"Saat hujan turun"
Happy readingAnya tercekat dikursinya. Matanya memincing tajam atas seorang laki laki berbadan tegap yang baru saja lewat persis didepan kaca jendela tempat anya duduk.
Emerald hijaunya yang sempat tersiram cahaya matahari Membuat anya tak mampu berkata kata. bukannya segera berlari memanggil gadis itu malah seperti anak bodoh sekarang. Ia justru terdiam tatkala punggung lelaki yang memancarkan aura sedingin es itu sudah menghilang dari ekor mata anya
Gadis itu mengerjapkan matanya.
“bodoh!” ucapnya segera berlari keluar kantin, sempat beberapa kali anya menubruk meja meja kantin yang tersusun, kembali membuatnya menjadi pusat perhatian.. tapi anya tak punya waktu lagi soal itu.
“woii!!!! EH!!” panggil anya sambil terus mengejar pemuda bernetra hijau itu yg terlihat ingin pergi ke arah parkiran, diantara lalu lalang mahasiswa lain.
“woi!!!” teriak anya sekali lagi akhirnya mampu menyentuh kemeja biru tua, pudak sang pemuda.
Pemuda tadi memutar badannya sekejap sembari memutar peralatan yg ia pegang, menatap datar ke arah seorang gadis yang kini justru terlihat megap megap seperti habis lari dikejar anjing.
Eh? Gadis gila itu?, fikirnya barangkali
“hosh.. hosh...” anya berusaha mengatur nafasnya sekejap
“eh cowok aneh! lo gak lupa sama gue kan?” tukas anya cepat ketika sudah berhasil menguasai dirinya yang agak ngos ngossan.
“cewek gila yang mau bunuh diri ditengah becekkan?” jawabnya polos dengan suara berat.
Anya memejamkan matanya geram kemudian menghembuskan nafasnya kasar. Demi sang dewa butala dan dewi hera, apakah pemuda dihadapannya ini memang benar beanr manusia ha? Apa tidak lebih baik manusia ini dimakan titan saja?!
“sumpah lo jangan mancing mancing gue emosi dong ah!!” balas anya sebal.
“yaudah, ada apa emang?” sang netra hijau itu akhirnya terdiam, menatap orbit lurus netra cokelat tua milik anya.
Anya memejamkan matanya sekejap.
“jaket lo... gue mau balikin” ucap anya seraya menghembuskan nafasnya kasar.
Pemuda itu kemudian menangkat kedua alisnya, memutar bola mata jengah “mana?” ucapnya kemudian menjullurkan tangan.
Anya meraih tas punggungnya yang ia gemblok sambil agak menepi karena mengganggu beberpa mahasiswa yang ingin masuk. Dahi gadis itu berkerut binngug. Ia mengobrak abrik isi tasnya, mencari jaket kulit yang seharusnnya ia bawa hari ini.
“mana?” ulang pemuda itu lagi seraya mengintip isi tas gadis di depannya. Hinngga sesaat netrra hijau kelam itu tak sengaja bersua dengan beberapa lembar kertas pendaftaran acara-
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat hujan turun
Teen Fiction"tanpamu, kini langit yogya bukan lagi apa apa zef" ini kisah tentang aku dan dia. juga kisah tentang langit yogya dan rinainya yang ber luruh luruh utuh membasuh sebagian kenangan yang terus menggenang. untukmu zef, terimakasih. -anya