🍉 6 🍊

304 35 4
                                    

Update guys, enjoy❣

🍉🍉🍉🍉

Tidak ingin membuang waktu lagi ayah langsung menelpon asisten pribadinya ,Om Dimas untuk menyiapkan keperluan lamaran yang akan di adakan sore ini. Sementara anggota keluarga lain tengah mempersiapkan diri dan batin di kamar masing-masing.

Saat aku tengah menatap langit-langit kamarku bimbang memikirkan metode terbaik menjelaskan semua agar bisa di terima om Daniel, tiba-tiba terdengar suara ketukan pada pintu kamarku.

"Masuk"

Kulirik pintu kamar terbuka perlahan, ternyata mama.

"Halo anak hebat mama." ucapnya sambil tersenyum selembut mungkin lalu duduk di tepi ranjangku.

"Mama ga salah sebut apa, aku payah ma. Apanya yang hebat." Aku mengubah posisi memunggungi mama, tidak kuat bertatap secara langsung.

"Idih, mama di pantatin." mama masih bisanya bercanda di kondisi sekacau ini.

"Ma, aku sadar udah bikin masalah dan ngecewain. Kalau mau mukul atau marahin Mark ga usah ragu."

"Oh gitu, okee"

"AAAAAAAKH mama sakittt" 

Mama menjewer telingaku keras, persis seperti saat aku ketuan mencuri mangga tetangga kala usiaku 8 tahun.

"Makanya kalau ada orang tua ngomong jangan di kasi pantat."

Terpaksa akhirnya aku mengubah posisis. Aku meletakkan kepalaku di pangkuan mama, suatu hal yang tidak pernah kulakukan lagi karena gengi terlihat manja di depan Ayang.

"Mama beneran setuju kan aku memutuskan menikahi Mina?" 

Mama mengusap rambutku perlahan lalu mengangguk mantap.

"Maaf ya ma sudah buat malu keluarga, apalagi om Daniel itu teman dekat mama."

Mama terdiam sejenak memandangi wajahku, lalu menyentuh pipiku.

"Nak, kamu tau kenapa mama selalu sebut kamu anak hebat?"

"Emmm, karena aku sering menang olimpiade?"

Mama menggeleng.

"Karena aku sering juara 1 pararel dan menang lomba tujuhbelasan?"

Mama terkekeh kemudian kembali menggeleng. Menimbulkan kerutan di dahiku muncul.

"Mark, mama selalu sebut kamu anak hebat karena kamu selalu yakin terhadap apa yang kamu pilih dan siap tanggung jawab terhadap semua resikonya. Selama ini mama lihat kamu selalu bisa ada di jalan yang benar, begitupun kali ini. Meski mama masih marah sama kamu karena membuat mina menghadapi semua kesulitan itu sendirian." 

Mama kembali menjewer telingaku pelan, mukanya berkerut sebal tapi aku malah gemas.

"Mama harap kamu dan Mina tidak  membenci ayah ya nak. Berat juga bagi ayah berkata sedemikian kejam pada kalian, terlebih di depan cucu pertama kita. Tapi kamu juga harus tau semua yang dikatan ayah itu benar. Membesarkan anak itu bukan perkara biaya saja. Anak itu ibarat seperti selembar kertas putih. Tinggal bagaima orangtua akan mengisinya entah dengan tinta emas atau justru dengan  tinta hitam. Sebelum akhirnya kertas itu terbentuk menjadi pesawat dan mulai terbang menjelajah dunianya sendiri. Paham maksud mama?"

Aku mengangguk, mengerti.

"Makasih wejangannya mah. Kedepannya bimbing Mark dan Mina ya ma, agar bisa jadi orangtua hebat seperti mama dan ayah."

"Boleh, asal jangan sampai anak kamu ngehamilih anak orang kaya anak mama yang satu ini nii..."

"Mama ih"

ESANA | Mark Mina ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang