F O U R

18 6 0
                                    

~HAPPY READING~

" KHANAYA!!!"

Panggilan yang bisa didefinisikan sebagai teriakan itu membuat naya mengangkat pandangan ke depan. Di depannya,terdapat Bimo,papanya berdiri dengan tangan bersedekap. Naya menggelengkan kepalanya pelan menatap Resa,mamanya yang berada disamping papanya sedang memegang rotan. Rotan yang biasa digunakan untuk memukul naya setiap bermasalah dengan orang tuanya.

Ia yakin ini masih berhubungan dengan hal yang kemarin itu. Airmatanya tergenang di pelupuk matanya ketika mengingat ia pasti akan dipukul. Sungguh menyakitkan orang yang disayang memukulnya secara tak manusiawi.

" Anak tidak tahu diri! Sudah dibaikin malah ngelunjak. Kamu maunya apa lagi sih? Gak ada sopan santunnya kamu sama orang tua. "

Hati naya mencelos ketika mendengar nada tajam itu keluar dari mulut papanya. Sebenarnya ini sudah sering dialaminya. Tapi entah kenapa yang terjadi hari ini sangat menyayat hatinya.

" Kamu kenapa kurang ajar sama istri saya? HAH?!"

Naya terlonjak kaget kala mendengar teriakan papanya. Air matanya yang tadinya masih tergenang kini sudah luruh. Entah sampai kapan hidupnya akan terus begini?

" Na-naya gak maksud begitu sama mama pah." Ujarnya dengan menundukkan kepala tak berani menatap kemarahan dari ayahnya.

Plakkk

" Arghh!"

Suara itu terdengar secara bersamaan. Lengan kiri atasnya seketika memerah kala rotan itu menyentuh kulitnya. Ia terpekik tertahan merasakan nyeri dilengannya dan hatinya. Sungguh,ia kemarin tak berniat begitu. Hanya saja ia terbawa emosi sampai tak sadar bahwa dia sudah bersikap tak wajar pada orang tuanya.

Barusaja wanita paruh baya itu memukulnya dengan rotan. Aura kemarahan terlihat begitu jelas di wajah kedua orang tuanya ini.

Isak tangis mulai keluar dari mulut naya. Ia tak bisa menahan kepedihan hatinya dan juga tak menyangka ibunya sangat tega memukulnya seperti ini.

" Saya tidak akan terpengaruh dari wajah busuk kamu itu! Kamu sudah mrnghancurkan keluarga saya BODOH!"

Lagi. Tangisan naya kembali pecah kala mendengar lagi kalimat yang menusuk ulu hatinya. Ia benar-benar menyangka kalau akan begini akhirnya.

" Ma-maafin naya pah. Naya gak mungkin tega ngelakuin itu,papa tolong percaya sama naya. Ada orang yang mendorong kak reyza pah! Bukan aku." Jelasnya menggelengkan kepalanya pelan. Airmatanya terus bercucuran deras mengingat kejadian itu. Kejadian yang membuatnya harus mengalami seperti ini.

" Saya tidak akan pernah percaya sama kamu! Saya sudah cukup sabar menghadapi kamu selama ini. Tapi tidak untuk kali ini!"

Bimo tampak marah kali ini. Pasti resa telah melebih-lebihkan cerita yang terjadi kemarin. Mungkin mamanya ini sangat ingin melihatnya tersiksa diamuk kemarahan bimo.

" Keluar kamu dari rumah ini! Saya tidak mau satu rumah sama PEMBUNUH?!" Ucap bimo dengan nada tajamnya.

Naya menggelengkan kepalanya cepat. Ia tak mau. Sungguh,ia tak mau berjauhan dari orang tuanya ini. Kenapa papanya tega sekali mengusirnya dari rumah ini.

" Gak mau! Aku gak mau,aku gak tau mau tinggal dimana pah!"

" Saya pindahkan kamu ke rumah yang sudah saya beli. Sekarang,bereskan barang-barang kamu dan segera angkat kaki dari rumah ini?!"

Naya menggeleng lemas. Tenaganya sudah tak ada lagi untuk menjawab ucapan bimo. Ia tak mau keluar dari sini. Ia tak mau berjauhan sama orang tuanya. Ia rela dipukul tiap hari tapi tetap tinggal disini.

Bimo melangkahkan kakinya menjauh dari kamarnya ini. Resa masih menatapnya dengan tatapan tajamnya. Tidak ada rasa kasihan sedikitpun yang diberikan terhadap naya. Naya kan juga anaknya.

" Ingat! Awas saja jika kamu kembali menginjakkan kaki dirumah ini. Saya tidak segan-segan membunuh kamu!"

Plakkk

Brukk

Setelah itu resa segera melangkahkan kakinya menjauh dari sana meninggalkan naya yang mengerang kesakitan memegang lengannya yang kembali dipukul dengan rotan. Ia tergolek ke lantai marmer yang dingin. Tenaganya sudah sangat habis. Ia tak bisa apa-apa lagi dan akhirnya semuanya gelap.

~Renaya~

Regan melangkahkan kaki nya menjelajahi trotoar yang berada dipusat kota sembari menendang batu-batu kecil yang ada disana.

Sedikit lagi ia akan sampai dirumah. Mengingat dari sekolah ke rumah sangatlah jauh. Ia berangkat pulang sekolah hanya bermodalkan kaki yang dialaskan sepatu usang. Sepatu ayahnya pada zaman dulunya.

Regan tak cukup mempunyai uang hanya untuk membeli sepatu. Ia dipindahkan ke sekolah elit saja sudah sangat beruntung yang dibiayai oleh teman ayahnya.

Ia tak cukup tau menahu cerita itu. Tapi yang jelas ibunya menerima uang dari teman ayahnya dengan alasan teman ayahnya itu dulu berhutang pada ayahnya yang sampai sekarang baru bisa dibayar. Ayahnya sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu karena dinyatakan serangan jantung. Pada hari itu juga harta kekayaannya menyusut untuk membayar hutang perusahaan.

Regan disekolahkan disekolah elit atas permintaan ibunya menggunakan uang bayaran pinjaman dari teman ayahnya itu. Uangnya cukup banyak untuk memindahkan regan ke sekolah yang lebih berkualitas. Tidak disekolah hasil buangan anak yang nilainya dibawah rata-rata seperti ini. Aneh jika anak secerdas regan harus memasuki sekolah itu tapi itu hanya keterpaksaan ekonomi yang sangat tidak mencukupi. Mungkin uang hasil bayaran utangnya itu cukup untuk digunakan selama satu tahun ini sebagai biaya sekolah regan.

Regan sudah menginjak kelas tiga SMA. Memang pada awalnya ia sudah menolak permintaan ibunya itu karena hanya sebentar lagi ia akan lulus. Tapi ibunya bersikeras agar tetap sekolah disana dan akhirnya begini.

Kembali ke topik,
Regan berbelok memasuki gang. Memang rumahnya berada di pojok kota lebih tepatnya didaerah yang sempit. Tapi tidak apa-apa jika ia masih bersama ibunya.

Hingga akhirnya langkahnya terhenti kala melihat banyak orang berbaju hitam yang sedang mengangkut barang ke rumah yang berada di depan rumahnya. Mungkin itu tetangga baru yang akan tinggal disana. Ia kembali melangkah menuju rumahnya dan sesekali menatap ke arah rumah itu.

Regan dibuat penasaran kala orang berbaju hitam itu mengangkat perempuan yang menggunakan seragam sekolah. Setelahnya orang itu keluar dan menjauh dari sana. Perempuan itu ditinggalkan sendirian!

Regan menggelengkan kepalanya. Mungkin saja perempuan itu ketiduran saat akan menuju kemari dan akhirnya diangkat orang itu memasuki rumah.

Regan melebarkan langkah kakinya saat melihat ibunya yang sedang tersenyum kearahnya. Ibunya mungkin sudah menunggunya saat ini untuk makan bersama.

Saat sampai didepan ibunya,ia mencium telapak tangan surganya itu.

" Eh?! Ini rambut kamu kok begini?" Ujarnya sembari mengacak-acak rambut regan yang tampak lebih pendek dari sebelumnya.

Regan mengangkat pandangannya menatap wanita paruh baya itu dengan senyuman yang tak pernah luntur sedikitpun.

" Tadi sebelum pulang aku sempet mampir buat cukur rambut bun. " Bohongnya menatap bundanya itu dengan senyuman yang dipaksakan. Ia merasa tak enak jika membohongi wanita itu. Tapi tidak mungkin ia harus jujur. Ia tak mau menyusahkan wanitanya lagi.

Regan berlalu dari hadapan ibunya dan berjongkok untuk melepaskan sepatunya.

" Udah dapet temen baru belum?" Tanya ibunya saat melihat regan yang akan menanggalkan sepatunya.

" Udah bun." Jawabnya seraya tersenyum lebar mengingat naya. Salah satu orang yang sudah membantunya. Ia yakin jika gadis itu akan mau berteman dengannya. Dilihat dari kelakuannya tadi siang yang menolong regan. Walaupun ia juga meminta imbalan,regan tak mempersalahkan itu. Ia hanya mengingat kebaikan naya yang sudah dua kali menyelamatkannya dari ancaman indra.

Sabtu,6 juni 2020

Renaya(Regan&Naya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang