Part 5. Permintaan

55 8 0
                                        

Takdir tak pernah salah mengenali tuannya. Jika Allah SWT menakdirkan kita bersama, sehebat apapun angin yang menerpa akan sampai pada tujuannya

Maymanah Azeeza

🌺🌺🌺

Mentari bersinar tampak malu-malu di ufuk timur. Ku buka jendela kamarku menampakkan embun pagi yang masih kentara. Menghirup udara pagi memang sangat menyenangkan. Setelah kemarin sehari semalam tidak bisa tidur, akhirnya semalam aku bisa memejamkan mata ini walau tak terlalu lama.

Ku lihat jam dinding yang menunjukkan pukul 6 pagi. Segera ku pakai jilbab instan dan turun ke bawah menyapa Bunda dan Ayah. Sekarang hanya tinggal kami bertiga di rumah ini. Zahra sudah kembali ke pesantren sejak kemarin. Jika ada Zahra, pagi-pagi pasti sudah ramai sekali entah apa yang dia cari. Ah adikku itu

Semalam aku dan Ayah berencana akan jalan-jalan pagi di taman komplek. Ku lihat Ayah berbincang dengan Bunda di halaman depan. Mereka sungguh serasi. Serasi bukan berarti sama, tapi serasi adalah manakala dua orang yang dipertemukan bisa saling mengisi kekosongan dan melengkapi satu sama lain. Saling memberi dan menerima satu sama lain.

Ayah dan Bunda tak pernah sekalipun berkeluh kesah di depan putri-putrinya. Mereka selalu memperlihatkan kebahagiaan dan menutup aib dalam-dalam. Ketegasan Ayah selalu dibalut kelembutan Bunda. Ke gelisahan Bunda selalu bisa di tenangkan oleh Ayah.

"Eh putri Ayah udah turun. Ayo berangkat"

Ayah langsung berdiri ketika aku datang. Meraih botol minum yang disiapkan Bunda dan menggenggam tanganku erat.

"Ayah, handuknya ketinggalan". Bunda dengan sigap langsung memakaikan handuk itu di pundak Ayah. Begitu romantis bukan ayah bundaku ini.

"Kita berangkat dulu ya Bun. Assalamualaikum". Ku cium tangan Bunda lalu mulai berjalan mensejajari langkah Ayah.

Jarak rumahku dengan taman komplek tak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk pergi ke sana. Berlari-lari kecil sembari bercanda gurau dengan Ayah adalah hal yang selalu aku rindukan. Banyak sekali topik yang kita bicarakan, dari hal kecil sampai hal serius sampai tak terasa kita sudah sampai di taman komplek. Sungguh aku tak menyangka dengan apa yang aku lihat. Pasalnya, sudah lama sekali aku tidak mengunjungi taman ini ketika pagi hari. Adikku selalu mengajakku ketika dia pulang. Tapi aku selalu malas dan memilih membantu Bunda memasak. Dan berakhir Zahra keluar dengan teman-temannya.

Ku lihat banyak sekali orang yang datang. Dari anak-anak sampai lansia. Dari yang bertujuan mengikuti senam pagi, jogging seperti aku dan Ayah, sampai sekedar membeli jajanan pedagang kaki lima. Anak-anak berlarian ke sana kemari, para orang tua saling menyapa dan berbincang-bincang. Sungguh di luar ekspektasi ku.

Aku mengikuti langkah Ayah yang berjalan menuju seseorang. Tidak terlihat wajahnya karena beliau membelakangi kami. Semakin mendekat, sepertinya tidak asing.

"Pak Aziz, Assalamualaikum" Dan benar saja, ketika orang tersebut membalikkan badannya ternyata ia Om Aziz.

"Waalaikum salam Pak Ibrahim". Om Aziz membalas salam Ayah. Setelah Ayah bersalaman, langsung ku salami tangan Om Aziz sebagai rasa hormat ku kepada yang lebih tua

"Sendirian saja nih, kesini?"

"Nggak, saya bersama Fawwaz. Itu dia Fawwaz". Om Aziz menunjuk kearah belakangku.

Jantungku rasanya terpompa lebih cepat. Bukan karena aku menaruh rasa padanya. Tapi terlebih karena sampai saat ini aku belum bisa memberikan jawaban atas niat baiknya. Ku tundukan pandanganku tatkala dia menyalami tangan Ayahku. Apakah Fawwaz akan meminta jawaban sekarang? Entahlah

Imam Sholat MayzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang