
Di part ini aku sengaja ada yg pake bahasa inggris karena bisa naruh durasi scr tersirat sekaligus menunjukkan betapa besar perasaan lewat tenses yang aku pakai.
contohnya:"I've been feeling it" ➡️('it' nya refers to perasaan cinta yg dimaksud joy).
Frasa ini pake present perfect continuous yg time stamp nya adalah 'waktu yg tdk jelas di antara present dan past, pasti berawal tp tdk diketahui pasti kapan berakhir. kejadian terjadi di past dan masih terus berlanjut hingga seterusnya (gatau sampai kapan)'. Jadi tuh feeling love nya berawal (muncul) di past tapi sampe skrg masih terus muncul kyk baru pertama kali dan bikin si Taehyung gatau pasti kapan pertama kali muncul dan kapan akan berakhir.
selain untuk menekankan waktu yang tdk diketahui pasti, tense ini juga lebih fokus ke akibat. nah, akibatnya aku jelasin di bagian "it hurts yet beautiful"
jadi begituu hahaha maaf ya kl ngesok inggris pdhl grammar atau tensesnya masih sangat banyak nilai minus.
terakhir, aku minta doanya yaa supaya bisa lolos sbmptn taun ini😭 aku gatau doa siapa yg lebih cepet sampai, jd aku mohon doanya dr kalian semua😭
terima kasih sdh baca, sabar ya nunggu next update hehe.

KAMU SEDANG MEMBACA
Artificial Love
Fanfiction"Being in Kpop industry means faking everything, such as our love. What do you expect?" sehun x joy x v ©hayoxn