Part 2

6 0 0
                                    

"Mas undurin lagi ya pernikahan Mas"

masih ku peluk erat tubuh kokohnya, aku tidak tau harus menjawab apa lagi

"Ara pengen pulang"

dia mengusap lembut air mata di pipiku, dan mencium puncak kepalaku dengan sangat lembut. hangat

"yaudah, yuk kita pulang"

Mas Dion merangkulku sembari berjalan menuju mobil.


"Mas"

"kenapa Ra ?"

"Ara nggak masalah kalau mas mau cepet2 nikah"

Mas Dion menerawang jauh dibalik jendela kamarku. masih diam, dan aku masih tertegun dengan apa yang aku katakan barusan.

Mas Dion beranjak meninggalkan kamarku tanpa sepatah katapun. selang 15 menit, dia kembali membawa dua gelas coklat hangat.

"diminum dulu"

"Ara serius ngomong barusan, Mas"

dia mengusap lembut kepalaku

"iya, Mas tau"

hening.


"Ara, sudah siap ?" aku mengangguk yakin

"Ara sudah yakin Mas tinggal? kalau Mas nikah, artinya Ara udah gabisa keluar masuk di kehidupan Mas lagi. Artinya Ara harus nemuin seseorang yang siap buat bahagia in Ara"

"Mas gausah kuatir, aku udah mikirin ini dari Mas bilang mau serius sama Mbak Indi"


2 bulan setelah perbincangan kami malam itu, Mas Dion lebih sibuk mempersiapkan pernikahannya. Aku senang, jika akhirnya dia berjalan menuju takdirnya. terbesit di dalam hatiku rasa sesak yang kembali mengingatkan aku pada seseorang yang memilih pergi tanpa berpamitan. seseorang yang merubah hidupku, bahkan hingga saat ini aku tidak tau dia dimana. tidak tau apa kabarnya. tapi yang aku tau, dia sudah bersama wanita lain, wanita yang dia pilih untuk menggeser posisiku dengan sangat menantang. tapi aku, belum bisa mempersilahkan orang lain masuk menggantikan posisinya.

mungkin aku sudah gila. tapi Mas Dion tidak pernah menjadikan aku gila. justru dia menuntunku untuk sembuh, perlahan dan perlahan.


hari ini, aku mencoba memulai hidup lebih baru lagi. mencoba hidup lebih mandiri. aku tau, tidak ada siapa siapa lagi yang bisa aku sandarkan. dan mungkin, aku terluka lagi. ketika lukaku belum sepenuhnya sembuh, dan harus ditumpuk dengan luka yang baru.

bahkan aku merubah dekorasi kantorku, merubah tatanan apartment ku, merubah penampilanku. ya, aku merubah semuanya.


Minggu, 17 Desember

hari ini, aku memakai gaun berwarna pastel, sesuai dengan tema pernikahan outdoor Mas Dion. aku selalu berjanji untuk menjadi bagian dari tamunya. tidak banyak yang datang, hanya 80 orang saja. rencana pernikahan ini memang sangat private.

aku melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah mereka. tidak terasa, aku juga ikut bahagia.

"Ra" suara samar seorang wanita yang menghampiriku, dia Afna, teman SMA ku

"apa kabar?" dia mencium pipi kanan dan kiriku. seperti ekspresi wajah yang merekah karena sudah lama tidak bertemu

"hei, baik baik, kamu apa kabar?"

"mama" teriak seorang anak kecil berumur 2 tahun berlari menuju arah kami

"ini anak semata wayangku" aku hanya tersenyum menyambut gadis manis tersebut

"udah lama banget ga ketemu ya" ujarku sembari mengingat kenangan SMA yang sudah bertahun tahun berlalu. kami asik mengobrol dengan banyak topik. 

"mas bian apa kabar?"

topik yang selalu aku hindari akhirnya tiba juga

"anak-anak alumni pada tau kalau kalian pisah katanya ada orang ketiga"

"oh ya ? ternyata banyak yang tau ya" aku tertawa kosong

"kita semua khawatir sama lu, Ra"

"gue pikir, healing semudah itu untuk sembuh Na, lucu nggak sih ketika semua alumni tau gue di selingkuhin setelah bertahun tahun bareng"

"jangan bilang ini alasan lu gapernah dateng ke acara alumni?" aku tersenyum tipis

"gue malu ketemu anak-anak, gue malu ketemu sama orang-orang yang dulu pengen jadi pacar gue tapi gue tolak karena gue mamilih dia"

"Ra, lu sadar ga sih. harusnya yg malu-maluin itu ya si Bian. ya bisa bisanya gitu orang sebaik dan secantik elu di selingkuhin, udah gila itu orang"

perbincangan kami terasa redup, seketika suasana ramai itu terasa hening bagiku

"lu gapapa ra?" air mataku sudah di pelupuk, ku tahan dengan sangat kuat. benar-benar hari ini aku harus menghargai tuan rumah acara.

"gue ngerti ra, lu nggak baik-baik aja selama 2 tahun ini, nggak semua hal harus dipaksa dengan gapapa, Ra"

"kehidupan itu lucu, yang dikejar lari, yang di mau pergi" jawabku

"are you ok?" aku hanya diam

"you still need someone for listen you more, mungkin nanti gue akan sering main ke kantor lu"

"eh iya, gue disana tiap sore. ntar lu kontek aja kalau mau kesana" ujarku

SebatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang