Part 3

1.9K 128 0
                                    

POV Zahra

Sore ini, hujan turun sangat deras hingga membasahi setiap lamunan yang mengharapkan dekapan dalam bayang-bayang kerinduan. Terdengar suara gemuruh petir menggelegar bagai cambuk yang menghantam kuat menuju daratan. Dan, aku masih tetap memandangi langit gelap hingga pandangku menerobos jendela dan sampai pada kejauhan awan-awan yang entah kapan berhenti menebar tangis. Aku tak mengenal kesedihan yang mereka alami hingga pada tetesan terakhirpun juga tak menemukannya.

Aku berusaha memahami bagaimana luasnya langit dalam menyampaikan duka dan lelahnya dengan  segelas teh hangat dan beberapa tumpukan buku. Namun, aku tetap tak sedikitpun mendapat jawaban atas pertanyaanku dalam mengartikan setiap duka yang ia coba sampaikan di tengah-tengah kegelapan malam. 

"Zahra apa kabar" Tanya Agam memecah keheningan dan kecanggungan yang ada diantara mereka, 

Zahra tetap bungkam ia masih tak percaya jika ini nyata dan mas Agam menerima perjodohan ini. 

"Zahra maafkan mas yang tak pernah pulang ke rumah, maafkan mas disaat ayah sakit mas malah asik kerja disana" Zahra terkejut dengan pengakuan Agam, ayahnya sakit tapi ia juga tidak tahu 

"Maksud mas apa? Ayah sakit apa mas? Ayah gak pernah bilang ke Zahra kalau ayah sakit"

Tanya Zahra memburu ia marah pada ayahnya karna tidak memberi tahu hal ini padanya. 

"Waktu itu ayah datang ke Jakarta menemui mas, ayah datang memberitahu bahwa ayah sakit komplikasi jantung koroner, ayah sudah sakit selama tiga tahun ini. Ayah juga meminta mas untuk menikah dengan kamu, percayalah Zahra ayah sangat sayang pada kita ayah tidak mau kamu sendirian setelah ayah pergi, mas mohon menikah dengan mas. Hanya itu satu-satunya jalan untuk membahagiakan ayah" Zahra sudah terisak ia menangis dalam diam tak terasa gerimis turun seakan langit tahu bahwa ia sedang bersedih. 

"Zahra.. Hiks… hiks…  Zahra bukan anak yang baik ya mas, Zahra bukan anak yang baik, tiga tahun mas tiga tahun Zahra tidak mengatahui penyakit ayah, ayah ga pernah cerita dengan Zahra kalau ayah sedang sakit, bahkan sampai saat ini pun ayah masih diam dengan penyakit nya… hiks apa Zahra bukan anak yang baik mas sampai Zahra tidak tahu semua ini" Kecewa itulah yang dirasakan zahra, kecewa kenapa ayahnya tidak mau memberitahu nya bahwa sedang sakit, mengapa harus ayahnya, laki-laki yang selalu memasang tubuhnya menjadi garda terdepan jika ia merasa sedih, takut dan bahagia. 

"Wallahi Zahra wallahi ayah sangat sayang sama kamu ayah tidak mau kamu bersedih hingga fokus sekolah mu terganggu, ayah hanya inggin kamu bahagia Zahra, kamu anak yang baik Zahra" 

"Zahra mau menikah dengan mas, Zahra yakin pilihan ayah yang terbaik mas"

"Kamu serius" Zahra mengangguk

"tapi apa boleh Zahra lanjut kuliah mas"

"Boleh sangat boleh"

=================================

Setelah tiga hari berlalu kini Agam dan Zahra sibuk menyiapkan segala keperluan saat pernikahan, pernikahan akan diadakan dua minggu dari sekarang. Zahra melihat ayahnya begitu semangat dan selalu tersenyum membuat Zahra sangat yakin jika ayahnya akan bahagia dengan pernikahan ini. 

Untungnya Agam memiliki kenalan WO disekitar desa ini jadi membuat segala urusan nya menjadi mudah. 

Putra teman sekaligus sekretaris Agam turut membantu masalah catering di pernikahan Agam. Di tempat lain Agam dan Zahra tengah berada di sebuah butik untuk menentukan baju pernikahan yang akan mereka kenakan nanti. Setalah memilih dan melihat-lihat akhirnya Zahra sudah menentukan kebaya muslimah yang akan dikenakan saat akad dan resepsi. 

sebening Cinta azzahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang