Tengah malam, kediaman Gusti Pangeran Zimat.
********
"Apa semua sudah siap Bu?"
"Sampun, Lek."
"Tepat pukul 00.00, Mbak tolong dibangunkan."
Di luar, suasana sunyi senyap, Dusun Lembah Biru memang dusun yang terpencil. Begitu matahari terbenam memang hampir sudah tidak ada aktivitas kecaulai surau. Itupun hanya sampai pada jamaah salat isyak. Setelah salat isyak, hampir tidak ada orang yang beraktifitas di luar rumah.
Seperti yang diamanatkan oleh Pak Mat, pukul 00.00 Kuning dibangunkan. Kasumi berbisik di telinga putrinya. "Nduk, Kuning, bangunlah!" Yang dibisiki membuka mata lalu duduk, menguap. "Bu, nopo sampun enjang?" (Bu apa sudah pagi? red). Kasumi menjawab, "Belum, Nduk, bapak ada perlu denganmu," Lalu Kasumi membimbing putrinya turun dari ranjang, membawanya ke belakang rumah, ke padusan. Pak Mat sudah menunggu di sana.
"Nduk, piro-piro lupute Bapak lan ibu ngapuranen." Pak Mat memulai pembicaraan. Dan kalimat ini biasanya dipakai jika ingin mengutarakan hal yang penting.
"Inggih Pak, Bu, semanten ugi kulo ngaturaken sembah bekti kulo. Mugi Bapak lan Ibu tansah dipun paringi wilujeng." (Iya Pak, Bu, begitu juga saya. Saya mendoakan Bapak dan Ibu selalu dalam keadaan sehat wal afiat, tidak kurang suatu apapun, red).
"Nduk, saiki awakmu wis perawan, awakmu duwe tanggung jawab marang awakmu dewe, marang wong tuwo tur marang Ngarsane Pengeran. Saiki olo bener awakmu yo wis ngerti. Lek awakmu ngelakoni olo bakal dadi tanggung jawabmu dewe. Kabeh sing mbok lakoni bakal ono itungane dewe marang ngarsani Pengeran. Wong tuwo gur iso nenuwun, Mugo-mugo awakmu diparingi urip sing manfaat, selamet dunyo akherat." (Nduk, sekarang kau sudah dewasa, kamu punya tanggung jawab terhadap dirimu sendiri, kepada orang tua, dan juga kepada Tuhan. Sekarang baik dan buruk kau sudah mengerti. Jika kau berbuat buruk akan jadi tanggung jawabmu sendiri. Semua yang kau lakukan akan ada hitungannya sendiri di hadapan Tuhan. Orang tua hanya bisa mendoakan semoga kau diberi umur yang manfaat selamat dunia akherat, red)
"Inggih, Pak, Bu. Amiiin..."
"Karena kau sudah dewasa, Bapak perlu memberimu bekal,"
Lalu Kasumi membimbing putrinya menuju padusan, berbisik di telinga Kuning. "Tirukan apa yang aku ucapkan Nduk."
"Inggih, Bu."
Kasumi menuntun Kuning kata demi kata mantra yang harus dirapal, Kuning menirukannya terbata. Setelah itu Kasumi memandikan dengan "kembang telon". Dari struktur, warna, aroma, dan hawa yang begitu murni-jelas kembang telon itu masih perawan.
Setelah semua ritual selesai, Kasumi membimbing Kuning ke ruang tengah, Pak Mat sudah menunggu. Kasumi membimbing Kuning untuk bersimpuh. Lalu memegang rambutnya terus di dengklakne, mulutnya di cuwowo. Sementara Pak Mat mengeluarkan sesuatu dari kantong bajunya. Sebuah telur yang sudah "di-isi". Kulit telur itu sudah ditulisi, hanya Pak Mat sendiri yang mengerti maknanya. Tulisan Jawa Kuno dan Arab. Telur itu di pukulkan di kening Kuning hingga retak. Lalu dengan kedua jempolnya, membuka telur itu lalu isinya ditumpahkan ke mulut Kuning dan langsung masuk ke tenggorokan.
Kasumi membimbing Kuning untuk bersimpuh. Kasumipun bersimpuh di sampingnya. Pak Mat bersila di depan mereka berdua.
"Nduk menungso urip kui ora butuh opo-opo, Awakmu gur perlu njejek karo sing limang wektu tur ora oleh ngelakoni sing limo. Sing limo kui awakmu lak wis paham to?" (Nduk, manusia hidup itu tidak butuh apa-apa, hanya perlu menegakkan yang lima waktu dan tidak boleh melakukan yang lima. Yang lima kamu sudah paham? red).
KAMU SEDANG MEMBACA
KABEL GETIH
Horror"Kamu tidak butuh apa apa, kamu hanya perlu menegakkan yang lima waktu dan tidak melanggar yang lima"