Please Don't Go

334 34 13
                                    


Si bungsu terbangun tengah malam karena mimpi buruk yang mengganggunya. Kepala kecilnya menoleh ke kanan dan ke kiri memastikan jika malam masih cukup panjang untuk si kecil yang terjaga dari tidurnya. Dengan modal nekat, ia mengambil boneka berang-berang yang diberi nama Ddalie, juga selimut kecil bergambar robocar poli, kemudian turun dari kasur dan bergegas keluar kamar.

Kaki-kaki kecilnya melangkah cepat menuju sebuah pintu yang terletak paling pojok di lantai dua rumah mewah itu. Suasana gelap tidak menghalangi langkah si bungsu untuk akhirnya membuka pintu bercat putih di hadapannya.

Seakan sudah hafal dengan setiap sudut ruangan itu, si kecil bisa dengan mudah menemukan ranjang ukuran king size di sana, walaupun hanya diterangi cahaya minim dari sepasang lampu tidur.

Buru-buru ia menaiki ranjang besar itu, setelah melemparkan Ddalie dan selimutnya lebih dulu ke atasnya.

"Bunda..." rengeknya. Ketika mendapati sosok yang ia kenal sebagai ibunya sedang tidur di sisi kanan kasur.

Merasa ada pergerakan lain, sosok 'Bunda' itu terbangun. Agak kaget karena mendapati si bungsu ada di atas kasurnya sambil meremat  telinga Ddalie dan ujung selimut miliknya.

'Bunda' pun mendudukkan tubuhnya. Yang sedetik kemudian ditubruk oleh si kecil yang langsung terisak hebat di dadanya.

"Loh? Adek kenapa nangis?"

Si bungsu masih terisak, enggan menjawab. Tangan-tangan kecilnya sudah berganti meremat bagian depan piyama sang Bunda. Seperti takut ditinggal.

Suara-suara yang ditimbulkan keduanya membuat satu sosok lain yang tidur di sisi sebelah kiri ikut terbangun. Ia juga ikut bingung mengapa tengah malam istrinya tebangun dengan si bungsu yang memeluknya erat.

Saklar lampu di dekat nakas ditekan. Membuat ruangan itu menjadi lebih terang dari sebelumnya.

"Kenapa?" Tanya sosok yang baru bangun tanpa suara pada 'Bunda'.

Yang ditanya menggeleng tidak tau, tapi tangannya betah mengusap kepala, dan punggung si kecil yang masih menangis.

"Dek? Adek kenapa?? Mau cerita sama Ayah?" Katanya.

Dengan isakan yang masih kentara, si kecil mulai menjelaskan. "Bunda.. huks.. Hwi mimpi.. huks.. Bunda pelgi tinggalin Hwi.. huks huks.."

Youngmin dan Donghyun saling berpandangan. Mereka akhirnya paham mengapa si bungsu bisa sampai ke kamar orangtuanya tengah malam begini.

Kepala Daehwi ikut Donghyun usap. "Itukan cuma mimpi, Sayang.."

Si kecil menggeleng ribut. "Hwi.. huks.. ndak mau Bunda pelgi.. huks huks.."

Youngmin tersenyum manis, lalu mengangkat tubuh Daehwi agar wajah mungil si bungsu bisa ia tatap lekat. Sejajar dengan wajahnya.
"Bunda gak pergi, Sayang.. Bunda ada di sini.. Adek liat kan??"

Tangan kecil Daehwi segera mengusap airmata di wajahnya kasar. "Bunda jangan pelgi.."

"Bunda gak pergi.."

"Plomise??"

"Promise..."

Merasa si kecil sudah mulai tenang, Youngmin membaringkan Daehwi di tengah antara ia dan Donghyun.

"Adek lanjutin bobonya ya?"

Daehwi mengangguk. "Tapi Hwi pegang tangan Bunda ya? Hwi takut Bunda pelgi.."

Youngmin dengan senang hati membiarkan jari-jarinya digenggam erat oleh tangan kecil Daehwi. Si kecil tersenyum dan mulai memejamkan matanya setelah Youngmin mengecup sayang kening, kedua pipi dan hidung si bungsu.

About Us (Produce 101 seasons 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang