21 Januari 2028, pukul 8 P.M
"Mama, Papa! Aku pulang~"
Serentak derap kaki berlomba menghampiri kedatangan sang anak di depan, tubuh Elisé digendong oleh sang ayah, "Kamu dari mana aja, hm?"
"Em, mau jawaban jujur atau bohong?" Seketika Jaemin yang berada di belakangnya berdeham.
Arumi berkacak pinggang, sudah siap mencerca Jaemin lebih lagi sampai puas. Tapi Elisé buru-buru memotong, "Dari masa lalu!"
Bocah itu girang sekali sampai berjoget ria di pelukan sang ayah, "Berkat Om Jaemin aku bisa bikin Papa Mama jadi akur!"
Senyumnya merekah, penuh gemilang pada binar matanya. Lalu, mereka berjalan memasuki ruang makan di mana sudah disiapkan oleh keduanya, perayaan hari jadi Elisé, "Wah! Tapi Papa Mama telat. Di masa lalu aku udah dapet kue," hal itu membuat mereka berdua menautkan kedua alis. Agak kecewa, tetapi penasaran.
"Jaem, jadi jam bikinanmu berhasil?" Bisik Renjun.
Arumi menambahi, "Elisé jadi bahan percobaan?!" Intonasinya yang agak meninggi tak digubris anaknya. Justru gadis kecil itu sudah memotong kue dan menyantapnya sendirian.
Ia memandang geli Jaemin yang cemberut kena omel ibunya, belum lagi sang ayah yang menutup telinga ikut tak sanggup mendengar Arumi berceloteh tak henti.
"Oh iya!" Celetuknya keras, lalu menarik ujung jaket Jaemin, "Om, jamnya! Ada pesan hologram loh dari masa lalu Papa-Mama buat kalian," ia memamerkan deretan giginya, kedua matanya ikut tersenyum senang.
Tak lama Jaemin mencoba mengatur, menampilkan video yang kata Elisé telah direkamnya itu. Ia heran sebenarnya, gadis itu kenapa bisa langsung paham jalannya program bikinannya yang masih rumit itu. Dia sendiri saja belum berani menggunakan, tapi anak itu sudah asal tekan selesai urusan.
"Eh, bisa. Mau lihat lewat ukuran nyata atau mini?"
"Nyata, biar jelas."
Sekali tekan, ia menampilkan tubuh Renjun yang tengah terduduk di ujung kasur kamarnya. "Kamarku ..." lirihnya sambil mengenang.
Dari hologram yang menampilkan dengan nyata itu, mereka lihat, Renjun mengusap temgkuk malu-malu. "Pasti aku di masa depan lebih keren 'kan?"
"Keren kok, Pa!"
"Jijik," komentar Jaemin berbisik, seketika dihadiahi injakan di kaki. Sementara ia mengaduh, Renjun di sana kembali bersuara, "Aku benar-benar menaruh harap semoga masa itu aku memang sukses. Renjun, kamu udah kerja keras, jadi usahamu berbuah manis pastinya. Semangat!"
Ia mengulas tawa geli, tak lama Renjun di sana menurunkan kedua tangan, merematnya di pangkuan. Mulanya menunduk, lantas menatap kamera tanpa berkedip. "Untuk Arumi ... "
Giliran istrinya yang mendengarkan dengan khidmat, ia memainkan jemarinya, merasa gugup tiba-tiba. "Maaf ya kalau aku di masa depan suka keras kepala, skip makan malam, tidur di sofa, atau adu argumen sama kamu. Aku bakal berusaha memperbaiki mulai sekarang."
"Aku makin percaya sama takdir kalau memang benar kita menikah dan Elisé anak kita."
"Satu hal yang pasti, aku sayang kamu, Elisé juga."
Elisé tersenyum bangga, ia sudah mendengar lebih dulu, jadinya kelihatan lebih keren. "Pesanku gitu banget," sebenarnya ia tengah menelan haru, menggantinya dengan komentar lugu.
Arumi menoleh pada anaknya, ia tersenyum lebar, mengusap ujung matanya yang berair. "Makasih ya, sayang, Mama terharu loh."
Anaknya bersedekap, ia merasa senang dengan ekspresi mereka terutama Jaemin yang menganga tak menyangka, buatannya keren dan berguna juga.
"Nah, habis ini punya Mama!" Tepuk girang oleh Elisé lalu menyuapkan potongan soft cake dari Renjun ke dalam mulutnya. "Halo, Jung Arumi ... "
Arumi lihat dirinya di masa lalu tampak kelelahan dan penuh beban bisa dilihat pada kedua netranya yang sayu. "Pasti berat ya, kalau mengingat masa lalu? Kamu harus berusaha belajar sana sini biar ngerti materi, tapi otak rasanya mau meledak." Kekehan terdengar, "Gimana di masa itu? Bebanmu hilang belum sih? Semoga udah ya? Biar Ibu bangga lihat kamu yang sekarang."
Arumi masih terpaku, belum berkomentar apapun, hanya menahan pelupuknya yang nyaris banjir air mata. "Sebenarnya ... kamu suka ga sih sama Renjun? Kalau iya, jangan ribut ya? Aku ga tega Elisé kena imbasnya. Dia masih masa pertumbuhan, harusnya dirawat dengan kasih sayang. Jangan mengulang apa yang sudah Arumi, jangan seperti ayah."
"Makasih, udah bertahan sampai usia dewasa. Semoga kamu bahagia bersama Renjun dan Elisé."
TAK!
Garpu yang dipegang oleh Elisé terjatuh di permukaan piring kecil di meja, suara nyaringnya membuat ketiga dari mereka menoleh serentak.
"HUAAA, MAMA," tangis berisik itu menggema, buat Jaemin seketika menutup telinga. Bukan Arumi, tapi Renjun mengambil alih dan membawanya pergi ke kamar, menenangkan hingga terlelap.
Ia menarik selimut hingga ke bahu anaknya, tak lupa mengecup dahinya yang berpeluh. Kedua matanya sembab, anaknya ini memang cengeng, tapi ia gadis yang kuat seperti Arumi. Renjun tersenyum lega. Bahagia memiliki mereka berdua.
Ia yakin berkunjung ke masa lalu juga melelahkan, kala ia menutup pintu, didapatnya Jaemin yang berpamitan. "Istrimu nangis tuh, sana diurus," bisiknya lalu melambai tangan dan keluar dari apartemen.
"Arumi?"
"Renjun... aku..." Kalimat yang belum habis itu bergantikan isak, ia rengkuh sang istri tanpa ragu, diusapnya punggung Arumi lembut. "Kamu hebat Arumi, ibumu pasti bangga."
***
segini dulu aja deh, semoga sukaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite | Huang Renjun [END]
Fanfiction[semi-local] "Oh, jadi masa muda Mama sama Papa kayak gini? Pantes cekcok terus di rumah." ©ravalyne, 2021