Siang yang begitu cerah. Ingin rasanya berteduh di bawah pohon rindang. Menikmati angin sepoi-sepoi membelai. Menyumbangkan hawa sejuk.
Pengumuman membuat cerpen pun telah tiba. Royan selaku ketua osis memberi sambutan dan dilanjutkan acara pembacaan pemenang oleh kepala sekolah.
"Assalamualaikum anak-anak semua. Hari ini akan saya umumkan pemenang lomba cipta cerpen. Harap seluruhnya saja memperhatikan dengan seksama."
"Langsung saja bapak umumkan. Juara ketiga diraih oleh Crystal. Beri tepuk tangan yang meriah."
Suasana semakin gaduh. Pasalnya seorang Crystal mengikuti kegiatan seperti ini adalah hal langka. Ditambah lagi dengan ia menjadi juara. Ia pun nampak pongah dengan mangangkat kepalanya.
Sepasang mata tajam menyorot kepada Biru. Naura yang melihatnya merasa jengah. Selalu saja ia bersikap tidak baik pada Biru.
"Maaf, Pak sebelumnya. Sekalian mohon di bacakan judul cerpen yang di buat." Kata Royan menambahi.
"Baiklah bapak ulangi. Untuk juara ketiga, diraih oleh Crystal dengan judul 'Bening di Matamu'."
"Juara kedua dan satu, diraih oleh...Rohman dan Biru..."
"Eh...sebentar, Pak. Seharusnya juara dua dan satu disebutkan sendiri-sendiri. Kan biar jelas juara terbaiknya Rohman atau Biru." Ungkap salah satu siswa yang berdiri paling depan.
"Loh...memang keduanya poinnya sama kok." Timpal kepala sekolah.
"Adapun judul cerpen Biru adalah "Sinar Binar" dan Rohman "Tetes embun". Dimohon bagi para pemenang maju.
Ketiganya maju ke hadapan seluruh hadirin. Biru hanya diam menundukkan pandangannya. Banyak pasang mata yang melihat. Baru kali ini ada yang mampu bersanding dengan Rohman sang juara aksara.
Tubuh biru bergetar. Ia tidak bisa dalam keadaan tertekan ketika sakit seperti hari ini. Berkali-kali matanya menyorot pada sang kakak. Mengedipkan mata sebagai tanda bahwa dia tidak kuat berdiri lama. Namun, sang kakak justru asik bercengkrama dengan beberapa dewan guru.
"Bagaimana jika kamu dengan murid baru itu saja, Rohman. Bapak lihat beberapa kali kamu mengamatinya." Goda seorang guru.
Sedangkan yang digoda hanya terus tersenyum tanpa arti yang berhasil membuat para fansnya meleleh ditempat.
"Kak Rohman..."
Brukk...
Biru sudah tergeletak ditanah. Para siswa langsung menghadap suara tersebut. Karena tidak ada yang berani sembarang orang memanggil Royan ketika ia sedang bercengkrama dengan para guru.
Royan sangat terkejut. Baru saja ia melihat adiknya tersenyum bangga kepadanya dan beberapa detik berikutnya ia sudah tersungkur tak berdaya.
"Semua minggir!"
Ucap Royan dingin namun terkesan tak terbantahkan. Tangan-tangan yang hendak membantu tubuh Biru segera ditarik kembali. Ia melangkah cepat menggendong adiknya ala bridal. Wajahnya nampak khawatir menyusuri seluruh siswa yang bergumul.
"Wow...kak Royan gendong cewek...
"Daebak...pake dukun mana nih sampai bisa kaya gitu...
"Jaran goyang kali ua!..Dan masih banyak lagi keterkejutan yang mengiring kepergian Royan dengan membopong tubuh Biru. Royan yang terkenal menjaga jarak dengan seluruh wanita di sekolah elite itu, tiba2 rela membopong anak baru yang belum dikenal lama. Dapat dipastikan sebentar lagi tidak ada waktu nam kedua orang itu tidak tersebut.
ROHMAN
Nama itu kembali tersebut. Kenapa harus nama yang itu. Tidak adakah nama yang lain? Kenapa aku merasa ada yang berbeda dengan nama itu?
Pikirku terus mencari alasan yang tidak ada ujungnya hanya karena sebuah nama. Sampai seorang sahabat menepuk bahuku.
" cepetan maju. Lo udah nunggu dari tadi, kan?"Aku sampai lupa bahwa tadi namaku tersebut. Berdampingan dengan nama yang mengusikku sejak kemarin. Ragu langkahku untuk bersanding tepat dengan dia.
Sekilas mataku menyapu sekitar. Bukan sebuah kebiasaan memang. Aku yang selalu menunduk mengangkat pandangan. Ketika pandanganku menerpa wajah orang disampingku aku mencoba mencari kesadaran yang tiba-tiba menghilang. Wajah yang nampak pucat. Bibir bergetar. Apakah ia masih sakit?
Rasanya aku ingin menanyai kabarnya atau sekedar menyapa. Namun, kelu lebih dahulu membungkam bibirku. Alhasil, aku hanya diam. Sesekali ku lirik. Tubuhnya semakin bergetar. Matanya menyorot pada sebuah titik dimana seorang pria berdiri disana. Beberapa kali matanya mengerjap. Aku tak tahu apa maksud semua itu.
"Kak Royan...
Brukk...
Tubuh itu menyenggol lenganku. Hatiku ingin berbuat tapi pikirku menolak hebat. Tidak. Aku tidak boleh memegangnya. Ia bukan mahramku. Aku hanya sibuk meniti tiapa wajahnya. Kemudian beristighfar ketika kesadaranku kembali.
Hatiku sedikit berbeda ketika bukan namaku yang tersebut. Tapi apa daya ketika lelaki yang dipanggilnya langsung membopongnya. Terkejut. Hal pertama yang aku lihat dari seorang Royan ketua Osis. Ia tak pernah sekalipun bersinggungan dengan cewek. Secantik dsn sebaik apapun. Namun, pamandangan kali ini telah mengubah banyak hal tentang asumsinya.
"Rohyan, udah melangkah sejauh itu ternyata hibungan kalian. Bapak kira kamu hanya tahu namanya saja. Eh ternyata..."
Suara itu menelungsup ke dalam telingaku tanpa halangan. Pikirku melayang. Pantas saja jika kak Royan mau menyentuh bahkan menggendong Biru. Ternyata mereka ada hubungan selama ini.
Gimana? Seneng gak bacanya? Maaf yaa🙁 autor masih bau kencur dlam hak menulis.
Salam manis
Uswah
YOU ARE READING
Aurora
Teen FictionBadai akan berganti pelangi. Sulit bukan alasan tuk menyerah melainkan kesempatan untuk tabah. Binar datang dan pergi. Namun, mendamai adalah akhir yang tak menyakiti