BAB 6

50 15 14
                                    

Penyembuh Luka
     ❤❤❤

“Menyalahkan takdir itu salah. Berprasangka baik kepada Allah itu harus karena rencana Allah adalah rencana yang terbaik.
•••


    
Allah tidaklah menguji manusia kecuali dia mampu untuk menghadapinya. Mustahil  Allah menguji di luar batas kemampuannya. Setiap hamba pasti sanggup menghadapinya. Bedanya bagaimana cara dia menyelesaikan semua masalahnya.
    
Di dunia ini tidak ada manusia yang tidak pernah diuji. Mereka selalu mendapatkan cobaan yang berbeda. Tidak peduli mau cantik, jelek, miskin, maupun kaya. Semua memperolah ujian sendiri sesuai kemampuannya.
    
“Ya Allah, Ainiya. Maafin Ummi.”
    
Asya menangis terisak. Dia merasa belum menjadi seorang ibu yang baik untuk Ainiya. Dia merasa sangat egois, sampai membuat Ainiya tersakiti. Isakannya semakin menjadi saat mendengarkan surat Ainiya yang dibacakan Atha. Surat yang Ai tinggalkan di atas meja.

Assalamualaikum, Abang, Ummi,
    
     Ainiya sedih Abi pergi. Ainiya bingung kenapa ini semua bisa terjadi. Ainiya gak tahu apa yang terjadi antara Abi dengan Ummi. Yang Ainiya tahu, Abi pergi dan minta cerai dengan Ummi. Ai gak tahu kenapa Abi bisa kasar sama Ai dan Abang. Ai gak benci dengan Abi, pasti Abi punya alasan melakukan itu.
    
     Ainiya gak tahu harus ngapain lagi. Hati Ai sakit banget Ummi, Abang. Bisakah Ai bertemu dengan Abi lagi?
    
     Ai pamit pergi, Ummi, Abang. Ai akan pergi mencari Abi. Ai akan minta penjelasan dengan Abi. Abi pasti bisa menerima kedatangan Ai. Ai yakin Abi mau kembali lagi pulang, berkumpul dengan keluarga kita. Abi pasti udah kangen dengan kita, Ummi, Abang. Tapi kenapa Abi pergi?
    
     Abang sama Ummi gak usah khawatirin Ai. Ai bisa pergi sendiri. Ai udah besar. Ai juga kan jago melawan orang. Jangan takut, Ai pasti baik-baik aja.
    
     Abang, Ai sayang Abang.

Ainiya Faida Azzahra

    

“Jadi bener Ummi, Ai mau kabur, ini suratnya.” Atha mengulurkan secarik kertas putih. “Untung saja kita segera mendobrak ya, Ummi. Kalau tidak kita tidak tahu apa yang terjadi nanti,” ucap Atha lega.
    
Asya tersenyum.
    
Saat Ai hendak melompat tiba-tiba kepalanya terasa pusing. Pandangannya burem. Bumi seperti bergoyang. Dan Ai pun terjatuh pingsan. Atha dan Asya masuk kamar saat Ai dalam keadaan pingsan. Maha Baik Allah memberi halangan agar Ai tidak bisa kabur.
    
Ai terbaring lemas tak berdaya. Di usapnya kepala sang adik dengan lembut. Atha tak tega melihat Ai. Dia belum pernah melihat Ai separah ini sampai ingin kabur. Sungguh menyakitkan bagi Atha.
    
Senja berganti dengan malam. Ai belum juga beranjak dari tempat tidurnya. Tidak ada senyuman yang terpancar dari wajahnya. Yang ada hanya buliran air terus menetes. Sejak pulang sekolah, Ai sama sekali belum makan atau minum.
    
“Ai sayang, makan dulu yuk,” ajak umminya lembut. Dari tadi Asya sudah membujuk Ai, tapi Ai enggan makan dan berbicara.
    
“Sini Ummi suapin ya.” Asya mencoba menyuapi Ai satu sendok ke mulut Ai tapi..
    
Pyar
    
“Astagfirullah,” ucap umminya.
    
Sendok bersisi nasi yang Asya suapi ke Ai melayang dan piringnya ikut tersenggol. Ai mendorong sendok sekaligus piringnya. Asya sampai berjenggit kaget. Dari kamar Atha bisa mendengar pecahan piring itu.
    
“Astagfirullah, ada apa ini Mi?” Atha datang berlari cepat.
    
“Ini piringnya gak sengaja kesenggol,” ucap umminya berbohong.
    
Atha tahu sekali pasti Asya sedang berbohong. Terlihat wajahnya tidak menatap wajah Atha. Asya pun tak bisa menahan air matanya lalu dia beralasan pamit pergi ke dapur untuk mengambil sapu dan serok.
    
“Aipong, lu pasti yang udah ngejatuhin piringnya, iya kan?” tanya Atha menyelidiki, “sedih boleh, tapi jangan bikin Ummi tambah sedih, kasian Ummi harus mikirin dua beban, tolonglah Aipong ngertiin Ummi,” lanjutnya.
    
Ai tetap bergeming. Dia mengubah posisi tidurnya jadi membelakangi Atha. Atha mendengus kesal. Dia menyusul umminya ke dapur. Dia yakin Asya sedang menangis karena Ai, terlihat mata Asya yang sedikit memerah.
    
“Ummi, karena Ai ya.” Benar Atha memergoki Asya sedang menangis di dapur walaupun air matanya telah dihapus.
    
“Ummi, maaf sebelumnya, Atha boleh tanya?”
    
Asya mengangguk
    
Atha menarik napasnya panjang, mungkin ini waktu yang tepat untuk menanyakannya.“Sebenernya apa yang terjadi? Kenapa Abi sampai pergi Ummi?” tanya Atha lembut.
    
Asya terdiam. Dia menatap Atha lalu menunduk lagi. Air bening kembali jatuh dari matanya.
    
Atha tidak tega melihat umminya menangis. “Maaf Ummi, kalo Ummi belum mau menjawab gakpapa,” bujuk Atha.
    
Asya menarik napasnya dalam-dalam lalu mengeluarkannya pelan. Mungkin Atha perlu untuk mengetahui ini supaya tidak ada salah paham. Dengan begitu dia bisa meluapkan sedihnya kepada Atha. Tidak ada orang yang dapat dipercaya selain Atha.
    
“Jadi, sebenernya Abi selingkuh dari Ummi,” ucap Asya lalu tangisnya kembali pecah, “Abi bertemu dengan kekasih lamanya waktu di luar kota.”
    
“Dasar berengsek!” murka Atha.
    
Benar sangat menyakitkan menerima kenyataan seorang Muzam dapat melakukan hal sekeji itu. Atha tidak dapat menoleransi perbuatan abinya. Napasnya naik turun cepat menahan amarah. Dia tidak menyangka abinya dapat berzina. Abinya yang paling mengerti agama, yang selalu mengajarinya betapa buruknya berzina.
    
Atha melangkahkan kaki pergi ingin menghampiri Ai. Tapi, umminya segera menahan.
    
“Atha..tolong jangan bilang ke Ai!” perintah Asya di tengah isakannya.
    
Atha mendengus kesal. Dia menarik napasnya, mencoba menahan amarahnya. “Tapi kenapa Ummi?!”
    
“Kasian Ai, dia pasti sedih sekali mendengar Abinya selingkuh. Keadaannya sekarang saja sudah parah, apalagi nanti jika tahu yang sebenarnya.”
    
“Tapi Ai berhak tahu Ummi, kalo Ai tidak tahu nanti bisa salah paham dan terus membenci Ummi,” tampik Atha.
    
“Ummi akan memberi tahu Ai saat Ai sudah bisa memahaminya, Ummi tidak ingin Ai membenci Abi. Tolong jangan benci Abi, Tha. Abi tetaplah Abi, dia masih Abi kamu Atha,” pinta Asya sambil memegangi tangan Atha.
    
Dalam hati Asya masih ada harapan untuk bisa bersama lagi dengan Muzam. Dia yakin pasti ada jalan keluar dari masalah ini. Pasrahkan pada Allah yang maha membolak-balikan hati manusia. Tidak ada harapan terbaik selain berharap kepada-Nya.
    
“Untuk apa masih menganggap Abi sebagai Abi Atha?”
    
“Tolong..” ucap Asya lirih.
    
Atha mengangguk pelan. Sulit baginya menyembunyikan hal ini, apalagi menyangkut kesalahan Abi yang sungguh tidak bisa dimaafkan. Demi umminya, apalah yang tidak akan dilakukannya selain membuatnya bahagia. Asya memeluk erat Atha, satu-satunya orang yang dapat mengerti perasaannya saat ini.

Part of Fisabilillah [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang