23. satisfied looking at my picture?

5.5K 891 242
                                    

Draco meletakkan Jean di kasurnya dengan sangat hati-hati. Gadis itu terlihat sangat sangat lelah setelah terkena kutukan Cruciatus sebanyak dua kali. Draco merasakan hatinya begitu sakit melihat wajah pucat Jean, hanya karena dirinya yang lama dalam berpikir mengambil keputusan.

Rasanya, dia lebih baik dihadiahi kutukan Cruciatus untuk dirinya sendiri dibanding melihat the Dark Lord memberikan kutukan itu kepada gadis yang sedang terbaring lemah didepannya ini.

"Draco.." suara Narcissa di ambang pintu membuat si pemilik nama menoleh. Dia lantas berlari memeluk ibunya. "Aku tak bisa melihatnya tersiksa, mother.." isak Draco. Suara teriakan Jean masih terngiang di kepalanya.

Narcissa mengelus punggung anak tunggalnya, dia merasa bersalah tidak bisa melakukan apapun tadi. "Apa dia gadis yang sering kau ceritakan?"

Draco melepas pelukannya, dia menatap ibunya. Sorot mata wanita itu menggambarkan jika Narcissa juga tidak tahu menahu soal Jean yang tiba-tiba ada di Malfoy Manor. Draco kemudian menggangguk.

Narcissa berjalan mendekat di kasur Draco, menatap gadis berambut cokelat terang yang matanya masih tertutup itu. Wajahnya mengingatkannya pada seorang teman lama. "Dia cantik, dan sepertinya baik hati." Komentarnya. Draco lagi-lagi mengangguk.

"Bisakah mother melakukan sesuatu untukku? Kalau aku bisa, aku akan melakukannya sendiri. Tapi aku tidak bisa.." Draco menghela napas. Narcissa menoleh, memandang putranya.

"Hapus memorinya tentang kejadian hari ini, mother. Ketika kutukan Cruciatus disebutkan untuknya, kutukan Imperiusnya hilang. Dia pasti mendengar bahwa the Dark Lord memberiku tugas untuk membunuh.. Dumbledore.." Draco tiba-tiba merasakan sesak.

Narcissa menatap putranya iba. Namun dia memiliki keteguhan di hatinya. "Aku tak bisa menolong muggleborn." Ucapnya.

Draco menatap ibunya tak percaya. "Aku tak mau dia tahu kalau sebentar lagi aku akan menjadi orang jahat, mother." Dia mulai mengeluarkan airmata. Dia tak bisa menanggung ini sendirian.

"Tidak, Draco. Kau bukan orang jahat." Narcissa memegang kedua lengan Draco. "Kau hanya.. tak punya pilihan." Dia memejamkan matanya. Ikut merasakan penderitaan putranya.

Draco tiba-tiba bersujud di kaki ibunya, sambil menangis. "Please, mother.. hapus ingatannya, biarkan aku menghabiskan waktu bersamanya tanpa dia tahu bahwa aku calon pembunuh.." dia terisak.

Narcissa menunduk. Berusaha menarik Draco, "Apa yang kau lakukan, Draco? Bangunlah!" perintahnya sambil masih menarik Draco.

Laki-laki itu kemudian berlutut didepan ibunya. "Please, mother.." dia mendongak keatas. "I love her.." dia mengakui. Hati Narcissa mencelos, melihat putranya memohon-mohon hanya untuk seorang muggleborn. "I love her so much,"

Narcissa kemudian menunduk, menyejajarkan ketinggiannya dengan putranya. "And i love you, my son." Katanya lalu memeluk Draco. Laki-laki itu kembali menangis. Teringat peristiwa hari ini dia hampir kehilangan gadis yang dicintainya.

Wanita itu berdiri, lalu kembali mendekat ke kasur Draco dan duduk diatasnya. Dia mengambil tongkat sihir dari balik jubahnya. Narcissa memejamkan mata dan menghembuskan napas, berusaha fokus.

"Obliviate."

*****

Jean membuka matanya perlahan. Rasanya hampir seluruh tulangnya baru saja patah. Namun setelah memperhatikan, tubuhnya masih utuh sempurna. Tunggu, tunggu. Dimana ini? Ini sebuah kamar? Atau hotel? Atau apartemen?

Dia berusaha bangun. Tapi kasur ini begitu nyaman, kelihatannya mahal. Astaga, Jean mengutuk pikirannya. Sempat-sempatnya meratapi kemiskinan.

"Dimana ini?" dia menggumam sambil mencoba berdiri. Ruangan ini kosong, tak ada siapapun selain dirinya. Tapi Jean tidak bisa berbohong, kalau dia memiliki kamar seperti ini, dia pasti akan sangat betah.

OBLIVIATE - Draco MalfoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang