Seperti hari-hari sebelumnya. Biru berangkat sekolah bersama kakaknya. Namun, ia akan meminta turun di tengah jalan. Aksi tidak saling kenal di sekolah masih berlanjut. Kemudian, ia akan berjalan menuju le sekolah. Umi dan abah juga tahu. Kedua malaikatnya pernah tertawa mendengar aksi konyol itu.
Hari ini sekolah terasa membosankan. Biru yang posisinya stategis di depan guru, sebagaimana duduknya ketika di madrasah, merasa agak bingung hari ini. Pasalnya ia sedang tidak mood bersekolah. Tapi, tidak mungkin jika ia memperlihatkan kebosanannya dengan tidak memperhatikan sang guru.
Tanpa ia sadari sepasang mata sedari tadi memperhatikannya. Sesekali tersenyum melihat biru yang tidak konsentrasi. Beberapa kali pulpen biru yang di pegang ambruk atau Biru yang tiba-tiba terkejut. "Lucu juga anak itu." Gumamnya dalam hati .
"Astaghfirullah." Lanjutnya dengan suara lirih.
Edo, sebangku Rohman langsung manengok ke arah rohman dangan alis terangkan seakan bertanya " kenapa?". Rohman hanya menggeleng.kemudian membodohkan diri sendiri. Bagaimana bisa ia bertingkah seperti itu?
Kringgg...kringgg
Akhirnya bel istirahat yang ditunggu datang juga. Begitu sang guru salam, semua murid di kelas langsung berhambur keluar. Namun, seperti biasa biru akan menunggu sampai suasana lenggang dan ia baru akan keluar kelas. Bahkan, terkadang ia memilih membawa bekal karena tidak ingin berdesakan di kantin jika ia lapar dan harus ke kantin awal.
Biru menengok ke sisi kiri. Rupanya Edo dan Rohman juga masih di kelas. Biru segera memalingkan wajah karena ternyata Rohman dan Edo juga memandangnya.
"Ru! Lo gak mau ke kantin?" Ajak Naura. Orang yang baru saja menjadi teman sebangkunya. Naura dulunya duduk di bangku paling belakang bersama Rendi. Ia ingin duduk di depan dari awal. Tapi, ia malu kalau harus duduk dengan Edo ataupun Rohman. Keduanya adalah cowok famouas di kelas sepuluh. Selain itu, mereka anak osis yang cukup pintar. Apalagi Rohman. Dia juga cukup pendiam. Naura merasa beruntung ledatangan Biru. Karena akhirnya ia bisa duduk di depan.
"Eh...iya bentar, Ra. Nunggu agak sepian sedikit yah! Kalau kamu mau duluan gapapa."
"Oke. Gue bareng lo aja."
"Kenapa harus nunggu sepi, Ru?"
"Pengin aja, Do."
Disamping Biru menjawab pertanyaan Edo, Naura sedikit terkejut. Karena Edo bukan tipikal orang yang kepo selama ini. Tapi, kali ini ia yang bertanya duluan kepada Biru. Padahal, hampir 2 bulan mereka bersama, belum ada seorang pun yang ditanya basa-basi oleh Edo.
"Ra! Kamu kenapa bengong kaya gitu?"
"Eh... enggak kok, Ru. Sedikit males aja hari ini. Hhe."
"Sama, Ra. Aku juga cukup bosan hari ini."
"Lo mau ke kantin nggak, Man?"
"Ayo, Do! Sepertinya sudah sepi kalau mau pesan makanan."
Keduanya berdiri setelah membereskan buku. Naura kembali terkejut. Ia baru kali ini melihat kedua famous itu bersama. Karena biasanya mereka hanya diam. Apakah karena dirinya saja yang kurang tahu? Entahlah pikirannya belum sampai hari ini.
"Kalian mau bareng nggak?" Tanya Edo sambil memandang Naura dan Biru bergantian. Naura meleleh di sapa sang famous. Berbeda dengan Biru yang merasa biasa saja.
"Duluan aja, Do." Jawab Biru
Begitu Rohman dan Edo keluar dan sudah tidak nampak lagi, Naura heboh sendiri. Ia mengguncang tubuh Biru.
"Ru, lo tahu nggak kalau Rohman sama Edo itu famous di sekolahan?"
"Tahu."
"Dan lo merasa sebiasa itu di sapa mereka?"
YOU ARE READING
Aurora
Teen FictionBadai akan berganti pelangi. Sulit bukan alasan tuk menyerah melainkan kesempatan untuk tabah. Binar datang dan pergi. Namun, mendamai adalah akhir yang tak menyakiti