Zidan terus mendribble bola bulat berwarna oranye itu sambil melihat lawan di depannya. "Kalo bola gue masuk, lo jadi pacar gue."
"Najis. Murahan banget gue. Lagian masukin bola ke ring itu bukan hal yang sulit buat lo." Zidni berdiri di hadapan Zidan dengan kedua tangan di pinggang, sambil sesekali menyeka keringat yang mengalir di wajahnya.
"Jadi pacar gue kenapa sih, Zid?" Zidan masih mendribble bolanya.
"Ogah sih, gue. Cara lo nembak aja nggak banget." ucap yang perempuan, mulai bosan dengan yang laki-laki karena bola tidak dilempar-lempar.
Dengan santai, Zidan melempar bola ke ring, dan... yash, tidak meleset. "Ya terus lo mau ditembak dengan cara yang gimana? Di tengah lapangan dengan disaksikan banyak orang? Atau lilin-lilin mengelilingi kita berdua? Tinggal pilih." Membiarkan benda bulat itu menggelinding entah kemana, mereka berjalan berdampingan menuju pinggir lapangan tempat tas mereka berada.
Zidni memukul lengan Zidan dengan sisa tenaga yang ia punya sehabis bermain basket. "Norak."
Laki-laki itu mengelus lengan bekas pukulan Zidni, karena jujur itu sakit. Walaupun Zidan laki-laki. "Ya terus gimana dong? Gue sampe udah minta izin sama abang lo, gue juga udah pernah nembak lo. Masa lo nggak ada rasa kasihan sih, Zid, sama gue."
Zidni tertawa setelah menelan air minumnya, menutup botol dan menaruh di sampingnya. "Udah jelas dong, kalo gue nolak lo artinya apa."
"Enggak Zid, yakin gue, lo mau sama gue." ucap Zidan percaya diri.
Zidni melempar botol minumnya ke arah Zidan. "Rasa percaya diri yang berlebihan juga nggak bagus."
"Gue nggak peduli, yang penting gue suka sama lo."
Zidni berdecih. "Ya gue juga nggak peduli, yang penting gue nggak mau sama lo."
Kedua remaja itu berdiri, menggendong ransel masing-masing keluar dari lapangan basket.
"Ntar lo nyesel lagi, pernah menyia-nyiakan cowok cakep baik hati kek gue."
Zidni hanya berdecih sambil memutar kedua bola matanya. Menghadapi Zidan yang seperti ini sudah menjadi makanan sehari-hari Zidni selama kurang lebih hampir dua tahun.
Zidan menahan lengan Zidni untuk menghentikan langkah perempuan itu, ketika mereka hampir tiba di parkiran. "Serius Zid, gue harus apa supaya bisa dapetin hati lo?"
Zidni menghela napas bosan, memutar badan 60 derajat menatap laki-laki di sampingnya, mengapa Zidan sangat ingin dirinya menjadi kekasihnya? "Setelah dapetin gue terus apa?"
Zidan ikut memutar badan, mereka berhadapan sekarang. "Yaudah, kita pacaran. Lo pacar gue, gue bakal bikin lo bahagia." ucapnya sambil tersenyum.
Zidni memutar bola mata memukul bahu kanan Zidan pelan kemudian lanjut jalan. "Contoh bullshit."
"Cukup bikin gue nyaman sama lo." ucap Zidni ketika Zidan baru saja menutup pintu mobilnya.
***
huh! ngga mau bikin kata sambutan. but... wellcome, semoga kalian akan suka sama ceritanya dan gue bisa menyelesaikan cerita ini dengan baik.
dont forget to touch the star!😉
5 juni 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Zidni
Teen FictionNamanya Zidan, cowok paling nyebelin yang pernah gue temui. -zidni Nggak usah sok anti, Zid, gue jodoh lo baru tau rasa! -zidan