Empat - Kau Menatap Aku Menetap

21 3 2
                                    

Maret, 2020

Lagi lagi kau bertanya padaku perihal perasaannya padamu,

Padahal aku mati-matian menahan hati saat kau mengirimkan tangkapan layar ruang chat kalian. Sangat jauh berbeda ketika kau membalas pesanku.


Kau mengatakan sesuatu seolah-olah itu adalah hal yang biasa saja bagiku.

"Dia perhatian banget sama aku"

Saat kau berkata seperti itu, menurutmu responku harus bagaimana? Bahagia hingga merekah? Atau menangis hingga terluka parah?

Kemudian kembali kau lanjutkan

"Kan biasanya kalo kamu nanya, aku pasti jawab. Ya aku cuma mau minta pendapat aja dari kamu"


Seingat ku dan yang kutahu, aku tidak pernah membahas masa laluku yang masih aku beri rasa lebih. Karena rasaku hanya untukmu, kurasa kau tau hal itu. Kurasa kau juga yang sengaja membuat hubungan kita menjadi abu.

Entah kau bodoh atau sengaja mengabaikan rasa dan perjuanganku, kembali kau berkeluh kesah tentang rasa bimbang mu. Kembali bersamanya, atau meninggalkannya?

Harusnya aku melarang mu untuk kembali padanya yang telah menghancurkan mu sedemikian rupa, harusnya aku marah melihatmu kembali terluka karenanya. Namun, lagi-lagi aku membuang semua egoku dan mendukung keputusanmu.



Aku menyayangimu, sungguh. Dari subuh hingga isya' terselip namamu.
Aku mencintaimu, sungguh. Walau kau selalu menyinggung esensi "cinta" Menurut pandanganku.

Aku membutuhkanmu, sungguh. Dari tugas kuliah, hingga masalah kecil dengan temanku ingin ku ceritakan padamu.

Aku hancur, sungguh. Saat kau berkata duniamu itu masih ada ruang di hatimu.



Kau bilang kau korupsi waktu bersama keluarga, uang jajan, dan pikiranmu hanya untuk perempuan itu.

Menurutmu aku apa?
Menurutmu aku siapa?
Menurutmu aku tidak pernah memberikan apa-apa?

Pergilah jika ingin pergi,
Lari lah jika ingin lari,
Dan jika kau telah melakukannya,
Jangan pernah untuk mencoba menetap dan menatap, lagi.

Cerita tentang Alam, Semesta, Jagat RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang