Bagian tiga

1.3K 116 8
                                    


"Mau ga nih?" tanya malik sekali lagi

"Ogah"

"Serius?"

"Iya"

"O" Malik membulatkan mulutnya

"O apaan?"

"Yaudah" ucap Malik seraya menyalakan mesin motornya, tak lupa ia meletakkan kembali sepatu Caramel di tanah, dan kemudian pergi begitu saja.

Caramel hanya bisa menganga melihat aksi kurang ajar si Malik binti kampret itu.
Ketika Malik telah keluar melewati gerbang, barulah Caramel mencak-mencak sendiri di tempatnya,

"Ishh, dasar cowo nyebelin, ga punya hati, kasar, ihh serasa pengen gue cakar tuh muka dia" geram Caramel sambil terus menghentak-hentakkan kakinya di tanah, tak peduli dengan kakinya yang hanya menggunakan satu sepatu, saking geramnya dengan Malik dan sibuk dengan aktivitas menghentak-takkan kakinya, Caramel tanpa sadar menginjak sebuah batu kerikil yang cukup tajam hingga membuat kakinya luka dan mengeluarkan darah segar.

"Awwww, sakit" ringisnya sambil mendudukkan dirinya, untung saja parkiran sudah sepi jadi ia tak perlu repot-repot merasa malu,

"Darahnya banyak lagi, duhh gimana nih, ga kuat jalan lagi gue" ucapnya panik karena darah yang keluar lumayan banyak.
Caramel pun berusaha berdiri, sebelum berdiri ia mengambil sepatunya yang sebelah lagi  yang terletak tak jauh darinya, setalah itu ia berusaha berjalan, meski jalannya sangat lah lambat dan gontai tapi Caramel terus berusaha untuk keluar dari area sekolah, dan memutuskan untuk beristirahat di halte saja.

"Mau nelpon siapa nih gue?" tanyanya pada dirinya sendiri, sambil merenungi nasibnya sebagai anak Broken Home.

"Mana ada orang yang peduli sama gue" ucapnya seperti berbisik sambil menahan sebulir air jernih yang ingin sekali lepas landas dari pelupuk matanya,

"Jangan nangis Anjirr, manja banget" ia menyemangati dirinya sendiri seraya tersenyum sinis mengingat betapa tak berdaya dirinya.

Memang, Caramel adalah sosok gadis paling ceria dimata orang-orang, tapi siapa sangka? Bahwa Caramel ternyata memendam sendiri lukanya. Bukan luka tentang cinta, melainkan tentang keluarga. Ibunya meninggal waktu Caramel kelas 3 SMP, ibunya meninggal karena mengalami depresi berat akibat ayahnya yang suka bermain dengan perempuan lain secara terang-terangan, ayahnya tak segan-segan membawa gadis-gadis berbeda setiap harinya ke rumahnya dan menjadikan ibunya sebagai pelayan untuk melayani gadis-gadis Sastro, Ayahnya.

Sebenarnya Caramel sangat muak melihat tingkah ayahnya yang semena-mena, tapi apa boleh buat? Ia tak berdaya, ia tak bisa melawan ayahnya sendirian.

Kinanti, ibunya terlalu sabar dan tabah menghadapi sikap ayahnya. Hingga pada saat ibunya menghembuskan nafas terakhir, Sastro sama sekali tak terpukul akan kepergian istrinya, ia terlihat sangat biasa-biasa saja. Berbanding terbalik dengan Caramel yang sudah seperti orang gila ketika mengetahui bahwa ibunya telah tiada, sosok malaikat tak ber sayapnya kini telah pergi menghadap sang Ilahi.

"Relakan saja dia, dia sudah mati" kata Sastro waktu itu, kalimat tersebut terus saja terngiang-ngiang di kepala Caramel, hingga ia sadar telah melamun terlalu lama di Halte sendirian.

"Arghhh, ayah macam apa dia itu" geram Caramel sambil memaksa memakai sepatunya padahal luka di kakinya masih mengeluarkan darah dan belum di bersihkan, ia tak peduli dengan kakinya, yang ia dipikirannya saat ini adalah ingin secepatnya berlari ke makam ibunya, tapi ia sadar bahwa ini sudah terlalu sore, dan pastinya Sastro dan Zinki ibu tirinya pasti memarahinya. Akhirnya, ia memustukan untuk pulang ke rumah saja, ia mehanan angkot yang menuju rumahnya.


Haiii apa kabar?

Gajelas banget cerita ku maap. Tapi jangan lupa di vote, komen dan masukin ke perpustakaan kalian yaa.

Sampai ketemu di part selanjutnya 😚

CARAMELIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang