4

208 30 2
                                    

"Jin"

"Hmmm"
"Semesta itu lebih suka kita ngelawan arus atau ngikutin arus ya?"

"Nggak tau, coba tanya fiesta besari"

"Ishh kamu mah"


Kembali hening. Malam semakin dingin. Lagi-lagi tidurku tak pernah nyenyak. Mimpi itu selalu datang mengusikku.

Dan setiap malam dia, laki-laki disebelah kamarku selalu tahu bahwa setiap malam aku tak pernah baik-baik saja. Ahn yujin dia sibuk dengan laptop didepannya. Dan aku sibuk memandangi langit yang entah kenapa malam ini tak ada bintang yang singgah dilangit malam.

Segelas susu sudah tandas beserta makanan ringan yang bungkusnya berserakan. Namun kantuk juga belum datang.

"Jin?"

"Ya"

Dia masih tetap fokus pada barisan huruf didalam laptopnya.

"Kenapa ya, semesta nggak ngasih semua yang kita mau?"

"Biar kita nggak serakah" jawabnya singkat.

Aku merebahkan diri disampingnya. Langit malam benar-benar gelap. Hanya bulan yang sudah lewat masa purnama yang menghias malam ini. Memancarkan sinarnya.

"Jin?"

"Ya ju"

"Kamu pernah ngerasa capek nggak sih sama semuanya? Sama hidup, sama keadaan, sama situasi yang mau nggak mau kita harus berusaha menyesuaikan diri buat nerima semua itu."

"Pernah" jawabnya lagi singkat.

"Terus apa yang kamu lakuin?" tanyaku lagi.

"Enggak ada kecuali harus menerima, kecuali harus bertahan"

"Kenapa jin? Buat siapa kamu sampai sejauh ini? Keluarga? Orang yang kamu cintai ?"

"Enggak ada. Buat diriku sendiri"

"Terus kenapa jin? Kenapa harus sampai sejauh ini? Kenapa harus sampai seperti ini? Kenapa yang kita lakuin enggak pernah kita nikmatin ?"

"Yang tahu jawabannya cuma kamu ju"

Suasana kembali hening. Deru angin menerbangkan rambut yujin sehingga berubah menjadi acak-acakan.

Ku amati lagi pahatan mahakarya Tuhan yang sempurna diwajah yujin. Hidungnya mancung. Dan lesung pipi yang membuat siapapun yang memandangnya ingin memiliki.

"Jin?"

"Ya"

Hening lagi. Padahal ada banyak tanya dalam kepalaku. Bising. Begitu ramai seperti melebihi ramainya pasar.

"Ada banyak kenapa yang nggak harus kamu tahu jawabannya ju." Yujin kembali bersuara. "Kadang enggak tahu itu udah jadi jawabannya."

"Jin?"

"Sebenernya siapa sih orang yang paling harus kita bahagiain?"

"Diri sendiri ju. Enggak ada yang lain"

"Emang iya ya? Tapi kapan bahagianya jin?"

"Kalau kamu udah bisa mendamaikan hati dan pikiran"

"Capek ya kalau hati sama otak berantem terus?"

.

.

.

Yujin ikut merebahkan tubuhnya disampingku. Kita masih didepan kamar padahal mentari sebentar lagi menyapa. Bulan bahkan sudah kembali pulang.

Runaway Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang