🍉 4 🍊

324 30 7
                                    

Mohon maaf ceritanya ditinggal lama sekali baru bisa update. Semoga masih dinanti-nanti 😭🙏

Biar ga bingung guysss.....
Ini keluarga Manendra

Include: Tiyo Arya Manendra (ayah)Jennie Ruby Maharani (Mama)Mark Aditya Manendra (kakak)Ayang Bagus Manendra (adek)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Include:
Tiyo Arya Manendra (ayah)
Jennie Ruby Maharani (Mama)
Mark Aditya Manendra (kakak)
Ayang Bagus Manendra (adek)

Ini keluarga Alarice

Include:Tenandra Alarice (paps)Ni Kadek Lalisa Manoban (mams)I Putu Arjuna Alarice (alien)I Made Mahendra Alarice (kuda)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Include:
Tenandra Alarice (paps)
Ni Kadek Lalisa Manoban (mams)
I Putu Arjuna Alarice (alien)
I Made Mahendra Alarice (kuda)

Maap yak tokohnya banyak banget, huhuhu.

🍊🍊🍊

Keadaan darurat, kami bahkan belum membicarakan keputusan lanjut tentang kehamilanku. Tapi orang tua Mark malah sudah tau.

.....Hancur.

Hancur sudah harga diriku di depan keluarga Mark. Aku terlihat tak lebih dari wanita murahan pembawa petaka bagi mereka.

Belum lagi ada keluarga Arjuna disini. Secara tidak langsung aku juga penyebab Arjuna babak belur tadi.

Kulihat om Tiyo menunduk memijit pelipinya kuat. "Oke, semua masuk ke ruang inap dulu."

"Yah tenang oke aku bisa jelaskan, sekarang aku harus ke Arjuna dulu." Cicit Mark.

"Masuk kamu!!" Teriak om Tiyo seraya menuding Mark di depan matanya.

Semua terperajat kaget, apalgi Mark. Anak emas ini tidak pernah melihat ayahnya yang lembut berubah semengerikan ini.

Jujur saja aku menyesal mengaku kepada Mark, seharusnya aku lari dan menutup masalah ini rapat-rapat. Tapi terlambat, melarikan diripun tak bisa.  Kakiku terlanjur lemas karena ketakutan.

"Bang, tenang ya... Ingat ini masih di rumah sakit, gak enak sama pasien lain." om Ten sebisa mungkin menenangkan om Tiyo.

"Mark, tolong kerjasamanya. Kamu cepat masuk, jangan nambah masalah." Mark menuruti ucapan om Ten, dirinya dipapah Ayang masuk kembali ke ruang inap.

Keheningan mencekam melanda seisi ruang inap ini, beruntung hanya Mark yang di rawat disini. Aku duduk di dampingi tante Lisa dan tante Jennie. Posisiku berada di dibelakang  Mark yang terlihat jelas masih mendapat tatapan tajam dari om Tiyo. Kulihat Mark berusaha membalas tatapan ayahnya, walau tangannya bergetar. Ayang sendiri yang masih memegangi kakaknya tertunduk takut, seloah disini dia yang salah. Lainnya seperti om Ten, Haris, Hendra berdiri sedikit jauh dari kita. 

PLAKK!!

"Ayah!" tante Jennie histeris. Pekikan tertahan juga terdengar dari semua orang di ruangan ini.

Aku tidak melebih-lebihkan, bahkan Ayang yang menopang Mark ikut ambruk ke lantai setelah mark entah ini bisa di sebut ditampar atau di pukul dengan telapak tangan oleh om Tiyo.

Tidak heran Mark bisa bertarung se briangas itu. Memang ya, selalu ada sosok mengerikan di balik orang kalem.

Ayang berusaha membantu kakaknya bangun meski tubuhnya tremor bukan main. 

"Yang, kakak bisa sendiri." Ucap Mark setelah bisa bangkit kembali berpegang pada tongkat infusnya. Ayang menatap ragu kakaknya.

"kakak gak papa, adek sama yang lain aja" Ayang mengangguk lalu duduk merangkul dan menguatkan mamanya.

"Ayah kecewa sama kalian." Kalimat singkat om Tiyo yang impact nya luar bisa bagiku dan Mark.

BUGH! BUGH!!!

Kini giliran kedua tulang kering Mark yang ditendang keras. Mark tak kuat lagi berdiri, dirinya hanya bisa berlutut di depan ayahnya dengan rasa sakit luarbiasa.  Semua hanya bisa menunduk dan memalingkan wajah melihat kejadian di hadapan kami.

"Mark kamu tau kan seberapa percayanya ayah sama kamu. Kamu anak sulung ayah...Laki-laki!!"

Om Tiyo mengambil jeda dan melihat anak bungsu dan istrinya. "Kamu ini panutan buat Ayang, harapan paling depan buat keluarga!" 

"Ayah selalu mendukung semua kegiatan kamu, percaya anak sulung ayah ini cerdas dan bijak dalam bertindak. Ayah memperbolehkan kamu berpacaran karena itu memang hak kamu. Tapi berapa kali ayah ingatkan untuk hati-hati!!"

"Sekarang malah kamu rusak anak gadis orang. Ayah sayang sekali sama Mina. Kamu pantas ayah kasarin karena Mina udah ayah angap putri ayah sendiri..." om Tiyo menatapku nanar, matanya merah berkaca-kaca. 

"Malu ayah! Malu ayah sama Daniel. Ayah aja gini, gimana coba kamu bayangin perasaan Daniel. Putri tunggal kesayangannya jadi gini. Harus gimana ayah jelasinnya ke dia?!"  

Tangisku kembali pecah. Melihat betapa hancur om Tiyo aku tidak berani membayangkan bagaimana perasaan papa dan mama nanti.  Dengan nafas tersengal-sengal aku memberanikan diri berdiri di antara mereka agar tidak berlarut-larut.

"O-om maaf, Mark lagi sakit. Jadi..jadi..jjadi..." akh sial kenapa susah sekali.

Mark meraih tanganku, mendongak kemudian membuka mulut untuk pertama kalinya. 

"Ayah..... Mark memahami kekecewaan dan sikap ayah. Mark sudah gagal memenuhi harapan keluarga. Tapi yah, Mark selalu ingat ajaran ayah untuk selalu mencari jalan tengah dari setiap masalah. Jadi bisakah kita mulai diskusikan jalan tengahnya." Om Tiyo menatap lekat mataku dan anaknya bergantian. Tautan tangan kami semakin menguat.

"Mark tidak perduli ayah mau pukul berapa kalipun, karena memang pantas mendapatkannya. Tapi tolong ayah lihat kondisi Mina, dia ketakutan ayah..." 

Tatapan om Tiyo kepadaku perlahan melembut di iringi raut bersalah pada wajahnya.

"Benar bang, mereka ini sudah besar. Sudah kuliah..Bukan seperti anak remaja yang keblabasan. Aku yakin Mark dan Mina mampu bertanggung jawab atas perbuatannya." Bela om Ten kembali membantu kami.

Hening kembali melanda ruangan, menunggu om Tiyo yang nampak berpikir memberikan keputusan final. Mark menepuk-nepuk punggung tanganku, memberikan senyum terbaiknya yang hanya bisa kubalas senyuman paksa.

"Ayah sudah ambil keputusan"

Semua orang kembali menegang. Om Tiyo mendudukan dirinya lalu mengambil napas dalam.

"Mark.. Mina..lebih baik, tidak dipertahankan saja ya."

Kalimat singkat om Tiyo membuat seluruh orang di ruangan ini lemas, tidak dapat mendeskripsikan perasaan kita semua saat ini. Kecuali Mark yang justru menatap ayahnya nyalak.

" Mark tidak setuju, bagaimanapun aku harus tanggung jawab yah. Tolong jangan seenakny-"

"Well saran yang bagus, mina setuju dengan om" Aku memotong ucapannya, maaf tapi mungkin ini yang terbaik untuk semua Mark.

Sekali lagi seluruh orang di ruangan ini dibuat makin lemas dengan ucapanku. Gengaman tangan Mark seketika terlepas.

Mark terdiam menatapku dengan sorot tidak percaya dan semua orang bisa melihat betapa kosong dan hancur tatapannya hari itu.

🍊🍊🍊

Ga jadi nikah guys:)

ESANA | Mark Mina ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang