Bagian 5

39 4 0
                                    

Saat itu pukul delapan ketika Shane membatalkan jadwal kerjanya dan pergi untuk menemani Jannate ke kantor polisi. Shane telah menghubungi Ryan dan Kristi, Kristi menjawab panggilannya, namun panggilan telepon Ryan segera terhubung ke mesin penjawab otomatis.

Malam sekitar pukul satu, ayahnya menghubungi Shane. Mike mengatakan karena panik, pria itu tidak mau menunggu hingga pagi untuk memastikan keadaan Shane baik-baik saja. Meskipun begitu tetap saja, Shane merasa jengkel karena ayahnya baru membalas panggilan telepon di saat situasi sudah benar-benar terkendali.

"Kau baik-baik saja, kan? Bagaimana itu bisa terjadi? John Payne meninggal? Yang benar saja! Dimana bibimu? Apa dia baik saja? Bagaimana Ryan dan Kristi, kau sudah memberitahu mereka, kan?"

Semburan pertanyaan itu datang tanpa jeda begitu Shane mengangkat telepon ayahnya. Shane menggenggam ponselnya dengan erat, ia berusaha untuk tidak melampiaskan kekesalan dan amarahnya. Terutama karena hingga pukul satu Shane tidak diizinkan untuk mendapat istirahat. Ia harus menemani bibinya yang jatuh pingsan, menunggu hingga wanita itu akhirnya sadar beberapa jam kemudian, dan menangis.

Seorang dokter yang menangani Jannate mengatakan kalau itu merupakan bagian dari respons alami atas kejadian yang menimpanya. Semacam trauma kecil yang akan pulih dalam hitungan jam. Kejadian itu setidaknya cepat berlalu, dan Shane batu mendapatkan kesempatan tidur sekitar pukul tiga.

"Semuanya baik-baik saja sekarang," jawab Shane setelah beberapa detik terdiam.

"Dimana kalian sekarang?"

"Aku menemani bibi di rumah sakit. Apa kau akan datang?"

"Ya, tapi tidak sekarang. Dengar! Aku harus pergi, ada beberapa hal yang perlu kutangani. Aku janji akan menghubungimu nanti. Dan.. tolong beritahu aku jika bibimu sudah sadar."

Shane tidak menyanggah. Bahkan, ia tidak memiliki niat sedikitpun. Ia tahu pada akhirnya ayahnya akan pergi lagi dan lagi. Maka, ketika sambungan telepon itu akhirnya diputus, Shane hanya menghela nafas panjang. Ia merebahkan kepalanya di kursi kemudi dan mengambil waktu beberapa menit untuk tidur sebelum berkendara kembali ke rumahnya untuk mandi dan berganti pakaian.

Pada pukul sembilan, Shane mengendara untuk sampai di apartemen Jannate. Wanita itu telah menghubunginya sekitar dua puluh menit yang lalu dan meminta Shane untuk menemaninya datang ke kantor polisi. Mereka menikmati sarapan secukupnya di kedai terdekat kemudian berkendara hingga sampai di kantor penyelidikan.

Seorang petugas berseragam lengkap dengan kepala botak dan berbadan besar segera menyambut mereka dan meminta Shane untuk menunggu di lobi sementara Jannate masuk ke ruang rapat untuk interogasi khusus. Jannate sempat menolak dan bersikeras untuk tetap berada bersama Shane. Namun, setelah Shane berhasil meyakinkannya, wanita itu akhirnya luluh dan masuk ke ruang rapat bersama petugas yang sama.

Setelah lima menit menunggu di tengah ruangan senyap yang hanya diisi oleh meja putih berbentuk persegi dan kursi kayu tua, dua penyelidik yang familier akhirnya memunculkan diri dari balik pintu. Jannate menatap Hodges, wanita berambut pendek yang memiliki kepribadian serius dan rekannya yang tampak lebih muda. Masing-masing dari mereka menunjukkan ketidaksukaan yang jelas. Jannate tidak menyunggingkan senyum hangat atau berusaha untuk bersikap sopan. Ia duduk di tempatnya dengan tatapan suram, layaknya seseorang yang berduka karena baru saja kehilangan satu anggota keluarganya.

"Maaf membuatmu menunggu," ujar Hodges ketika wanita berusia tiga puluh tujuh tahun itu menarik sebuah kursi kayu dan duduk berhadap-hadapan dengannya.

Ghosling telah memilih tempatnya di belakang Hodges. Laki-laki itu terus mengawasi Jannate sehingga membuatnya bergerak dengan tidak nyaman di kursinya. Hodges kemudian membuka beberapa catatan kematian, gambar yang diambil dari TKP dan mendorong berkas itu ke depan Jannate. Penyelidik itu tidak menunggu reaksi Jannate ketika menjelaskan,
“Ini yang kami dapat di TKP. Ahli medis kami menyimpulkan kalau cara kematiannya dikarenakan benang tajam yang mengiris lehernya, dari telinga kiri bawah hingga ke telinga kanan dan tepat mengenai nadinya. Sayatannya yang sedikit berantakan menunjukkan kalau seseorang yang membunuhnya telah melakukan percobaan berkali-kali sebelum benang itu akhirnya menyentuh nadi dan membunuh suamimu. Kami tidak menemukan luka fisik lain, tidak ada luka perlawanan, dan seluruh organ vitalnya masih tampak normal. Ada dugaan kalau suamimu diracuni sebelum dibunuh. Kami menemukan kedua tangannya kaku dan ahli medis kami mengatakan kalau reaksi itu disebabkan oleh efek zat yang terkandung dalam darahnya. Semacam obat bius yang membuat sebagian organ tubuh tertentu tidak dapat bekerja. Reaksi itu tidak mati meskipun jantungnya telah berhenti. Mereka tetap ternetralisir hingga beberapa jam kedepan, kami akan mencoba menyelidiki hal itu lebih lanjut. Hasil DNA baru akan keluar dalam satu sampai dua minggu. Dan.. pagi ini aku mendapat laporan dari tim pelacak. Mereka menemukan jejak ban mobil di kaki bukit. Jejaknya mengarah ke sebuah rawa. Diperikarakan kalau mobil itu pergi dari arah yang sama dari arah datangnya. Tapi kami tidak berhasil mendapatkan rekaman gambar mobil yang keluar masuk area itu. Jadi, kita bisa memulainya dari awal. Kau bisa menceritakan padaku apa yang terjadi sebelum kejadian pembunuhan itu berlangsung.”

Jannate beringsut di kursinya dan berdeham. Wanita itu seolah berusaha keras untuk meredam emosinya. “Aku sudah menjelaskannya kemarin.”

“Kami hanya ingin memastikan kau tidak melewatkan satu hal kecilpun.”

“Aku ada di rumah itu sepanjang malam,” jelas Jannate dengan terburu-buru, tampak sangat tidak nyaman berada di ruangan yang mulai terasa sesak. “Hari itu aku memutuskan untuk cuti dari pekerjaanku, dan ya.. suamiku ada bersamaku. Kami mengobrol setelah makan siang, kemudian aku pergi untuk tidur. Aku mendengar dia menyalakan televisi di ruang tengah setelah itu, aku tidak tahu apa yang terjadi padanya. Aku bangun pada pukul tujuh dan aku terbangun karena aku merasakan kepalaku sakit. Aku sedang menuju dapur untuk mencari obat ketika aku menemukan pintu ruang kerjanya terbuka. Itu adalah hal yang jarang ia lakukan pada jam-jam malam. Biasanya John hanya bekerja sampai sore, dan dia lebih seringnya berpergian di waktu malam untuk mencari udara segar. Tapi kemudian aku melihat jasadnya di sana, dalam posisi seperti itu.”

“Tunggu, kau bilang adik dan pengurus rumah tanggamu juga ada di sana?”

“Ya,” Jannate menyetujui. “June Marion, pengurus rumah tangga yang juga bekerja untuk mengawasi adikku, Martin, sudah pamit pulang setelah makan siang. Dia masih berkuliah dan dia mengatakan ada beberapa hal yang perlu diurus.”

“Dia masih muda?” kedua alis Hodges bertaut. “Berapa usianya?”

“Sekitar dua puluh lima tahun.”

“Apa dia mengatakan padamu apa urusan yang harus ditanganinya sehingga dia harus pulang siang itu?”

“Itu hari sabtu, jam kerjanya hanya sampai pukul sebelas dan saat itu jam kerjanya sudah habis.”

Hodges mengangguk kemudian mencatat sesuatu dalam berkasnya. Dalam hitungan detik, ia mengangkat wajah dari tumpukan kertas di hadapannya dan kembali menatap Jannate dengan serius.

“Bagaimana dengan Martin? Apa kau mengawasinya setelah makan siang?”

“Dia pergi keluar untuk bermain, dia sangat suka memerhatikan tanaman di pekarangan, dan terkadang dia menyendiri di dekat kolam. Itu kebiasaannya. Tapi dia selalu kembali sebelum larut malam..”

“Kapan kali terakhir kau melihatnya sebelum kejadian pembunuhan itu terjadi?”

“Pagi hari. Sekitar pukul sepuluh. June mengajaknya berjalan-jalan ke taman kota. June mengatakan padaku kalau Martin sedang bermain di dekat kolam ketika dia pamit.”

“Apa kau sudah memastikan hal itu, Mrs. Dawson?”

Jannate menggeleng. “Tidak. Kepalaku sakit dan aku memutuskan untuk langsung pergi tidur.”

“Bagaimana dengan suamimu, apa saja yang dia katakan padamu sebelum kematiannya?”

“Kami hanya membahas masalah iklan yang akan kami cetak di surat kabar. Kami membuat kesepakatan dan tidak ada hal lain yang kami bicarakan.”

“Apa suamimu secara khusus memiliki hubungan buruk dengan seseorang yang kau ketahui?”

Jannate tertegun kemudian menggeleng dengan cepat. “Tidak.”

“Relasi atau teman lamanya?”

“Tidak.”

“Coba ingat baik-baik, mungkin dia pernah melakukan sesuatu yang merugikan pihak lain. Mungkin kliennya atau..”

“Dengar!” Jannate mencondongkan tubuhnya dan menatap Hodges dengan sinis saat mengatakan, “aku tidak tahu tentang hal itu, kalaupun dia pernah melakukannya, aku tidak tahu apapun. John orang yang sangat tertutup dan dia jarang membicarakan hal-hal pribadi denganku. Itu saja.”

Hodges bertukar pandang dengan rekannya. Tindakan itu nyaris membuat Jannate menentak kursinya untuk memperingati dua penyelidik yang terus-menerus memaksakan pertanyaan dalam situasi yang masih berkabung. Namun, niat untuk angkat kaki dari ruangan itu terurung begitu Ghosling bangkit dari sandarannya dan berjalan untuk sampai di samping Hodges. Polisi muda itu menjulurkan sebuah kertas catatan ke arah Jannate dan menjelaskan dengan tenang.

“Aku telah mempelajari catatan profilmu, dan catatan itu tidak mungkin salah menyebut kalau kau telah duakali mengajukan perceraian yang ditolak oleh suamimu, bukan begitu?”

Hening. Situasi menjadi semakin mencekam setiap detiknya. Jannate merasakan darahnya berdesir dengan cepat dan wajahnya kembali memucat. Tiba-tiba, sakit kepala yang akhir-akhir ini dialaminya kembali melanda.

“Urusan itu tidak ada kaitannya dengan masalah ini,” kilah Jannate dengan suara ketus.

“Kau tahu, kami berusaha menghubungkan kemungkinan sekecil apapun dalam kasus pembunuhan yang terjadi pada suamimu. Jadi, jika kau tidak keberatan, kau bisa mengatakan pada kami apa yang mendorongmu untuk mengajukan gugatan perceraian itu?”

“Itu masalah pribadiku!”

Polisi muda itu menyeringai hingga membuat Jannate mengepalkan kedua tangannya karena kesal.

“Masalah pribadimu sekarang ada di bawah kepentingan penyelidikan kami. Kau dapat membantu kami mempercepat pencarian ini, atau kau bisa membiarkan kami mencaritahu sendiri kebenarannya. Yang mana pilihanmu?”

"Hubungan kami sudah retak sejak dua tahun yang lalu," aku Jannate. ".. dan ya, aku memang duakali mengajukan gugatan cerai, tapi John menolak gugatan itu secara sepihak."

"Apa ada seseorang yang dirugikan dalam hal ini?"

"Tidak, aku rasa tidak."

Ghosling menarik kembali catatannya dan mengambil beberapa langkah mundur. Laki-laki itu menyembunyikan kedua tangannya di balik saku celana sembari terus menatap Jannate. "Aku juga membaca dalam catatanmu, kau dan John Payne pernah terlibat pertikaian dengan seorang pemilik usaha kecil.."

"Itu masalah saham, dan itu sudah bertahun-tahun yang lalu," potong Jannate dengan cepat. "Masalah itu sudah berakhir."

"Bagaimana dengan masalah warisan yang sempat kalian perdebatkan? Kau marah karena John Payne ikut ambil bagian? Bukankah konflik itu membesar ketika adikmu Mike Dawson, bankir terkenal itu mengetahui klaim atas nama John Payne dalam pembagian warisannya?"

"Ya, dan aku tidak melihat kaitannya hal itu dengan apa yang terjadi pada John sekarang."

"Kalau begitu bisa kau jelaskan alasan yang cukup logis mengapa suamimu ada di kursinya, terbunuh, sementara kau berada di bawah atap yang sama? Bisa kau jelaskan mengapa, secara kebetulan seluruh sistem keamananmu tidak berfungsi sehingga seseorang bisa masuk ke dalam rumahmu dan membunuh suamimu?" Ghosling menarik kursi dan duduk di samping Jannate. Kedua matanya menatap tajam wanita yang mulai bergerak-gerak dengan gelisah ditempatnya. "Jujur saja, aku tidak memercayai kemungkinan kalau suamimu bunuh diri. Kedua tangannya kaku.. dia diracuni. Jadi bagaimana benang itu bisa menyayat nadinya dan membunuhnya? Apa itu terjadi dengan sendirinya?"

Hening. Wajah Jannate kini memerah sedang kedua matanya menatap Ghosling dengan marah. Ketegangan yang terjadi di sana membuat Hodges beringsut di kursinya dengan tidak nyaman. Ia tahu bahkan sebelum Jannate bereaksi, bahwa keributan itu pada akhirnya akan terjadi.

"Kau menghakimiku?"

Tatapan Ghosling melunak. "Tidak, aku mengerjakan pekerjaanku."

"Tidak, detektif. Aku tahu dalam hal ini kalian mencari kambing hitam. Bukan secara kebetulan aku ada di tepat kejadian saat pembunuhan itu terjadi, dan kau berpikir kalau akulah orang yang bertanggungjawab atas kematian suamiku."

Hening sejenak. Ghosling akhirnya menyerah. Ia menghempaskan tubuhnya di punggung kursi kemudian menatap Hodges sembari menghela nafas. Sebelum situasinya menjadi lebih mencekam, Hodges memutuskan angkat bicara.

"Dengarkan aku, Mrs. Dawson.. aku ingin kau mengerti kalau kami melakukan hal ini untuk menemukan dalang dari pelaku kejahatan ini. Aku yakin kau setuju bahwa siapapun yang melakukan itu pada suamimu, dia memiliki niat jahat, dan kita harus menghentikannya.."

"Tidak, aku tidak mengerti!" sembur Jannate. Nada suaranya meninggi beberapa oktaf. Amarahnya muncul ke permukaan. "Yang kutahu, dia.." Jannate menudingkan satu jarinya ke arah Ghosling dan bersuara, ".. secara tidak langsung menuduhku terlibat dalam kematian suamiku."

Merasa tidak terima, Ghosling menegakkan tubuhnya dari sandaran. Ia merasakan hawa panas menjalar di seputar tubuhnya dan emosinya lepas. "Aku tidak bilang begitu, Ma’am.."

"Sudah cukup bicaramu!"  Jannate berteriak. "Aku tidak mau mendengar apa-apa lagi. Kalian para polisi, sama sekali tidak membantu. Kalian hanya berusaha mencari kambing hitam untuk menyelesaikan pekerjaan kalian dengan cepat. Aku tidak tahu kenapa aku harus membuang-buang uang untuk membayar pajak.."

"Tidak, kau tidak perlu mengatakan itu, oke? Tidak perlu!" Ghosling mendorong kursinya ke belakang dan bangkit berdiri. Pria itu memperlihatkan sosoknya yang mengerikan dengan tubuh besar dan tinggi yang hampir mencapai seratus sembilan puluh sentimeter hingga membuat siapapun yang menatapnya akan merasa gentar. Hodges sudah menduga hal itu akan terjadi. Alih-alih menenangkan Ghosling, ia duduk bersandar di kursinya sembari mengedarkan pandangan ke sekitar seolah berharap alarm kebakaran berbunyi saat itu juga.

"Kau tidak perlu mengomentari apapun! Ini pekerjaan kami, oke? Kau paham? Aku tidak mengerti mengapa semua orang berpikir kalau kami berada di pihak lain. Dalam hal ini, kami ingin membantumu, kecuali kau tidak ingin kasus ini selesai.."

"Aku kehabisan waktu," potong Jannate sebelum Ghosling menyelesaikan kata-katanya. Wanita itu telah bangkit berdiri dari kursinya dan berjalan ke arah pintu. Jannate menghentikan langkahnya tepat di depan pintu dan berbalik untuk mengatakan, "jika kalian ingin bicara lagi, kalian bisa menghubungi pengacaraku."

Wanita itu membuka dan menutup pintu di belakangnya dengan keras. Wajah Ghosling memerah seketika. Amarah telah menyulutnya. Begitu Hodges mengentak tumpukan berkas di atas meja dengan keras, ia berhasil mendapat perhatian Ghosling.

"Bagus, aku harap kita masih memiliki informan."

Ghosling, dengan gayanya yang tidak acuh meraih tumpukan map di atas meja kemudian meninggalkan rekannya sembari berkata, "kita tidak butuh informan seperti dia."

Beritahu saya tanggapan kalian untuk cerita ini 😊

MEGALOMANIAC (Boston Highway seri ke-2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang