Izin

46 4 3
                                    

Setiap udara bergerak menjadi angin
Setiap do a terpanjat menjadi harapan
Setiap sendi bergeser menjadi gerakan
Setiap sujud tersembah menjadi pengabdian.

"Assalamualaikum warahmalullahi wabarakaatuh."

Semua mata terpusat pada suara yang baru saja terdengar. Gurau yang sempat menghias kelas perlahan senyap. Salam itu telah membius para penghuni kelas. Sibuk menunjukan sikap manisnya.

"Waalaikumsalam."

Semua menjawab serempak. Setiap sambutan yang di dahului salam pasti akan terjawab antusias. Karena kali ini pengucapnya adalah Royan. Ketua osis yang sangat cool dan disiplin itu, menjadi sorotan paling memukau. Bahkan, ia hampir setara dengan guru dalam hal dipatuhi. Tidak ada yang berani melanggar perintahnya.

"Baiklah adik-adik semua! Minggu ini akan di adakan perlombaan menulis cerita. Pendaftaran tidak di pungut biaya dan bagi pemenang akan mendapat reward. Bertema bebas yang penting mengandung pelajaran. Jangan lupa buat cerita semenarik mungkin."

"Kak pendaftarannya kepada siapa? Trus persyaratannya bagaimana?"

"Pertanyaan bagus. Dari tadi nggak ada yang nanya ini ya? Siapa namanya?"

"Biru."

Royan pura-pura bertanya. Padahal, dalam hati ia memuji sang adik yang cukup berani bertanya. Tidak ada seorang siswa pun yang yang bersuara. Berpasang-pasang mata yang memandangnya. Namun, Biru tetap cuek dengan ekspresi datarnya.

"Ada yang mulai cari perhatian nih, guys."

Suara keysa melengking memecah keterdiaman. Hal itu mengundang perhatian Royan. Ia segera menatap adiknya. Biru tetap santai saja dengan perlakuan keysa kepadanya. Biru mulai paham. Ada beberapa orang yang akan mengganggu jalannya.

Suasana kelas menegang. Tidak ada sebuah suara pun yang terdengar. Namun, bukan Royan namanya jika tidak mampu menguasai suasana.

"Baiklah, dek Biru yah! Semangat sekali kelihatannya. Semuanya saya yakin pada pengin ikut. So, lihat pamflet di mading yah!kalau kurang jelas boleh tanya langsung ke OSIS. Sekian and see you." Ucap Royan mengakhiri.

Tak berselang lama bel pulang  sekolah berbunyi. Seluruh siswa memberesi bukunya kemudian bergegas pulang. Seperti biasa Biru tetap bergeming. Diambilnya buku biru kesayangannya. Ia mulai menggores perlahan.

Puisi itu masih rumpang
Tentu butuh larik yang menopang
Ada kalanya terhias kata "jumawa"
Atau terkadang indah bersama kata "luka"

_el-birr_

Hari ini ia temukan lagi kata mutiara untuk menjadi temannya suatu saat nanti. Biru menyadari adanya sesuatu tak pernah kebetulan. Setiap rintik hujan pun membawa sebuah pesan. Hanya kita yang perlu membuka mata dan berkata 'ternyata semuanya adalah keindahan'.

Begitu suasana sepi, Biru melangkah menuju perpustakaan. Tempat itu pasti sepi setelah siswa pulang sekolah. Bibirnya membentuk lengkungan bulan sabit yang manis kala memasuki ruangan penyimpan setiap ilmu itu. Beratus rak buku seakan melambai ingin dijelajahnya.

Langkahnya terhenti pada sebuah rak berisi novel "Rindu" karya Tereliye. Tangannya ingin meraih. Sayang novel itu tidak bisa ia jangkau karena terletak di rak paling atas. Niatnya mengambil pun diurungkan. Biru mencari buku yang lain.

"Nih!"

Sebuah tangan mengulurkan novel "Rindu" dari belakang. Biru menghentikan langkahnya. Ia menengok. Raut wajahnya langsung berubah shok. Tapi, secepatnya ia bersikap tenang.

AuroraWhere stories live. Discover now