Part 6 [Tamat]

19 12 0
                                    

Oke, sekarang gue jadi ngerasa takut.

'Cewek' itu nggak melakukan banyak hal. 'Dia' cuma ngikut ke mana pun gue pergi dengan langkahnya yang pelan dan ringan. Tapi meski gue berlari sekuat tenaga pun—yap, gue sempat berlari-lari di luar vila kayak orang kesurupan—'dia' selalu berhasil mengejar.

Ya, gue rasa itu 'cewek' adalah hantu. Hantu yang punya kemampuan untuk nongol di siang hari dan menentang sinar matahari. Rasanya sedikit aneh dan mengerikan saat ngeliat 'dia' berbaur dengan teman yang lain. Disaat kami semua akhirnya duduk untuk makan di pekarangan vila, 'dia' juga duduk di antara kami. Saking menuruti peraturan untuk tidak menatap mukanya, gue cuma bisa menunduk memandangi makanan gue yang sepertinya kebanyakan bawang. Kalau menurut gosip sih vampir takut dengan bawang. Kalau hantu takut nggak ya?

"Kenapa, Mbak Dirly?" tanya Ririn. "Kok diam banget malam ini?"

"Oh, nggak, nggak apa-apa." Gue cuma bisa tersenyum memandangi gelas, menyadari bahwa si 'dia' juga ikut ngeliatin gue.

"Masih mikirin bayangan cewek tadi?" Tanya Mbak Melyssa yang membuat gue gelagapan.

"Bayangan cewek?" Tanya Lea. "Bayangan cewek apaan?"

"Ah, nggak," jawab gue buru-buru. "Gue cuma salah lihat kayaknya."

"Salah lihat kok sampe murung gitu, Dir," sahut Friska.

Yang lain ternyata menyadari perasaan gue yang murung, tapi gue nggak kepingin curhat di depan 'cewek' ini. "Mungkin gue cuma kecapekan. Habis ini kita tidur kan?"

"Eh, nggak. Nanti kita ngumpul-ngumpul dulu sebelum tidur." Jawab Lea dengan semangat.

*

Suasana di luar vila malam ini terasa mencekam. Angin menderu-deru. Ada sesuatu yang aneh malam ini. Alam seolah memberi peringatan dengan desahannya yang semakin menjadi-jadi... Kebalikan dari keadaan di luar, suasana di dalam vila, atau lebih tepatnya di kamar ini, kamar yang didominasi warna putih, malah tampak hangat dan ceria.

Entah mengapa sejak makan malam tadi, gue nggak ngeliat 'dia' lagi. Ada rasa senang karena akhirnya gue bisa tenang, tapi ada perasaan aneh lainnya. Gue ngerasa kalau 'dia' bakal muncul lagi nantinya.

"Eh, bagi dong rotinya. Jangan makan sendirian aja." cibir Friska.

"Heh, jangan pada rebutan dong! Kan Mbak yang beli roti-rotinya. Mbak tahu lho, jumlah setiap roti. Nanti Mabk interogasi ya, siapa makan apa."

"Idih, Mbak Melyssa, perhitungannya nggak kira-kira!"

"Gue mau makan keripik aja." ujar Lea.

"Jangan Mbak. Nanti Mbak Lea jerawatan lho. Hehehe...," cekikik Ririn, dengan tampang inosen, yang sedari tadi sibuk mengolesi lotion di tangannya. Entah dia benar-benar bermaksud begitu atau hanya menyindir, hanya Tuhan yang tahu mengingat cewek itu memang termasuk spesies langka yang susah ditebak.

"Huuuh!" Lea berkacak pinggang. "Kenapa pada pelit semua sih." Lea mendelik judes. Ya, memang ada yang nggak beres sama cewek satu ini. Kadang normal, tapi kadang juga suka bersikap jutek.

"Ehh, udah dong, belum malam banget ini udah pada berantem." Tegur Mbak Melyssa.

Saat yang lain sibuk dengan kegiatan masing-masing, gue nggak sengaja nemuin sebuah kunci di atas meja. "Ini kunci apaan ya? Ada yang tau nggak?"

"Kayaknya kunci untuk laci meja itu tuh." Tunjuk Ririn ke meja yang ada di pojok kamar. Karena ikutan penasaran, Friska langsung mengambil kunci itu dan mencoba untuk membuka laci meja di pojok kamar.

"Wah, bisa kebuka nih. OMG! Banyak harta karunnya!" Seru Friska dengan semangat '45. Ya emang anak yang satu ini rasa penasarannya luar biasa.

VACATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang