Bagian empat

1.1K 95 7
                                    

Haiii kembali lagi dengan aku, Senja.

Kalian masih hidup tapi hati sudah mati.

-Caramel Amelia Kinanti-

Pemandangan yang pertama kali Caramel liat saat membuka pintu rumah ialah Zinki, ibu tirinya tengah bersandar di dada bidang ayahnya dengan mata terus mengarah ke Televisi.

"Assalamu'alaikum, Caramel pulang" lirih Caramel karena ia tahu salamnya tidak akan di jawab oleh mereka berdua. Dan benar saja salamnya benar-benar tak terbalaskan, Sastro ayahya malah bertanya.

"Dari mana saja kamu, jam segini baru pulang?!" hentak Sastro.

Caramel bungkam, ia bukannya tak ingin menjawab, melainkan ia tak punya jawaban. Mana mungkin Caramel mengatakan bahwa kakinya terluka terkena batu saat di sekolah tadi hingga membuat ia harus berdiam diri di halte karena kakinya terasa nyeri. Toh, ayahnya pasti tidak akan peduli juga, jadi Caramel lebih memilih diam.

"Jawab!" gertak Sastro dengan suara keras hingga membuat Zinki ibu tirinya berdiri dari sofa dan tersenyum sinis kepadanya.

"A-a-anuu ayah" jawab Caramel terbata-bata, ia menahan agar air matanya tidak jatuh.

"Anu apa hah? Dasar wanita murahan!" teriak Sastro hingga menggema di setiap sudut rumahnya.

Degg.

Runtuh lah sudah pertahanan Caramel, air matanya pun lolos keluar dari mata indahnya, perkataan ayahnya barusan masih terekam dengan jelas di telinganya, terus berputar-putar di otaknya. Ia tak menyangka bahwa ayahnya akan berkata se kasar itu kepadanya. Caramel menangis tersedu-sedu dengan kepala terus menunduk, tubuhnya terasa sangat lemah ketika perkataan ayahnya itu menusuk ke gendang telinganya, serasa ada godam yang menghantam dadanya, Caramel lemah, Caramel menyerah.

"Seharusnya kau tidak usah pulang" Sinis Zinki kepada Caramel,

"Kau hanya anak kecil yang menyusahkan" lanjut Sastro tak kalah sinisnya.

"Iya Ayah, mulai besok Caramel akan tinggal di apartment saja" jawab Caramel sambil mengusap air matanya

"Baguslah" jawab mereka bersamaan

"Memangnya kau tahan tinggal sendirian? Ucap Zinki tersenyum sinis

"Iya, aku tahan! Kan ada ibuku di sana, ibu Kinanti" jawab Caramel dengan sengaja mengeraskan suaranya ketika menyebut nama ibunya.

Zinki diam, dia tidak tahu harus menjawab Caramel bagaimana lagi. Memang Caramel berani membantahnya namun Caramel segan kepada ayahnya. Itulah yang membuat Zinki terus merayu Sastro supaya Sastro sangat membenci Caramel.

"Apa kau bilang? Ibumu menemani mu? Haha ingat Caramel, dia sudah mati" Emosi Sastro kembali naik ke ubun-ubun ketika mendengar perkataan Caramel barusan.

"Ibu ku memang sudah meninggal, tapi kurasa ia akan tetap menemani ku. Tidak seperti kalian, masih hidup tapi hati sudah mati! Gertak Caramel, ia tak suka jika ayahnya masih saja tidak peduli akan Kinanti, ibunya.

"Jaga mulutmu Caramel" ucap Sastro berapi-api sambil membuka gesper atau tali pinggangnya, Sastro berjalan mendekat ke arah Caramel.

Plakkkk

Sastro memukulkan gespernya di tangan Caramel begitu keras, tanpa rasa kasihan.

"Arrghhh, sakit ayah" ringis Caramel, air matanya kembali ingin turun tapi ia berusaha menahannya.

Ayahnya hanya tertawa "Makanya jaga bicaramu"

"Ini memang fakta, kalian masih hidup tapi hati sudah mati" lanjut Caramel lagi, dan

Plakkk

Lagi-lagi gesper itu melayang ke tangan Caramel, tangannya yang putih pun seketika berubah warna menjadi merah, ada darah juga yang keluar, kini rasa sakitnya bertambah parah. Pertama, kakinya masih terasa perih, kedua, tangannya luka terkena gesper, tapi luka itu tidak ada artinya bagi Caramel, menurutnya luka terdalamnya adalah ketika ia menyadari bahwa ayahnya benar-benar tidak peduli padanya.

"Masuk ke kamar mu Caramel, dan bereskan semua barang-barangmu, besok pagi aku sudah tidak ingin melihat wajahmu ada dirumah ini" ucap Sastro sambil berjalan meninggalkan Caramel kemudian di ikuti Zinki dibelakangnya.

Sepeninggalan ayahnya, Caramel menjatuhkan dirinya di lantai sambil terus menangis, ia tak menyangka ayahnya sejahat itu kepadanya. Setelah merasa puas menangis barulah Caramel bangkit dari duduknya dan kemudian berjalan ke kamarnya.

Disinilah Caramel, didalam kamarnya yang berwarna putih bersih, ia tak henti-hentinya memandang setiap sudut kamarnya yang bisa dibilang untuk terakhir kalinya. Setelah puas memandang, ia mengumpulkan seluruh barang-barangnya yang akan ia bawah ke apartment besok pagi, tak lupa ia membawa fotonya bersama Kinanti, ibunya yang tersimpan rapi didalam bingkai foto dan boneka mickey mouse kesayangannya yang ia beri nama Cika.

"ibuuu, ayah jahat" lirih Caramel seperti berbisik.

Caramel kemudian membaringkan tubuhnya di kasur, mencoba untuk tertidur dan melupakan seluruh masalahnya hari ini, dan harus bersiap-siap melawan hari-hari esok yang akan ia lalui seorang diri.

Kasiann Caramel huhu, semoga dia kuatt hadapin semuanya.

Oh iyaa jangan lupa vote dan komen jga ya😚

Sampai jumpa di part selanjutnya.

Picture by Pinterest

CARAMELIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang