Di permukaan semua tampak kembali seperti semula. Ke tempat yang seharusnya. Tanpa mereka tau ada gejolak frustasi yang terus tumbuh saat melakukan aktifitas sehari-hari ini.
Bukan seperti ini akhir seharusnya.
Masih ada beberapa hal yang perlu di selesaikan. Sakura tak tahan berpura-pura bersikap tak ada yang terjadi. Sebuah bayangan hitam selalu tercipta ketika empat orang itu berbicara. Bayangan yang terus membicarakan segala kejelekan dan menjelekkannya. Menindasnya terhadap kelemahan-kelemahannya.
Sakura tau jika pikirannya terkadang suka melebih-lebihkan. Sejujurnya ia pun lelah berpikir seperti ini, ia belum menemukan cara yang tepat untuk penyakit overthinking-nya.
Semua tenaga ia kerahkan untuk tampil biasa di sekolah. Hanya rumah yang dapat ia jadikan tempat melepas itu semua. Keluarga membuatnya nyaman tapi ini bukan suatu hal yang dapat ia ceritakan. Ini masalah remaja. Di sudut bagian rumah merupakan tempat naungan sebenarnya. Mengurung untuk merefleksikan diri adalah cara yang tepat pada masalah yang tampak terselesaikan ini. Meski tau ini tindakan mengkhawatirkan bagi Ibunya.
***
Rasa khawatir membucah tinggi dalam dada Mebuki. Ini hari ketiga anak perempuan satu-satunya bersikap seperti ini. Wajahnya seakan baik-baik saja di hadapannya tapi Mebuki tau bahwa gadis kecilnya sedang mengalami masalah.
"Sasori-kun..." ucap Mebuki dengan nada khawatir menyapa pada anak sulung yang sudah kembali ke kota lain untuk menempuh pendidikan perguruan tinggi.
"Ibu, ada apa?"
"Apa Sakura-chan bercerita padamu tentang sesuatu?"
"Tidak. Apa dia membuat masalah Ibu?"
"Beberapa hari ini dia mengurung diri. Tidak ingin keluar setelah pulang sekolah. Ibu membujuknya untuk bercerita tapi sepertinya adikmu tidak ingin membagikannya pada Ibu."
"Aku akan mengomelinya nanti."
"Sasori-kun! Ibu bercerita padamu karena khawatir. Jangan membuat adikmu semakin stress." Tegur Mebuki pada sang anak yang menganggap enteng masalah ini. "Apa dia di bully di sekolahnya?"
"Tidak mungkin, Bu. Sakura itu kuat, mana ada yang berani mem-bully-nya. Mungkin dia sedang patah hati karena lelaki yang disukainya berpacaran dengan gadis lain."
"Benarkah seperti itu?" tanya Mebuki ragu.
"Mungkin saja kan Bu?"
"Adik Itachi, teman Sakura juga kan?" Sasori menjawab pertanyaan Mebuki dengan dehaman mengiyakan. "Sasori-kun coba kau tanyakan padanya. Ibu hanya ingin memastikan."
"Ibu, Sakura sedang menghadapi fase remaja yang labil. Ini hal biasa untuk perempuan di usianya."
"Tetap saja, Ibu khawatir dengannya."
Sasori mendesah. "Baiklah akan ku tanyakan nanti."
"Ibu menelpon ku hanya untuk Sakura? Tidak menanyakan kabarku?"
Mebuki tak mengerti dengan kemanjaan yang masih menempel erat dengan anak ini. Umur sudah kepala dua. Bertingkah dewasa ketika di hadapan adiknya saja. Sungguh lucu tingkah anak pertamanya ini.
"Ibu akan menelpon lagi. Jangan lupa tanyai mengenai adikmu. Ibu menunggu kabar darimu."
***
Bukan sekali dua kali obsidian hitam itu tertangkap basah sedang menatapnya. Tidak tau alasan apa kali ini lelaki itu bersikap seperti ini namun masih menimbulkan keresahan yang sama dalam benak Sakura.

KAMU SEDANG MEMBACA
DIARY
FanficSakura memiliki diary yang ia simpan rapat-rapat agar tak diketahui orang-orang di sekitarnya. Namun, seseorang membuka diary-nya. Sakura sadar akan hal itu. Karena letak penempatan pembatas bunga yang ia buat berubah. Ini memalukan. Ia harus seg...