Mulai Melangkah

76 6 0
                                    

Mentari mulai menampakkan sinarnya. Suara burung mulai bernyanyi. Sejuk warna dedaunan menambah damainya hati. Udara masih cukup segar. Kendaraan belum banyak berlalu lalang.

Biru berjalan menelusuri totoar. Ia sengaja berjalan kaki hari ini. Sesekali berhenti, memandang jalanan yang masih lenggang.  Menghirup udara segar bersama senyum yang tidak memudar.

"Andaikan setiap waktu jalanan seperti ini. Mungkin kota ini tidak terlalu panas dan kotor ketika siang hari." Gumam biru sendirian.

Langkahnya mantap. Lebih baik dari hari kemarin. Ia menolak berangkat bersama kakaknya. Karena sang kakak adalah salah satu most wanted  di sekolahnya. Biru bukan tipikal orang yang suka dikenal banyak orang, sehingga dia memilih tidak mengakui kakaknya.

"Kak, pokoknya kalau di sekolah kakak jangan dekat-dekat dengan aku. Kakak cukup jaga dari jauh. Aku nggak mau di krubuti sama fans kakak itu."

"Iya, Biru. Tenang! Kakak juga malu kali punya adik kaya kamu."

"Terserah kaka aja."

Terkadang baik Biru maupun sang kakak tertawa sendiri mengingat kesepakatan konyol itu. Tapi, tidak apa-apa. Royan juga takut jika adiknya di dekati cuma karena ingin memanfaatkannya. Bahkan, Biru sengaja memakai kacamata untuk memberi kesan polos dan pendiam. Ia ingin mencari teman yang tulus kepadanya.

"Awas!"

Teriak seseorang mengejutkan Biru. Spontan Biru berlari ke pinggir menyadari dirinya berjalan agak ke tengah jalan. Ditambah lagi ada mobil yang melaju ke arahnya. Beruntung teriakan tadi menyadarkannya. Biru membalik badannya. Ia agak terkejut. Pasalnya sosok yang dilihatnya adalah Rohman. Laki-laki yang kemarin mengantarkannya ke ruang kepsek. Lelaki yang irit bicara. Hingga Biru teringat kejadian saat pulang sekolah. Saat dirinya sedang menunggu suasana sepi.

"Kamu belum pulang?" Tanyanya

"Belum."

Hanya itu. Kemudian ia berlalu keluar kelas. Sungguh manusia yang aneh. Apa hanya menurutku saja? Ah entahla. Untuk apa pula aku mengingatnya. Saat Biru tersadar, lelaki itu juga sudah menghilanv lagi. Aneh. Biru pun melanjutkan perjalanan.

Brukkk

"Maaf, Biru nggak sengaja..."

Ucapan Biru berhenti saat ia mendongak dan melihat kakaknyalah yang ia tabrak.

"Ih...kakak sengaja ya, nabrak Biru?"

Sang kakak hanya tersenyum miring menghadapi ucapan adiknya. Biru memunguti bukunya yang terjatuh. Royan membungkuk membantu Biru.

"Eh...lo siapa? Beraninya ngomong kaya gitu sama Royan. Lo tahu nggak Royan itu siapa?"

Seorang siswi tiba-tiba melabrak Biru. Sedangkan, Biru yang tidak mengenalnya hanya diam dengan ekspresi datar. Namun, dalam hati bergumam. "Seanarkis inikah fansnya kakak?"

"Crystal! Lo apaan, sih. Emang gue yang nabrak kok."

"Royan, bukan gitu? Dia nggak sopan ngomongnya sama lo."

"Udah, kamu ke kelas aja, ya! Maaf tadi kakak emang yang salah."

"Iya, kak."

Biru berlalu setelah dipersilahkan Royan. Sedangkan, Crystal masih berdiri di samping Royan.

"Lo ngapain masih berdiri disitu?"

"Gue nunggu lo. Kan kita sekelas."

"Gue masih ada urusan di ruang osis. Mau lo gantiin?"

Tanpa babibu Royan lebih dahulu melangkah jauh-jauh dari Crystal. Dia sudah jengah dengan kelakuan cewek-cewek di sekolahannya.

"Sebell...kenapa sih si Royan tu kayak nggak mau sama semua cewek. Emang seperti apa lagi yang dia cari?" Crystal menggerutu sepanjang koridor.

Lanjutannya di bawah ini!!

"Kak, yang tadi di sekolah siapa?"

"Crystal."

"Iya, aku juga tahu namanya."

"Terus, kenapa masih nanya?"

"Ihh... kak Royan kok gitu sih. Mulai deh sok polosnya."

"Dia cantik nggak?"

"Yang jelas masih cantik Biru."

"Dia itu termasuk cewek famous di sekolah. Banyak yang ngejar-ngejar dia."

"Tapi dia malah ngejar kakak, gitu?"

Pertanyaan Biru di balas lemparan bantal oleh si Royan. Tapi, lemparannya meleset karena Biru lebih dulu menghindar. Biru menjulurkan lidahnya membuat Royan gemas. Akhirnya terjadilah aksi kejar kejaran di ruang tamu.

"Eh... kenapa ini anak umi kok main kejar-kejaran?"

Keduanya berhenti mendengar ucapan sang ibu.

"Itu, mi! Kak Royan punya pacar."

"Enggak, bun. Al fitnatu asaddu minal qatl. Ingat tuh dek!"

"Kalau enggak kenapa harus marah?"

"Siapa yang marah?"

"Sudah-sudah! Kalian ini menambah umi makin pusing aja."

Melihat umi berwajah pucat Biru segera menggandengnya. Tidak mau kalah dari sang adik, Royan pun ikut memapah sang umi. Mereka mengantarnya ke kamar. Biru mengambilkan minum. Royan membaringkan tubuh umi. Keduanya  sangat kompak jika menyangkut keluarganya. Setelah selesai keduanya duduk di ruang keluarga.

"Eh...kak, aku tadi denger kakak manggil umi bunda. Jangan-jangan panggil abah dengan sebutan ayah lagi."

"Iya. Kakak suka kebawa. Soalnya kalau di sekolah kakak manggilnya gitu. Biar nggak ketahuan sama anak-anak. Kitanya juga bebas berteman sama siapa aja."

"Iya, yah. Banyak yang sungkan kalau berteman sama kalangan kita. Tapi, kadang juga di pandang sebelah mata, kak."

"Makanya kakak gitu."

Biru menggangguk paham. Banyak pelajaran yang selalu dapat ia ambil ketika sedang bersamanya. Begitu pun sang kakak, yang selalu sabar menjelaskan sesuatu kepada adiknya.

Seperti kejadian beberapa bulan yang lalu saat mengunjungi panti. Biru dengan sopannya bermain dan berbicara baik dengan anak panti. Tapi ada beberapa warga yang kasak-kusuk melihatnya. Biru sedikit muak dengan pembicaraan para warga. Melihat adiknya terlihat kesal, Royan segera menariknya menepi.

"Kamu kenapa murung begitu?"

"Aku lagi kesal, kak. Kenapa kita kesininya pas ada beberapa warga yang berkunjung juga?"

"Hey...kamu pasti dengerin perkataan mereka, ya? Sekarang kakak ingatin sama Biru. Pernah dengarkan petuahnya imam Syafi'i 'kamu tidak mungkin bisa membahagiakan semua orang. Cukup kamu perbaiki urusanmu dengan Allah dan kamu akan bahagia.' Jadi stop dengerin perkataan yang menyakiti kamu, karena itu nggak akan ada habisnya."

Mulai saat itu Biru tidak lagi mendengar kata ejekan sebagai hal negatif. Ia mendengarkannya untuk membangun diri. Namun, Biru juga manusia adakalanya ia kembali jatuh. Sang kakak dengan setia membantunya berdiri. Di sekolah barunya, ia tak boleh mengecewakan. Jika kakaknya menjadi orang penting, ia tak boleh ketinggalan. Biru sangat memegang prinsip nothing immposible.

Bagaimana teman-teman? Udah pada dapat feelnya belum? Jangan berhenti membaca,ya!!

Aku tahu tulisannya masih berantakan.
Bantu coment ya! Semoga bisa lebih baik.
Selamat malam
See you later

Salam manis

Uswah

Mgt, 12 juni 2020










AuroraWhere stories live. Discover now