Pagi ini seperti pagi pagi biasanya, hanya dentingan sendok dan piring yang saling bersahutan. Sudah terbiasa dengan ajaran yang di terapkan sejak kecil. Tapi kecanggungan menyelimuti perihal masalah kemaren yang belum terselesaikan. Arga diam? apalagi Una, wajah yang menampilkan muka murung yang setiap harinya bertambah. Makanan yang dimakan Una sudah makanan dengan kadar yodium rendah dan tampa MSG, hambar yang dirasa setelah hampir setahun mengkonsumsi makanan yang sama. Lidahnya hanya dimanjakan oleh buah yang cukup manis.
" nanti pulang sekolah gue jemput, kita cek up bulanan lo ". Ujarnya ketika semua sudah selesai makan.
Una yang tadinya menunduk langsung menaikan kepala, menatap Arga dengan raut kesal. Hendak protes tapi Arga sudah berkata mutlak.
" ngga ada bantahan! ". potongnya sebelum Una mengajukan protes. Diam akhirnya yang dipilih Una, percuma menolak. Arga selain tak penyabar dia juga pemaksa dan tidak suka dibantah. Entahlah gimana perasaan pasangannya nanti, tapi ngomong ngomong dipikir pikir selama ini tak ada wanita yg pernah diajak kerumah hanya sekedar mengenalkan dia adalah kekasihnya. Monoton sekali hidupnya.
Setelah itu, Una memilih langsung pergi meninggalkan ruang makan. Terserah Arga akan mengomelinya lagi, itu nanti saja. Helanaan nafas berulang kali lolos terdengar berat, melihat jalanan yang cukup ramai di Jakarta karena bertepatan waktu keberangkatan sekolah dan kantor sehingga macet berkelanjutan tak bisa dihindari. Padahal ia sudah memilih waktu yang terhitung lebih pagi tapi tetap saja macet.
membutuhkan 15 menit untuknya sampai kesekolah bersama Mang Damar yang mengantarnya sebagai supir pribadinya. Kebetulan hari ini senin, hari berjemur bersama dilamakan Altero High School. Kecuali Una tentunya, Kenapa? ya karena penyakitnya itu ia dibebaskan dari kewajiban sebagai siswa bela negara.
" Anjing, panas banget. Pak Darma nggak ngotak ceramahnya ". Keluh Hana ketika mendudukan diri di kursi sebelah Una.
Una yang tadinya fokus ke buku paket sejarahnya pun menoleh kesamping. Ternyata Hana sudah dibanjiri peluh didahi dan lehernya. Ya dia adalah Hana Satyara teman sebangkunya hampir 3 tahun. Kalau ditanya Hana kenapa ngga pernah mau duduk sama yang lain jawabnya simpel " males gue ". Dulu sebelum Una sakit, Hana adalah teman yang sefrekuensi dan prik yang sejalur dengannya. Tapi sejak tahu, Una kini menjadi pendiam. Berbicara hanya seperlunya, lebih sering menggelng, dan mengangguk kalau dikasih pertanyaan. Untungnya Hana memahaminya, dia juga tak memaksakan Una harus seperti dulu. Hana sangat pengertian mengenai kondisi Una saat ini. Ia bahkan rela membawa bekal seperti Una agara bisa makan bareng dikelas.
Hana punya temen selain Una? aslinya banyak banget, dia tipe cewe friendly dan mudah bergaul tak jarang ia dikenal kalangan adik kelas. Tapi ia masih menyempatkan waktu makan bareng dikelas kemudian baru bergabung sama yang lainnya dikantin setelah menyelesaikan makan, walaupun dikantin hanya sekedar pesen minum.
Maka dari itu Una tak sama sekali merasa kesepian, ia sudah mandiri sejak menginjak High School. Una terkekeh kecil, melihat Hana yang raut kesal dengan wajah memerahnya.
" Rajin banget lo, pake baca buku sejarah segala ". tegur Hana melihat Una fokus kembali dengan buku paket sejarah. Una hanya menaikan bahu tanda iya tak peduli dengan teguran Hana, ia yang baca seperti Hana saja yang merasa tertekan.
Pelajaran sejarah sudah usai setelah memakan waktu sekitar dua setengah jam, kini seperti biasa hanya ada Una dan Hana yang masih menetap dikelas memakan bekal masing-masing.
" Na, lo mau lanjut kuliah dimana? ". tanya Hana disela makan. Halitu sontak mengehentikan tangan Una saat menyendok makanannya dan menoleh.
" Kalo sempet ". jawab Una seadanya. Itu sedikit menyentil ulu hati Hana
KAMU SEDANG MEMBACA
Me? Ataya!
Teen FictionUna tak pernah menyangka kalau ia berada disini. Seingatnya ia sudah menutup buku kehidupannya sebagai gadis pembangkang dan penyakitan. Kenapa ia bangun kembali di keadaan yg tidak kondusif dan penuh tekanan. Matanya mengedar mencoba mecerna keadaa...