Disini

108 6 5
                                    


Hari ini adalah hari pertamaku sekolah. Sekolah umum yang tak biasa ku jalani. Hanya keyakinan yang ku tanamkan. Sekolah umum maupun madrasah adalah tempat menuntut ilmu. Aku hanya perlu mencari ilmu sebanyak mungkin. Untuk pergaulan, semoga aku bisa mengimbanginya.

Langkahku mantap walau sekeliling memandang tak enak. Tentu saja, di sekolah umum dengan percaya dirinya aku mengenakan jilbab dengan pakaian yang besar. Walaupun ada beberapa siswa yang berpakaian tertutup, ku kira di sini cukup jarang atau bisa dibilang jarang sekali. 

Hal pertama yang harus aku lakukan adalah menemui kepala sekolah. Menyelesaikan administrasi dan mengetahui pembagian kelas. Namun, aku belum tahu dimana letak ruang kepseknya. Ku tanyakan pada pal satpam.

"Permisi, pak ruang kepsek dimana ya?"

"Sebentar, saya antarkan saja."

"Nggak usah, pak. Nanti merepotkan. Bagaimana kalau minta tolong siswi saja?"

"Oh, begitu ya. Eh...Rohman! Bapak mau minta tolong. Antarkan mbak ini keruang kepsek ya!"

Panggil pak satpam kepada seorang siswa bernama Rohman itu. Sebenarnya aku tidak begutu nyaman jika harus diantar seorang siswa. Tapi, sangat tidak enak kalau aku menolaknya. Sedangkan, tadi ia sudah menganggukkan kepala.

"Mbak! Ayo saya antar keburu bel masuk nanti."

"Oh...iya."

Ia berjalan di depan. Aku pun mengikutnya. Tiada percakapan, kami saling diam. Ku kira dia adalah seorang yang dingin dan tertutup.

"Ini mbk, ruangannya."

"Terimakasih" 

Ia hanya mengangguk dan berlalu pergi. Benar-benar irit bicara. Baru kali ini aku menemui seseorang sedingin es. Tapi, entahlah. Baru kali ini juga aku satu sekolah dengan laki-laki. Tanpa berpikir panjang, aku pun menemui kepala sekolah. Ku selesaikan administrasi dan kutanyakan dimana kelasku berada. 

Kelas FISIKA-1. Ku cari sampai akhirnya ku temukan. Kebetulan yang mengajar adalah wali kelasku, begitu kata kepsek tadi. Ku berdiri diambang pintu. Masih ragu apakah aku akan masuk, atau tidak. Takutnya aku mengganggu berlangsungnya pembelajaran.

"Biru! Silahkan masuk. Kok malah berdiri di depan pintu."

"Eh..iya pak. Assalamualaikum."

"Waalaikum salam. Ini adalah teman baru kita. Bisa dipanggil Biru. Ia pindahan dari madrasah. Jadi mohon dimaklumi jika pakaiannya sangat islami. Terlebih, gaulilah ia dengan sebaik mungkin. Silahkan mencari tempat yang kosong Biru!"

Biru mengedarkan pandangannya. Tak sengaja ia melihat Rohman duduk di bangku yang sebelahnya kosong. Aku sedikit terkejut. Ternyata aku sekelas dengan es batu itu. Tapi dia laki-laki. Tidak mungkin aku duduk di sebelahnya. Ku edarkan lagi, bangku yang kosong kembali terletak di samping seorang siswa.

Rohman melirikku. Entah hanya aku yang merasa, atu memang benar. Ia tampak berpikir. Tiba-tiba ia berdiri dan duduk di samping siswa yang bangku sebelahnya kosong tadi. Apakah ia tahu apa yang aku pikirkan? Ahh sudahlah setidaknya aku dapat tempat aman.  Segera ku duduki bangku bekas Rohman tadi. Kini aku bernapas lega.

****

Bel pulang sekolah berbunyi. Seluruh siswa berhambur keluar kelas. Biru masih duduk di bangkunya. Ia sangat menghindari keramaian. Nila dan Desi, teman yang duduk di bangku belakangnya pun sudah keluara. Dengan tenang diambilnya buku saku berwarna biru kesukaannya. Ia mulai membuka lembar yang kosong. Tak sabar merangkai kata yang tersemat dalam pikirannya.

Selamat siang kehidupan. Mereka bukan kumpulan yang buruk sifat. Walau busana tak sesuai syariat. Ku kais beribu manfaat. Bersamanya kutemukan jiwa yang sehat. Tak semua harus berwarna hijau atau bahkan biru. Tak semuanya harus terasa manis. Semua punya estetika yang berbeda. Cukup renungi, dan kamu akan memahami. Tanpa memihak, tanpa penuh petak. Dan kau akan bebas menikmati, dari mana keindahan akan tersaji.

"Belum pulang?"

Suara serak itu mengejutkan Biru. Pandangannya mengedar. Ternyata dia.

"Belum." Hanya itu yang dapat ia ucapkan, di tengah keterkejutannya.


AuroraWhere stories live. Discover now