"Ra, kamu mau kemana? Aku minta maaf soal sikap mama barusan ke kamu" tangannya menjegal lengan seorang gadis yang tengah memalingkan wajahnya darinya.
Gadisnya lalu menoleh, menampakkan linangan air mata yang sedang berusaha ditahan sedari tadi.
"Seharusnya aku tau diri dari awal Ar, jadi aku nggak akan sesakit ini""Ra.. kita bisa-
Perkataannya terhenti karena kini tangannya terlepas dari lengan kecil kekasihnya. Rana melepaskannya."Arkan, kamu pernah bilang kalau nggak ada hal yang mustahil di dunia ini. Tapi sekarang aku pikir kamu salah Ar, memaksakan sesuatu untuk menjadi mungkin itu nggak baik Ar, aku mau menjalani hidup sesuai kenyataan yang ada" kini giliran tangannya yang meraih tangan Arkan, diletakkannya kalung liontin pada telapak tangan pemberinya.
.
.
."Kalo ngantuk tidur aja sana, besok kan sekolah" ucap sang Mama kepada anak gadisnya yang beberapa kali terlihat mengucek matanya.
Sekarang sudah pukul 22:00 WIB, namun Ayra masih ikut menonton TV, menemani sang Mama setiap malam untuk menonton serial sinetron favoritnya. Bukan karena hobi, dia bahkan tidak suka sinetron penuh drama, tujuannya hanya untuk menemani mamanya."Nanti aja ma, aku penasaran Rana sama Arkan bakalan putus apa nggak"
"Assalamu'alaikum..." suara teriakan dari luar menginterupsi pendengarnya.
"Wa'alaikumsalam.." ucap Ayra dan mama bersamaan.
"Pasti lagi nonton MENTARI SENJA nih" Novan mencium tangan Mama.
Ayra mengulurkan tangan, Novan pun menyambut dan mendorong keras tangannya ke jidat adiknya itu."Tumben minta salim juga, gitu dong.. eh apaan lagi sih? Minta duit?" Novan bingung melihat tangan Ayra tengah terulur lagi.
"Janjinya mana?" Ucap Ayra kesal, lalu diberikannya charger berwarna hitam itu.
"Oh iya, nih udah dibeliin kok" Novan dan Ayra saling bertukar barang yang sudah dijanjikan sebelumnya.
"Ketemu di mana nih Ay?" tanya Novan sembari menuju kamarnya.
"Saku jaket yang ada di cucian kotor" sahut Ayra sambil membuka isi kantong plastik yang dibawa kakaknya
"Abang beli coklat juga buat aku? Baik banget.." diangkatnya dua coklat siap makan ke arah Novan yang tengah menengok dari pintu kamar."Kok nggak ada DCC (Dark Cooking Chocolate)?" Ayra masih mengorek-orek isi plastik.
"Apaan tuh DCC?" tanya Novan bingung.
"Coklat bang.." sahut mama.
"Nah itu kan coklat abang beli tadi" Novan mendekat lalu mengambil coklat yang dibelinya tadi.
"Itu beda bang"
"Sama-sama coklat kan?"
"Ya beda aja, kalo ini bisa dimakan langsung, tapi kalo buat bikin brownis ya ada lagi"
"Masa sih? Kata siapa?"
"Emangnya abang tau apa soal dunia perkuean?"
"Yaudah tinggal beli aja besok"
"Dibeliin kan?"
"Ya nggak lah"
"Beliin dong.."
"Modal dikit kek"
"Ish abaaaang.."
***
Keesokan harinya di pagi yang sangat cerah, Ayra tengah mengikat tali sepatunya di teras rumah dengan cepat.
"Ma, aku berangkat ya udah telat nih" teriaknya dari depan pintu lalu berlari keluar rumah setelah sebelumnya mencium tangan mamanya.
TIN TIN TIN..
Suara klakson motor membuat Ayra lalu menoleh
"Kenapa lari? Ayo naik"
Ia mendekat lalu dipakaikan helm hitam itu di kepalanya."Kok diem aja dari tadi?" Fauzan memecah keheningan
"Supaya kamu fokus nyetir aja, udah siang nih" kilah Ayra
Tidak ada yang membuka pembicaraan lagi. Keduanya memilih diam, tidak seperti biasanya.
Tak butuh waktu lama untuk sampai ke sekolah, kini mereka sudah berada di parkiran sekolah. Ayra menyerahkan helm lalu pergi mendahului Fauzan yang bahkan belum melepaskan helm di kepalanya."Ngga telat kok, belum bel" fauzan lari menyusul Ayra lalu menahan tangannya.
Dia merogoh sesuatu dari saku jaketnya lalu diberikannya pada gadis dengan bet nama Nada Ayrani itu.
"Jangan gini dong, aneh tau" lanjut Fauzan."Apaan nih?" Ayra menerima sebuah kertas yang telah dilipat dengan rapi.
"Akhir-akhir ini aku lagi suka bikin puisi"
"Woy pacaran mulu, yok ke kelas" teriak beberapa gerombolan teman-teman Fauzan dari arah parkiran yang mulai berjalan mendekat.
"Selamat belajar bu guru Nada.." ucap mereka bersamaan sambil menarik Fauzan pergi.Mereka berpisah di parkiran menuju ke kelas masing-masing, Fauzan mengambil jurusan IPS dimana letaknya cukup jauh dari kelas Ayra.
Ayra yang tengah mempercepat langkahnya menuju kelas justru sengaja mengurangi kecepatannya karena melihat Arina yang terlihat sedang menunggunya di pintu kelas sambil berteriak.
"Nad cepetan woy" tak sabaran, Arina pun akhirnya menarik lengan sahabatnya itu memasuki kelas.
"Lo udah nyatet rangkuman biologi belom? Pinjem dong, lo kan tau gue paling nggak bisa bikin rangkuman" ucap Arina
"Sejak kapan di meja lo ada sampah"? Arina mengambil kertas yang diberikan Fauzan barusan hendak membuangnya namun Nada menahannya
"Eh jangan, itu dari Ojan"
"Hah? Ojan? Gue buka ya"
"Baca aja, katanya sih puisi"
"Nad, lo dikasih surat cinta? Serius? Dari ayang lo?" Arina menyodorkan kertas itu, membiarkan nada membacanya.
Mata Nada terfokus pada kertas itu, membacanya dengan hati-hati, tak lama senyumannya terbit perlahan hingga akhirnya merekah sempurna, ia tak menyangka Fauzan begitu memahaminya
"Cie cie, kalian bakalan pacaran dong, ya kan...." goda Arina
Nada menatap arina serius
"Kamu ngga tau maksud puisi ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
WAKTU BERKISAH
De Todo"Nad, kenapa si lo nggak pernah pacaran?" tanya seorang gadis berparas cantik bak dewi. "Ini pertanyaan yang keberapa kali sih? bukannya kamu udah tau kan jawabannya?" Nada memutar bola matanya, menjawab pertanyaan itu dengan malas. "Lo Nad, bukan k...