Perhatian Zidni yang sedang fokus dengan film yang ia putar di laptopnya tersita karena ponsel di sampingnya bergetar, menandakan adanya panggilan masuk. Dengan gerakan malas dan sambil menggerutu ia mengambil ponselnya.
"Ha?" jawab Zidni ketika ponselnya telah ia tempel di telinga kiri. Ia telah mem-pause film di laptop.
"Gue lagi main basket, Zid." kata orang disebrang.
Raut wajah Zidni berubah seketika. "Ya terus kenapa laporan sama gue?"
"Biar lo nggak bertanya-tanya." jawab orang disebrang.
"Apa sih, Dan, nggak penting!"
"Lo lagi ngapain?"
"Nonton."
"Bioskop?"
"Radio."
"Sebenernya nggak lucu, Zid, tapi gue ketawa aja nih. HAHAHA."
"Lo ngapain masih main basket jam segini?" tanya Zidni, meningat ini sudah hampir pukul setengah sepuluh malam. Dan Zidan bilang tadi ia sedang main basket.
"Daripada gue kepikiran lo terus, jadi nggak bisa tidur. Mending gue main basket."
"Nggak ada yang nyuruh lo buat mikirin gue."
"Otak gue mau sendiri, gimana dong?"
"Ya terserah lo, sih."
"Lo mau nemenin gue makan nggak, Zid?"
Zidni memutar bola matanya, merasa menyesal sudah meladeni Zidan. "Males ah, udah malem."
"Yaudah gue makan di rumah lo."
"Nggak! Enak aja lo. Beli sendirilah."
"Nggak boleh pelit-pelit jadi orang, Zidni. Masih setengah sepuluh kok, nanti gue minta izin deh sama abang lo."
"Heh, abang gue nggak berhak ya atas hidup gue."
"Berarti lo mau ya, gue jemput sekarang deh. Nggak perlu dandan kok, Zid. Bye, gue bakal hati-hati."
Setelahnya panggilan terputus. "Sarap nih, anak." kata Zidni kepada ponsel yang layarnya gelap. Tetapi ia menuruti kemauan Zidan. Ia membereskan laptop dan mengganti pakaiannya karena tadi ia sudah mengenakan baju tidur. Zidni hanya mengganti celananya dan memakai hoodie.
Ia memutuskan untuk menunggu Zidan di bawah, di ruang tengah. Ternyata kakak laki-lakinya belum tidur, televisi ruang tamu masih menyala. "Mau kemana, dek?" tanya Radifan pura-pura tidak tahu saat adik perempuannya sudah duduk di sampingnya. Padahal beberapa menit lalu ia sudah menerima pesan dari Zidan, meminta izin untuk mengajak Zidni makan di luar.
"Nggak usah sok nanya." sewot Zidni.
Radifan terkekeh. "Jangan malam-malam banget pulangnya."
"Ya lo bilanglah sama temen lo itu." Sesaat setelahnya, terdengar suara mobil dari depan. Radifan terlihat seperti ingin berdiri, namun ditahan oleh Zidni. "Nggak usah, biar gue aja yang ke depan. Daah." Zidni melambaikan tangannya.
Radifan terkekeh, "Hati-hati."
"Hmmm," jawab Zidni singkat, sambil menutup pintu rumah.
Zidan keluar dari mobilnya ketika melihat Zidni, membuka pintu mobil untuk perempuan itu. Setelah memastikan Zidni di mobilnya, Zidan memutari mobil dan ikut masuk.
Jazz hitam milik Zidan telah keluar dari pekarangan rumah Zidni dan jalan di komplek perumahannya telah sepi, bahkan mobil Zidan tidak berpapasan dengan kendaraan lain sampai keluar dari lorong komplek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Zidni
Teen FictionNamanya Zidan, cowok paling nyebelin yang pernah gue temui. -zidni Nggak usah sok anti, Zid, gue jodoh lo baru tau rasa! -zidan