Di awal tahun yang baru, bos ganti lagi. Padahal gue udah terlanjur sayang sama bos yang ini. Orangnya kalem, ramah, murah senyum, dan yang pasti nggak pernah reseh. Sayangnya, bos besar melakukan perombakan dan akhirnya beliau harus mutasi. Oke, sekarang yang jadi pertanyaannya adalah: Siapa yang bakal menggantikan beliau? Gue? Nggak mungkin lah. Hehe... Jadi penggantinya adalah... SI BOS YANG LAMA!!! *Tebar kemenyan dan kembang tujuh rupa* Iya, bos gue yang sebelumnya pindah ke kantor cabang perusahaan di kota lain itu. Stok lama. Astaga, shock gue dengernya. Serius. Rasanya kayak abis disengat ribuan lebah. Bak dikejar kawanan singa. Seakan-akan udah naksir setengah mati tapi ditolak. Seolah-olah udah nyebar undangan tapi batal nikah.
Ahh kalau dipikir-pikir kok jodoh amat gue sama si Bos (stok lama) ini?
*
Sejak si Bos yang super galak balik lagi, ada banyak perubahan yang terjadi. Terutama di kerjaan gue. Sekarang tugas gue mengaudit anak-anak perusahaan yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Artinya, gue bakal sering ke luar kota dan artinya juga gue bakal sering naik pesawat!
Ya nggak perlu gue jelasin lagi gimana parnonya gue naik burung besi itu. Sebagai gambaran aja, daripada 2 jam naik pesawat, gue lebih milih 11 jam naik kereta. Gila? Bodo amat.
Untungnya tugas pertama nggak jauh. Cukup ditempuh dengan kereta atau mobil. Tapi jarak yang dekat itu nggak ada artinya lagi kalau Mbak Melyssa yang jadi ketua timnya. Kami cuma berdua pula. Nah, kalau dibikin hitung-hitungan lagi, seandainya gue naik pesawat, mungkin deg-degannya cuma sekitar dua jam aja. Pulang-pergi jadi empat jam. Nah, kalau se-tim sama Mbak Melyssa, selama dua minggu tugas di luar kota, lo bakal deg-degan terus. Kenapa? Karena yang dari awal perlu dicatat, setiap gue satu tim sama Mbak Melyssa, yang namanya "Kesialan" pasti selalu ngikut. Lengket layaknya daki. Entah aura siapa yang jelek, tapi setiap gue dipasangin sama dia, itulah yang terjadi. Sepanjang sejarah yang gue catat nih, ada satu kejadian yang paling parah. Gue (lagi-lagi) berdua sama Mbak Melyssa ditugaskan mengaudit salah satu anak perusahaan yang untungnya secara geografis nggak jauh.
Persoalan timbul begitu kami sampai di sana. Di awal perjumpaan, kami selalu mengadakan perkenalan dan wawancara. Di situ keganjilan pertama terlihat. Jajaran pimpinannya kurang satu, tapi sepertinya itu hal yang biasa, karena bisa saja dia ada tugas lain. Ganjilnya, ketika kami bertanya ke mana pimpinan yang satunya, sontak mereka terdiam dan hanya saling lirik satu sama lain. Setelah hening cukup lama, akhirnya salah satu memutuskan untuk bicara.
"Bapak X, sudah nggak ada, Bu."
"Mengundurkan diri?" tanya gue.
"Bukan. Tapi sudah meninggal. Baru beberapa minggu yang lalu."
Jleb!!!
Tapi, ternyata sikap mereka makin ganjil. Sepertinya ada yang mau diomongin, tapi segan. Mungkin ibarat cowok mau ngelamar ke orang tua si cewek tapi duit seserahannya kurang.
"Ada apa Pak? Ada masalah?" tanya Mbak Melyssa.
Bapak yang tadi menjawab menghela nafas panjang sebelum berbicara. "Beliau, meninggal karena bunuh diri karena ketahuan menyalahgunakan uang perusahaan. Dan... meninggalnya karena gantung diri. Sebelum ditemukan, tetangganya mendengar seperti ada suara kaki menendang-nendang tembok. Mungkin dia kesakitan pas talinya mulai menjerat lehernya."
DEG! Jantung gue serasa berhenti berdetak.
Hening. Gue dan Mbak Melyssa diam seribu kata. Bulu kuduk merinding. Kemudian lagi-lagi secara bergantian yang hadir melengkapi cerita naas tersebut dan membuat suasana menjadi angker. Untunglah Mbak Melyssa segera memutuskan percakapan tragis itu dengan wawancara singkat seputar perusahaan. Namun suasana magis dan mencekam tetap nggak mau pergi. Salah satu pimpinan yang berada di ruang itu menambahkan bahwa si Bapak X kalau rapat suka duduk di kursi yang sekarang gue duduki. Duhh...
*
Sorenya, sepulang dari kantor anak perusahaan, kami kembali ke hotel. Hotel ini adalah hotel berbintang pertama di kota ini. Bisa ditebak, bangunannya sudah tua. Karena cerita tragis tadi siang, hotel yang semula baik-baik saja, seketika berubah jadi seram. Ada-ada saja yang bikin gue merinding. Terutama lukisan-lukisan yang tergantung di dinding. Lukisan wajah yang semula datar, seolah tiba-tiba seperti tersenyum dan mata yang terbuka terlihat mengedip.
Malamnya kita berdua nggak bisa tidur. Beberapa kali, kloset berbunyi mengucurkan air. Mungkin kalau kondisi normal, hal itu lumrah karena hotel beserta interiornya sudah tua. Tapi sekarang kondisinya adalah, kami baru saja mendengar cerita bunuh diri itu!
Akhirnya setelah dipertimbangkan, kita berdua memutuskan untuk balik ke kantor untuk lapor ke Mr. Matthew selaku atasan langsung dan kemudian dia ngajakin buat lapor ke Bos.
Awalnya si Bos kaget mendengar cerita. Tapi setelah berpikir sejenak, dia berkata "Ah, belum tentu dia meninggal. Bisa saja itu hanya bualan mereka saja biar lolos."
Wah, ajaib bener nih orang pemikirannya!
"Kalian harus balik lagi ke sana! Cari surat kematiannya. Kalau perlu minta keterangan dari kelurahan. Cari juga kuburannya di mana. Baru saya percaya!"
"Serius Pak?!" Gue memastikan.
"Ya serius. Kenapa? Ini soal penggelapan. Segala hal bisa terjadi. Kalian cek dulu kebenarannya. Kalau perlu cari sampai ke liang kubur!"
Dah bener-bener gila nih si Bos!!!
Kemarin dengar ceritanya saja sudah bikin shock, eh sekarang disuruh nyari kuburannya? Buat apa?! Biar si Bos bisa ziarah?!
Singkat cerita, gue dan Mbak Melyssa balik lagi ke anak perusahaan itu. Ngumpulin semua bukti tindakan penggelapan dan juga surat kematian si Pelaku. Terus kuburannya gimana? Bodo amat! Gue sama Mbak Melyssa sepakat biar si Bos sendiri yang nyari kalau masih nggak percaya.
*
Untunglah besoknya kita bisa pindah ke hotel yang bagus di kota itu.
"Haaaaahh... akhirnya dapat juga hotel yang beradab." kami berdua nyengir girang. Hotel itu kondisinya memang beda jauh dengan hotel sebelumnya. Karena bagus, makanya penuh terus. Letaknya juga strategis. Di tengah-tengah kota, dekat sama alun-alun, stasiun, danau dan taman kota, rumah sakit angkatan, dan juga tempat belanja.
Menjelang malam, gue ngetuk pintu kamar Mbak Melyssa buat ngajak makan malam. Pas dia buka pintu, matanya sembab. Gue khawatir.
"Kenapa Mbak? Sakit?"
"Bukan. Sinetronnya sedih." Mbak Melyssa mengusap sisa air matanya.
Gue kehabisan kata-kata. "Jadi mau makan malam nggak Mbak?"
"Ya mau dong."
"Tapi kayaknya sinetronnya belum selesai tuh." Gue melongok ke dalam kamar Mbak Melyssa. Ngeliat TV yang masih menayangkan adegan sinetron.
"Nggak apa-apa. Mbak udah lapar banget. Lagipula mereka udah merit. Mbak udah tenang."
Lah?! Apa hubungannya orang yang di sinetron merit terus Mbak Melyssa jadi tenang? Emang dia siapanya? Aneh.
Setelahmakan malam itu, gue ngerasa ada yang salah dengan gigi geraham kiri yang atas.Rasanya ngilu. Tak lama badan gue pun demam. Ternyata gusi gue bengkak. Guenggak bisa tidur. Panas dingin. Kepala pusing. Gusi nyut-nyutan nggak karuan.Rasanya sakit banget. Sama seperti diputusin tapi kita masih sayang. Lalu sidia bilang alasannya hanya gara-gara bulu ketek dia panjang-panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
VACATION
HorrorPernahkah kalian diikuti oleh seorang 'wanita' saat liburan? Entahlah ya. Yang pasti... kami pernah. Dan liburan itu... akan menjadi liburan pertama dan terakhir kami... END