3. Tanda-tanda

10 1 0
                                    

Tadi malam terasa berlangsung bertahun-tahun. Saat bangun aku mendapati diriku sudah kembali ke kamarku. Bellini, itu panggilan baru yang kuputuskan secara sepihak, memanggil namaku. Ia duduk di tepi ranjang. Bayangan kejadian tadi malam masih membekas dan mengingatkanku betapa kuatnya ia bertahan.

" Alv kurasa kita harus membeli beberapa baju dan yah ke salon. Rambutmu benar-benar sesuatu. Jangan tersinggung, ok."

Seingatku terakhir kali aku memotong rambutku sebelum aku buta. Setelah itu aku terlalu fokus beradaptasi dengan kebutaanku. Aku penasaran apakah penampilanku yang sekarang ini hampir menyerupai tarzan. Bellini meraih tanganku dan menyeretku ke kamar mandi. ia menjelaskan padaku kondisi dan letak-letak di kamar mandiku. Saat ia ingin mengulanginya, aku menolaknya dan mendorong dirinya keluar.

Di dalam mobil, aku beberapa kali menengok ke sebelahku dimana wangi mawar lembut menerpa hidungku. Aku merasa tidak nyaman dibelikan baju oleh uangnya tanpa membantunya apa pun. Tapi sampai aku menyelesaikan pembelian bajuku pun aku masih belum mengatakannya. Aku terus berusaha memberanikan diriku. Dan sampai rambutku mulai dirapikan, mulut sialan ini seperti dilem dan tak mau membuka. Bellini mengajakku berjalan saja agar aku semakin mengenal lingkungan baruku. Ia menggandeng tanganku dan mengarahkanku dengan lembut dan sangat baik. Penjelasannya juga sangat membantu. Bau mawar lembut itu semakin kuat.

" kau tahu Alv sebenarnya kemampuan komunikasi dan sosialku sangat buruk. Aku sulit merasa nyaman berbicara dengan orang lain. Tapi saat kau menenangkanku tadi malam, aku merasa bahwa aku bisa membuka diriku padamu. Bahkan saat kita pertama bertemu, kakiku melangkah sendiri dan membawamu masuk ke dalam mobilku tanpa ragu. Kau teman pertamaku setelah ibu meninggal. Jadi jangan kau pikirkan masalah biaya atau apa pun, kehadiranmu saja sudah sangat membantu." Ucapnya sembari mengelus tanganku.

Tidak justru ia yang sangat membantuku. Ia mengembalikan keawarasanku walaupun harus menerima beberapa pukulan dariku. Yang bisa ku katakan hanyalah maaf dengan suara lirih.

" Dan apalagi makhluk tarzan yang aku selamatkan rupanya pangeran tampan, aku semakin tidak menyesal lagi," tambahnya sembari tertawa. Aku tahu ia tidak serius. Dan bau mawar itu semakin kuat menerpa. Saat aku bingung dengan situasi mentalku. Bellini tiba-tiba bangkit dari kursi dan membawaku berkeliling lagi.

" Di depan jalan ini terdapat kampusku dahulu. Kehidupanku memang susah, tapi aku sangat suka belajar dan berjuang mati-matian agar terus bersekolah. Aku bahkan diundang oleh Oxford tapi aku menolaknya karena aku tak mau berpisah dari ibuku. Aku pintar, kan puji aku".

Aku tertawa mendengar perkataannya. Ini adalah tawaku yang paling tulus kurasa. Kupikir aku tak akan pernah bisa tertawa. Saat aku selesai tertawa, aku mengelus kepalanya sambal mengucapkan kerja bagus. Entah kenapa bellini malah diam, aku bahkan tak mendengar suara nafasnya.

" Bellini, kau kenapa?".

" es krim gelato, aku akan membelinya tunggu disini". Suaranya tampak aneh. Seolah-olah ia mau menyembunyikan sesuatu dariku. Tawaku, aku ingat apa yang orang katakan tentangnya. Hadiah surga, itu julukan untuk tawaku. Tiba-tiba aku merasa lega Bellini tidak sedang menggandeng tanganku. Beberapa menit kemudian Bellini datang dan meletakkan es krim itu di tanganku. Aku memakannya dengan terburu-buru dengan harapan kepalaku bisa dingin karenanya. Tanpa kusangka tindakanku justru membuat Bellini mengeluarkan suara tertawa seperti lonceng merdu.

" Apakah kau belum pernah memakan es krim sebelumnya. Kau seperti anak kecil, menempel dimana-mana sampai hidungmu." Namun setelah tangannya membersihkan sisa-sisa es krim di mukaku, tangannya terhenti. Tangannya terasa lembut dan dingin di pipiku. Kenapa suasana bisa sehening ini, menyadari tangannya menyentuh pipiku dan segala keheningan ini membuat jantungku berdetak menggila. Sebelumnya saat orang-orang menyentuh diriku untuk menyatakan siapa mereka dan kehadirannya, aku tak pernah mengalami hal seperti ini. Dengan perlahan tanganku memegang pergelangan tangannya. Dan ia tidak menyadarinya untuk waktu yang cukup lama. Waktu seolah-olah dibekukan di sekitar kami. Bibirku tersenyum tipis.

"Kakak apakah kau bisa membantuku menemukan ibuku. Aku terpisah, tolong bantu aku, hiks hiks hiks," anak perempuan yang menghampiri kami tampak ingin menangis. Bellini tampaknya sudah tersadar dan dengan suara ramah menenangkan anak tersebut.

" Alv, sepertinya kita harus mengantarkan anak ini ke depan pos pemanggilan. Akan sangat sulit menemukan orang di tempat seluas ini, apalagi hari mulai gelap, kita sebaiknya cepat mengantarkannya ke sana agar ia segera bertemu orang tuanya", ucap Bellini dengan suara khawatir. Ia memang anak yang baik. Yah apa boleh buat, padahal sudah lama aku tidak menghirup udara luar, namun kesenangan kami tampaknya harus berakhir cepat.

Kami berhasil mempertemukan anak itu dengan kedua orang tuanya. Namun saat kami berada di pos pemanggilan, terjadi suatu peristiwa yang membuat perjalanan pulang kami diliputi suasana canggung. Otakku memutar ulang kejadian tersebut. Pasangan tersebut dengan santainya memuji betapa manisnya kami berdua dikarenakan Bellini memegang erat tanganku. Sebelum berangkat Bellini tampaknya terlalu semangat mengajakku keluar sebagai perayaan kondisiku yang membaik. Ia langsung menyeretku keluar dan menaiki subway tanpa menyadari tongkatku tertinggal. Sebenarnya aku tak memerlukan tongkatku karena aku sangat cepat dalam menghapal kondisi lingkungan. Namun Bellini mengajakku ke tempat baru. Otomatis aku harus mengandalkan bellini dan menempel padanya sepanjang hari.

Dan pasangan itu tak berhenti sampai disana, ia bertanya apakah kami pasangan. Kami menjawab bersamaan dengan jawaban berbeda. Aku membenarkannya sementara Bellini menyanggah perkiraan pasangan tersebut. Dan begitulah keadaan kami sekarang. aku tak bisa mendiamkan hal ini begitu saja sebelum muncul kesalahpahaman-kesalahpahaman baru.

" Kenapa kau menjawab tidak pada mereka. Bagimu aku ini apa, manusia menyedihkan yang harus dirawat dengan hati-hati?. Apakah kebaikanmu untuk menebus penyesalanmu di masa lalu?, kau berbuat baik padaku agar kau tidak merasa lebih bersalah?, bahwa kau menggunakan kesempatan melihatmu untuk menjagaku. Jawab aku Bellini!"

" Hentikan sekarang juga apa yang kau bicarakan. Bagiku kau keluarga yang harus kurawat, bukan manusia menyedihkan. Dan kebaikanku adalah keputusanku sendiri tanpa melibatkan penyesalanku. Penyesalanku akan terus ada dan bahkan walaupun aku memang seperti yang kau tuduhkan, penyesalanku tak akan berkurang. Perasaanmu itu hanya ilusi Alv, kau mungkin sulit membedakan perasaan cinta dan rasa terima kasih sekarang ini."

Aku mendengus kesal. Dan sekarang ia menuduhku tak bisa membedakan perasaanku sendiri. Aku ingin membuka mulutku, tapi tangannya menutup mulutku. Kalau aku memaksa lebih dari ini, memperbaikinya akan lebih sulit lagi. Aku memutuskan untuk mengalah kali ini. Aku juga lelah. Masih ada waktu besok, pikirku. Tapi sayangnya ia tak memberikanku kesempatan keesokan harinya.

there was my sunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang