05 || Masa Lalu

4 0 0
                                    

Warning !! Typo bertebaran
Happy reading !
°°°

Sudah 2 jam berlalu namun Irene masih setia menutup matanya. Nafasnya yang sebelum tak beraturan kini sudah lebih teratur dan itu membuat Vino sedikit lebih lega.

Satu setengah jam yang lalu Vino menghubungi Aldi. Ia menceritakan semua yang terjadi. Saat itu juga Aldi langsung melaju menuju kantor Irene.

"Masih belum sadar ?" tanya Aldi. Vino menggeleng.

"Gimana caranya buku itu ada disana ? Bukannya sudah dari dulu gue nyuruh lo singkirin tuh buku ?" tanya Aldi lagi.

"Gue kelepasan. Udah lama tuh buku ilang dari pengawasan gue, tau-taunya udah ketahuan duluan,"

Aldi mengusap wajahnya kasar. Ini adalah hal yang paling di khawatirkan. Ia takut jika memori yang sengaja dikubur itu akan terbuka hanya karena melihat satu nama. Efeknya memang benar-benar sangat kuat.

"Bakar bukunya !"

"Hah ?"

"Hah heh hah heh, lo budeg apa gimana ? Gue bilang bakar tuh buku !" ucap Aldi dengan tangannya memukul kepala Vino.

"Woi sopan dikit ama yang lebih tua," ucap Vino kesal.

"Dih cuma beda 3 tahun, kagak tua-tua amat," elak Aldi.

"Tetap aja gue lebih tua dari lo !" balas Vino yang balas memukul Aldi.

Kalian pasti bertanya bagaimana kedua makhluk itu bisa akrab. Ceritanya cukup panjang. Intinya mereka berdua sudah saling mengenal sejak lama. Ralat, bukan berdua tapi bertiga.

Pertanyaanya, siapa yang ketiga ?

°°°

Irene mengerjapkan matanya. Mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke iris matanya. Sangat menyilaukan.

Setelah dirasa cukup, ia mulai memperhatikan sekitar. Ia berada di kamar di ruangannya. Tapi bagaimana ia bisa ada disini ? Bukankah terakhir kali ia tengah mengatasi hacker yang mencoba meretas akunnya ?

Baiklah lupakan. Jam berapa sekarang ?

Irene menatap jam dinding berwarna putih yang terpasang rapi di dinding bercat abu-abu itu. Sudah jam 4 sore. Berapa lama ia terlelap ? Sepertinya sudah sangat lama.

Ia segera beranjak dari tempat tidur. Memperhatikan penampilannya di cermin. Sangat kacau. Entah apa yang terjadi sebelumnya. Tapi ia tidak pernah sekacau ini ketika baru bangun tidur. Irene pun merapikan kembali penampilannya sebelum keluar dari kamar kecil tersebut.

Saat keluar ia sudah disuguhkan dengan tumpukan berkas yang cukup tinggi. Baiklah, ia akan lembur malam ini.

Tanpa banyak mengomel, ia langsung mengerjakan semua berkas-berkas tersebut. Bersikap seolah tidak mempedulikan ataupun mempertanyakan hal apa yang terjadi padanya sebelumnya. Walaupun sebenarnya ia ingin bertanya.

Dari luar, Vino tahu bahwa bosnya itu sudah sadar. Ia yakin pasti ada pertanyaan yang mengisi kepala gadis itu. Tapi gadis itu menahannya dan lebih memilih fokus pada berkas-berkas di hadapannya.

Lagipula itu adalah ide Aldi yang menyuruhnya untuk memberi Irene setumpuk berkas yang cukup banyak agar gadis itu lupa dengan pertanyaan yang pasti sudah siap ia lontarkan. Laki-laki itu tidak mau mengambil resiko membuka memori dalam otak Irene. Vino pun menyetujui hal itu dan meminta para pegawai lainnya untuk menyerahkan beberapa berkas untuk Irene. Untungnya semua berkas tersebut telah siap sebelum gadis itu sadar.

Bloody gameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang