Perlahan tapi pasti Gabby membuka mata sipitnya. Tersenyum tipis mendapati wajah polos Rafael yang sedang terlelap dengan nyenyaknya. Kalau boleh jujur Gabby jauh lebih menyukai wajah Rafael saat tidur seperti ini. Terlihat lebih polos dibanding menyebalkan.Kalau di pikir-pikir sungguh aneh Gabby bisa mencintai sahabatnya sendiri. Terdengar sedikit jahat bukan? Tapi, Gabby tak bisa terus-terusan membohongi dirinya sendiri yang selalu merasa nyaman berada dekat dengan Rafael. Biarlah kali ini Gabby tenggelam dalam kebodohannya mencintai orang yang bahkan tak menganggapmu lebih dari sahabat.
Pada akhirnya Gabby memilih untuk beranjak bangun sekarang juga. Jika tidak akan sangat menyebalkan kalau Gabby harus jatuh semakin dalam pesona seorang Rafael Leonardo Harvey. Ayolah... Gabby tak ingin terlihat sebagai benalu menyebalkan di hubungan orang lain.
Perlahan Gabby melepaskan tautan lengan Rafael yang memeluknya posesif. Sebuah kebiasaan Rafael ketika mereka tidur. Kebiasaan yang mau tak mau harus Gabby terima dengan lapang dada dengan berpikir bahwa itu hanya kebiasaan Rafael dan tak ada niat lebih di dalamnya.
Gabby terkekeh pelan mendapati Rafael yang sedikit terganggu dengan apa yang ia lakukan. Tapi, alih-alih beranjak bangun, pria bermarga Harvey itu justru semakin meringkuk di dalam selimut mencoba mencari kehangat lain.
Setelah puas dengan acara memperhatikan Rafael di pagi hari, Gabby memutuskan untuk beranjak mandi dengan cepat. Entah kenapa pagi ini Gabby ingin menikmati sebentar kesunyian mansion keluarga Harvey.
*****
Gabby tersenyum tipis sambil memperhatikan foto keluarga Harvey yang terletak begitu apik di tengah ruang keluarga. Gabby selalu suka melihat foto keluarga Harvey. Entah kenapa setiap Habby melihatnya Gabby selalu merasa jika keluarganya masih ada.
Keluarga ini begitu sempurna baginya. Dengan dua orang tua yang masih lengkap juga saling mencintai di tambah 3 anak yang selalu terlihat rukun dan saling menyayangi. Jika saja.. Jika saja semua yang Gabby miliki masih ada. Akankah ia merasa bagaimana rasanya menjadi seorang kakak? Akankah ia memiliki seorang adik kecil? Akankah ia merasa kehangatan sebuah keluarga?
Semua masih begitu menyakitkan untuk Gabby. Dia sendiri. Tak ada yang tersisa untuknya selain harta warisan ayahnya Zain Thomas. Tidak ada kakak, tidak ada adik, bahkan sanak saudara. Sungguh beruntung masih ada keluarga Harvey yang mau menerimanya.
Keluarga ini bagaikan malaikat penyelamat untuk Gabby. Apapun... Apapun akan Gabby lakukan untuk keluarga ini meski Gabby sendiri tidak tahu apa yang di butuhkan keluarga ini. Keluarga ini memiliki segalanya. Harta, kehormatan, tahta, kebahagian.
Ah.. Entah pujian apa lagi yang harus Gabby berikan pada keluarga ini.
"Sudah merasa baikan,sayang?"sebuah rangkulan lembut perlahan membuat Gabby kembali tersadar dari lamunannya.
Gabby tersenyum lebar mendapati seorang wanita yang masih terlihat cantik diumurnya yang sudah tak lagi muda, kini menatapnya hangat.
"Tentu saja. Maaf, pasti Mommy kaget ya kemarin?"balas Gabby lembut pada Kiana Van Harvey, ibu Rafael.
"Tentu saja, kau tak tahu seberapa kagetnya aku saat Rafael menggendongmu turun dari helikopternya dengan wajah paniknya."
"Hm.. Anak Mommy yang satu itu memang sedikit berlebihan, Mom.." sesal Gabby.
Dibanding merasa kesal karena Gabby memprotes perilaku anaknya yang kelewat posesif Kiana justru tertawa mendengarnya. Sambil merangkul Gabby duduk di salah satu sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possesive Billionaire Friends [HIATUS]
Teen FictionRafael Leonardo Harvey, pria tampan yang merupakan anak sulung dari keluarga terkaya di eropa sekaligus merupakan sahabat dekat Gabrielle. Dan sialnya Gabby mencintai sahabatnya sendiri dan semuanya semakin begitu menyebalkan ketika faktanya mengata...