Part 12. Hidangan makan di rumah

8 1 0
                                    

Hari raya Idul Fitri tahun 1441 H kali ini sungguh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.  Kondisi dunia yang sedang darurat pandemi menjadikan perayaan kemenangan terasa kurang sempurna.  Sebulan berpuasa Ramadhan,  tanpa aktifitas buka bersama,  sholat tarawih berjama'ah di surau maupun masjid serta aktifitas ibadah lain yang biasa semarak dilaksanakan selama bulan ramadhan.  Bahkan sholat hari raya Idul Fitri pun dilaksanakan di rumah masing-masing atau disetiap gang,  untuk memutus mata rantai penyebarannya.

Silaturahmi yang biasa dilakukan pada hari raya Idul Fitri, seperti mudik, atau berkunjung ke kerabat,  tetangga dan handai taulan tidak lagi dapat dilaksanakan. Kegiatan ini terpaksa  dilakukan melalui media sosial baik melalui pesan maupun video conference.
Banyak platform yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan silaturahmi melalui dunia maya. 

Kegiatan rutin di bulan syawal selanjutnya adalah puasa selama 6 hari di bulan syawal,  untuk menggenapkan dan menyempurnakan puasa ramadhan yang menjadikannya setara puasa selama 1 tahun penuh.  Pak RT mengajak istrinya untuk segera menunaikannya.  Istrinya menyetujui," lumayan bisa lebih hemat lagi,"pikirnya.

Sebagai pekerja di bidang jasa,  bu RT sudah lebih dari dua bulan di rumah,  pundi-pundinya pun semakin menipis dan hanya mengandalkan jatah bulanan dari suaminya,  sehingga mau tidak mau,  yang biasa pesan chatering untuk menu makan,  harus memasak setiap hari demi menghemat uang belanja. 

Alhasil acap kali masakan yang dibuat bu RT jauh dari ekspektasi,  tapi dasar pak RT nggak pernah komplain,  jadi nggak masalah meskipun apapun bentuk makanan yang dihidangkan istrinya,  tetap ia santap.

Stay at home,  dengan aktifitas itu-itu saja,  membuat bu RT memiliki banyak waktu untuk berselanjar di dunia maya.  Ada postingan yang menggelitik.  Salah satu yang bu RT kenal sebagai seorang pakar secara orang tersebut seorang profesor doktor,  setiap hari memposting kegiatan hariannya di rumah terutama masak di dapur. 

"Oke juga tuh,  pak profesor bikin steam ikan.  Gampang dan enggak ribet. Tinggal taruh-taruh dan kukus," pikir bu RT. 

Siang itu kebetulan mbak sayur masih membawa ikan bawal,  dan ide membuat pepes pun memenuhi kepala bu RT," mbak,  mau dong ikannya,  tolong dibersihin ya." Bu RT sudah ketularan emak-emak gang buntu yang lain, hobinya bawa bahan masakan ke dalam rumah tingga cuci dan masak. 

Bu RT action membuat pepes bawal dengan bumbu seadanya di dapur,  dibungkus daun pisang seasalnya terus kukus.  Isenglah dia rekam dan pasang di status WA. Tidak berapa lama,  statusnya dikomen mbok dhe,  tempat biasanya bu RT pesan chatering.

" Yakin itu pepes? Aneh banget bentuknya.  Perasaan kalau aku bikin,  gak begitu bungkusnya," aksi usil mbok dhe membuyarkan pertahanan bu RT.

"Ih,  apa sih.  Bukannya didukung aku mo bisa masak,  malah di bully, " jawab bu RT gemes.

"Bu RT,  orang itu punya pasionnya masing-masing.  Udah,  ibu tuh didepan letop aza,  nggak usah sok-sok an masak segala," sergah mbok dhe.

"Itu mah mending bentuk masakanku.  Kemaren aku lihat pak profesor cuma taruh daun di piring,  trus ikan diatasnya dikasih bumbu-bumbu,  entah apa,  dikukus sepiring-piringnya.  Masih mending itu aku ikan tak bungkus," seloroh bu RT merasa lebih baik cara masaknya.

"Bukan sekedar mendingan.  Kira-kira enak nggak tuh?" Tanya mbok dhe masih dengan gaya meremehkan.

"Yo enaklah.  Tunggu saja pasti nanti dihabisin sama pak RT," jawab bu RT yakin,  karena selama ini apapun yang dia masak disantap habis suaminya.

"Tapi aku curiga,  sebenarnya enak beneran atau karena pak RT lapar?" Selidik mbok dhe...

"Halah,  masih dibahas. Namanya orang puasa. Ibaratnya dikasih makanan kurang garem ge,  pasti bilang enak," jawab bu RT jengkel.

"Mbaha...ha...ha... akhirnya ngaku juga," mbok dhe merasa menang satu point.

"Tapi kemaren aku bikin sup  ikan gurame,  yang nangkep di kolam tuh,  dihabisin sendiri sama pak RT lho. Baru juga aku tinggal sholat maghrib,  tahu-tahu tinggal kuahnya," kata bu RT bangga.

"Paling juga balik ke asal,  karena laper to,  ha...  ha...  ha...  ha... dua kosong," puas rasanya mbok dhe membuli sahabat sekaligus pelanggan chateringnya itu. 

"Sak karep-karepmulah...  eee itu pepes berapa lama sampe mateng?" Tanya bu RT selanjutnya.

"Kalau aku biasanya 2 jam,  biar meresap bumbunya," jawab mbok dhe. 

Tak berapa lama,  bu RT merasa ada yang aneh. " Bau apa ya ini?  Trus suara apa itu?  Astaghfirulloh... pancinya gosong,  airnya kering..." teriaknya.

"Makanya,  kalau lagi masak itu jangan sambil maen hp,  gitu to bu RT. Jian,"  author eram.

"Ojo ngunu to,  thor.  Iki kan demi critamu,  ben tambah shaydu...," bu RT berkelit.

Halah... sebahagiamu deh,  aku wes embuh. Sok meneh le mbacutne critane....

To be continue...

Gang BuntuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang